Suasana pasar masih semarak. Beragam pengunjung meramaikan nuansa, ada yang tua atau muda, jaka atau dara, bersendiri atau berkeluarga.
Nada tembang mengalun di sela riuh penawaran harga. Seorang bapak menjajakan suara. Ia didampingi seorang anak gadis dan siter di tangannya. Sebuah mangkuk meringkuk di hadapannya. Terisi beberapa keping uang logam berharga di dasarnya.
Widura dan Ratri melangkah menyeruak jajaran pengunjung. Mendekati sebuah lapak penjaja kain yang merupakan milik ayah Ratri, Ki Purnomo.
"Ayah, aku mendapatkan hadiah medali dari arena ketangkasan bela diri silat," ucap Ratri sambil menunjukkan medali miliknya.
"Hahaha. Anak Ayah yang satu ini memang hebat. Coba sini Ayah lihat medalinya," jawab Ki Purnomo sambil tersenyum lebar.
Ki Purnomo pun mengamati medali yang terbuat dari perunggu tersebut. Setelah manggut-manggut, ia tersenyum.
"Ayah, aku pengen tahu di medali itu ada tulisan apa saja? Aku dan Widura penasaran dengan apa yang tertulis di situ," ucap Ratri.
"Ini hanya tulisan nama desa ini dan peringatan festival desa," jawab Ki Purnomo.
"Ooo," gumam Ratri dan Widura nyaris berbarengan.
"Tapi ngomong-ngomong, walau Ratri kelak jadi mahir dalam bela diri, Ayah nggak ingin menjadikan Ratri sebagai pengawal Ayah di saat pergi berdagang," ucap Ki Purnomo.
"Tapi setidaknya Ratri boleh ikut Ayah bepergian sesekali, kan?" saut Ratri.