"Iya, apa ada latihan khusus? Atau guru hanya ingin ganti suasana?" ujar Murti.
"Kalau latihan khusus, latihan khusus seperti apa kira-kira?" Widura menambahkan pertanyaan.
"Apa mungkin latihan main air?" jawab Sogol sekenanya.
Tiga teman yang lain tertawa mendengar jawaban asal Sogol itu. Tapi di saat yang sama, mereka melihat sosok guru mereka berjalan mendekat sambil membawa cangkul di pundaknya. Ia juga memakai topi petani di atas kepalanya. Sepertinya ia baru pulang dari sawah dan langsung menuju ke tepian sungai.
"Selamat sore, guru," sapa empat bocah itu setelah Ki Jagabaya datang mendekat.
"Selamat sore. Kalian sudah lama di sini?" ucap Ki Jagabaya.
"Tidak, guru. Kami baru saja datang ke sini," Widura menjawab.
"Ki Jagabaya, perkenalkan nama saya Ratri. Saya dari desa sebelah, ingin belajar silat dari Ki Jagabaya," Ratri berucap setelah Ki Jagabaya menjatuhkan pandangan ke arah dirinya.
"Oh, ini toh ternyata anaknya Ki Purnomo yang bungsu. Sebelum ke sini, apakah kamu sudah minta izin ke bapakmu?" tanya Ki Jagabaya.
"Sudah, Ki. Bapak juga titip salam untuk Ki Jagabaya. Katanya bila ada waktu akan datang ke rumah Ki Jagabaya," jawab Ratri.
"Oh, ya ya ya. Kalau begitu sampaikan balasan salamku untuk bapakmu," Ki Jagabaya berkata sambil manggut-manggut. Lalu lanjut bertanya, "Kenapa kamu tertarik belajar silat?"