"Baiklah kalau begitu," ucap Widura yang kemudian bertanya ke Ratri, "Kapan kita bisa mulai berguru ke Ki Rana?"
"Mungkin lusa bisa kita mulai. Sehari sebelum kita ke tempat Ki Jagabaya," Ratri mengusulkan pemikirannya ke Widura, "Bagaimana menurutmu?"
"Boleh! Tidak masalah. Lusa aku akan datang ke tempatmu dulu. Lalu kita bersama ke tempat Ki Rana," jawab Widura.
Begitulah rencana mengunjungi Ki Rana di Desa Pandan Asri beroleh kepastian. Setelah Widura mengutarakan rencana kunjungan itu kepada ibunya, Nyi Baskara membawakan sekeranjang bahan makanan, buah-buahan, dan jajanan untuk Widura agar diberikan kepada Ki Rana.
Ratri sedang bergurau dengan kakak ketiganya, Sutri, di teras rumahnya ketika Widura memasuki halaman. Karena akan mengunjungi Ki Rana, Ratri saat ini mengenakan kain panjang yang biasanya dipakai perempuan. Suatu dandanan yang nyaris tidak pernah muncul di pandangan Widura.
Ketika mengetahui penampilan Ratri, Widura spontan berkata, "Penampilan kamu kok terlihat agak aneh?"
Ratri hanya memonyongkan bibirnya menanggapi perkataan temannya itu. Setelah berbasa-basi sejenak dengan Sutri, Widura berangkat bersama Ratri mengunjungi Ki Rana. Dan di perjalanan, Ratri menceritakan secara ringkas tentang kehidupan Ki Rana kepada Widura.
Ki Rana adalah seorang bekas pejabat kadipaten Dulki. Setelah memasuki masa purna tugas, ia kembali ke desa asalnya dan mendiami rumah yang dulunya dihuni orang tuanya. Anak-anak Ki Rana telah berkeluarga semuanya dan saat ini bertempat tinggal di sekitar kota kadipaten. Di rumahnya saat ini, Ki Rana tinggal sendiri karena istrinya sudah meninggal. Untuk mengisi waktu, Ki Rana melakukan kegiatan bertani dan mengajar baca tulis.
Widura menyimak kisah yang dituturkan Ratri sembari menikmati suasana Desa Pandan Asri. Pada kesempatan ini pula Widura menyadari bahwasanya lahan pertanian di desa ini lebih subur daripada di desanya. Ketika diamati lebih lanjut, Widura bisa menemukan perbedaan antara lahan di desanya dan di Pandan Asri. Lahan di desa ini terairi dengan lebih baik.
"Seandainya lahan pertanian di desaku juga seperti ini, betapa menyenangkannya," pikir Widura.
Percakapan dua bocah ini terhenti ketika mereka sampai di depan rumah yang cukup besar. Halaman rumah ini berpagar tanaman perdu yang dipotong rapi. Walaupun rumah ini dahulunya dibangun oleh orang tua Ki Rana, di saat ini kondisinya masih terlihat sangat bagus. Rupanya kehidupan Ki Rana yang berkecukupan membuat ia bisa memperbarui beberapa bagian rumah ini.