Mohon tunggu...
Willy Teniwut
Willy Teniwut Mohon Tunggu... Dosen - Penulis wannabe penulis

Enjoying the ride

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Strategi Mirroring capres "US-Indonesia"

31 Januari 2019   10:39 Diperbarui: 1 Februari 2019   10:48 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini karena DJT tetap ingin menjaga base yang 32% tadi. Report dari salah satu koran top di US bahwa selama dua tahun pemerintahannya DJT sudah berbohong lebih dari 3000 kali secara publik, termasuk diantaranya pada jumlah suara yang diperoleh, jumlah penonton inagurasinya, imigran dan jumlah tax cut. 

Bayangkan jika ini terjadi di Indonesia dimana presiden berbohong secara publik 3000 kali dan tidak mau mempublikasikan laporan pajaknya? Tetapi karena sisten konstitusional US sudah sangat baik sehingga meskipun DJT menimbulkan riak yang cukup signifikan memimpin negara dan dalam hubungannya dengan negara lain tetapi DJT tidak akan di bypass untuk di turunkan secara tidak konstitusional. 

Kembali ke Indonesia, saat ini sangat terlihat sekali ada salah satu calon yang mungkin tidak sadar menggunakan strategi pesan kampanye yang sama seperti DJT. Seperti membuat pesan Indonesia akan hancur, Indonesia akan bubar dan makanan Indonesia lebih mahal dibanding di Singapura misalnya. Pesan-pesan politik yang sangat kontorversi yang lebih fokus untuk membuat pemilih tidak nyaman pada kondisi sekarang dan menurunkan elektabilitas petahana. 

Selain itu, pesan yang dibangun oleh salah satu capres sekarang adalah fokus ke Indonesia dan hanya Indonesia seperti stop impor, tidak perlu hutang dan lainnya. Salah satu tim ini juga mendekatkan diri pada pihak "extreme right-wing"  atau lebih ke arah sebaliknya extreme right wing yang medekatkan diri mereka pada salah satu calon ini. 

Cara ini sebenarnya berhasil pada pilkada Jakarta, yang sangat efektif untuk disebarkan dengan menggunakan sosial media dan juga dengan cakupan yang lebih kecil dibanding wilayah NKRI secara umum. 

Untungnya karena salah satu cawapres adalah pemimpin agama sehingga permainan isu agama menjadi sedikti ditekan meskipun tetap beredar di sosial media dan dilapangan. Berbeda dengan US dimana peran wapres tidak menentukan pemilih, di Indonesia peran wapres dapat menentukan sehingga kedua capres mengambil peluang ini, dengan memilih cawapres yang dapat meningkatkan perolehan suara. Kedua capres memberikan kentungan yang berbeda. Pemuka agama tentu saja akan membantu menurunkan isu agama yang digunakan di pilkada Jakarta dan meningkatkan pemilih di Pulau Jawa, sedang cawapres pebisnis dan muda akan dengan mudah menjual isu ekonomi dan pemilih mileneal yang juga kombinasi strategi DJT dan Bernie Sanders (penantang HRC pada primary partai demokrat di US). 

Penggunaan sosial media yang menjadi senjata utama di US bagi DJT dan kemampuannya dalam meramu headline membuat sedikit sulit bagi kedua capres di Indonesia untuk mengikuti tanpa meninggalkan budaya-budaya ketimuran. Meskipun pada akhir tahun 2018 sudah dicoba dilakukan salah satu capres dengan memberikan komentar yang cukup menangkap perhatian media. Usaha dalam melegitimasi penyelanggara pemilu juga dilakukan oleh DJT dan juga dilakukan di kampanye Indonesia (red- Suara di konntainer). Memainkan isu hukum seperti seperti DJT pada kasus email HRC juga dimainkan pada masa kampanye ini dengan kasus salah satu penyidik KPK.

Semua strategi ini adalah benar selama bukan kampanye hitam. Kampanye negatif dan positif merupakan hal yang sangat wajar dalam kampanye. Hoax dan melanggar hukum yang tidak boleh. 

Dengan waktu pilpres yang kurang-lebih 3 bulan lagi membuat semakin menarik apakah strategi DJT: "divide and conquer dengan kombinasi" dapat berhasil mengalahkan petahana dan apakah ketika setelah menjadi presiden tidak seperti DJT, atau strategi ini tidak berhasil di Indonesia. Mari kita lihat pada tanggal 17 April 2019 nanti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun