"Perkenalkan, nama aku Wira," Wira segera mengulurkan tangan ke Sogol.
Sogol tertegun sejenak. Anak di hadapannya sangat ramah, bahkan terlalu ramah. Namun sejenak kemudian Sogol menyahut sambil tersenyum menjabat tangan, "Namaku Sogol."
"Kalian sudah siap?" tanya wasit.
"Saya siap, Paman." Wira menyahut dengan tersenyum kepada wasit.
Sogol mengangguk ke arah wasit sambil menampilkan senyum aneh. Raut muka tegang yang awalnya terlihat di wajah Sogol saat memasuki arena, kini menampakkan kebingungan.
Segera setelah wasit meneriakkan aba-aba memulai pertandingan, Sogol dan Wira mengambil jarak dan bersiaga. Sedangkan sejumlah penonton yang merupakan penduduk lokal bersuara mendukung Wira.
Penampilan Wira begitu tenang dan masih menyiratkan keramahan. Raut muka yang ramah itu membuat Sogol agak enggan melakukan serangan. Tapi bagaimanapun juga ini pertandingan adu bela diri, serangan harus dilakukan bila kesempatan terbuka.
Sebuah kesempatan datang, Sogol melancarkan pukulan ke dada. Tapi karena ragu-ragu, serangan itu kurang mantap. Wira menepis serangan itu sambil membungkukkan badannya lalu melakukan gerak mendorong dengan tangannya ke arah perut Sogol.
Sogol tidak menduga serangan balasan itu. Tubuhnya terjengkang kehilangan keseimbangan. Tapi tiba-tiba Wira menarik tangan Sogol sehingga tubuhnya tidak jadi jatuh.
"Oh, maaf. Kamu tidak apa-apa kan?" tanya Wira.
"Tidak, aku tidak apa-apa." jawab Sogol sambil tersenyum canggung.