"Wah dua purnama lagi? Berarti kita perlu membersiapkan diri," ujar Widura menimpali.
"Yang terpenting dalam adu keterampilan adalah melatih mental kalian. Walau kalian sering latih tanding di antara kalian, nuansanya akan berbeda bila berhadapan dengan orang yang belum kalian kenal. Akan muncul ketegangan atau mungkin perasaan grogi saat kalian menghadapi lawan," Ki Jagabaya berhenti sejenak memandangi murid-muridnya. "Belum lagi kalau kalian benar-benar berjumpa dengan lawan yang ingin menyakiti. Widura tentu sedikit-banyak pernah merasakannya, bukankah begitu?"
Sogol, Murti, dan Ratri terheran-heran sambil mengarahkan pandangan ke wajah Widura. Mereka belum pernah tahu kalau Widura pernah berada dalam kondisi yang benar-benar terancam.
"Waktu itu aku, ayah, dan beberapa orang lainnya pernah dicegat perampok. Memang aku hanya bersembunyi, tapi rasanya menakutkan sekali," Widura menjelaskan.
"Nah itu dia. Kalian perlu melatih diri menghadapi rasa grogi atau takut saat bertemu lawan. Bila kalian dikuasai ketakutan, maka kalian tidak akan bisa berpikir jernih. Dan lagi pula, dalam pertujukan adu ketangkasan ada penonton yang menyoraki kalian. Ini juga bisa mengacaukan konsentrasi dan emosi. Bila kalian kehilangan konsentrasi dan terpancing bertindak emosional, maka yang kalian temui adalah kekalahan," Ki Jagabaya berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Kalian memahami apa yang guru maksudkan?"
Widura dan tiga temannya mengangguk-angguk setelah beberapa saat merenungi ucapan guru mereka.
"Hari sudah semakin sore, waktunya kita mengakhiri latihan kali ini," ujar Ki Jagabaya menutup percakapan mereka.
Ratri yang harus memisahkan diri pulang ke desa Pandan Asri berpamitan kepada guru dan teman-temannya. Ki Jagabaya dan tiga murid laki-lakinya pun berjalan bersama pulang ke desa Ngalam.
Sepekan berselang, para pengurus desa mulai menyebarkan berita tentang perayaan di Desa Turi Agung. Perayaan ini biasanya menyedot perhatian dari para penduduk di desa-desa lain yang lebih kecil di sekitar Desa Turi Agung, tidak terkecuali Desa Ngalam dan Pandan Asri. Selain adu ketangkasan, ada pula pertunjukan hiburan. Dan ketika terdapat keramaian, pastilah akan menarik kedatangan para pedagang yang pada akhirnya menciptakan pasar dadakan.
Sogol dan ayahnya, Ki Ratmoko, kini jadi lebih sibuk membuat perkakas bambu yang nanti akan dijual saat perayaan. Pada hari-hari biasa, aktifitas membuat peralatan dari bambu hanya kegiatan sampingan dari bertani. Ki Ratmoko membuat peralatan dari bambu hanya berdasarkan pesanan. Di sela-sela waktu, Widura dan Murti ikut membantu temannya dengan menebang bambu dan memotong batangan bambu menjadi ukuran lebih kecil. Sedangkan para warga lainnya secara umum sudah mulai menerka-nerka hiburan apa saja yang akan tersaji di perayaan. Pendek kata, banyak warga di sekitaran Desa Turi Agung mengantisipasi perayaan itu.
Hari perayaan Desa Turi Agung telah tiba. Ayam jantan masih enggan membuka mata. Bintang-bintang masih terlihat berserak di angkasa. Titik-titik kabut masih menyaput udara desa.