Malam yang damai berlalu. Pagi hari segera kan datang bertamu. Seorang peronda malam duduk dengan pandangan lesu. Sedang teman di sisinya melingkar di atas Bale Bambu.
Ketika mentari benar-benar hadir menggulung sang malam, orang-orang memulai aktifitasnya. Karena lebih pegal dari biasanya, Widura tidak menemani ayahnya ke ladang pagi ini. Tetapi saat mentari beranjak lebih tinggi lagi, ia telah bersiap menyusul ayahnya.
Di ladang, ia pun segera laarut dalam aktifitas membantu ayahnya. Berdasarkan panduan ayahnya, Widura mencabuti tetumbuhan yang tidak dikehendaki atau memanen berbagai bagian tumbuhan yang sudah saatnya dipanen.
"Ayah, aku ingin bisa membaca dan menulis. Aku rencananya ingin berguru kepada Ki Rana yang tinggal di Desa Pandan Asri," ujar Widura sambil melakukan pekerjaannya.
"Oh begitu," balas Ki Baskara pendek.
"Iya ayah. Nanti aku ingin jadi prajurit yang pandai membaca dan menulis."
"Itu bagus. Yang penting kamu sungguh-sungguh."
"Pasti ayah. Terima kasih sudah diberi ijin."
Ki Baskara menghentikan sejenak pekerjaannya, ia hela nafas panjang sebelum berkata, "Seandainya ayahmu ini pandai membaca dan menulis, mungkin kamu tidak perlu belajar ke orang lain. Tapi apa daya ayahmu hanya bisa sedikit-sedikit."
"Tidak mengapa ayah. Yang penting ayah sudah mengasih ijin ke Widura."
"Kalau kamu sudah mulai belajar pada Ki Rana, jangan lupa bilang ke ibumu, biar nanti dipersiapkan oleh-oleh buat gurumu itu."