"Boleh kita bawakan keranjangnya, Kak?" ujar Murti kepada kakak Ratri.
"Wah adik-adik ini baik-baik semua ya. Terima kasih loh," ucap kakak Ratri sambil menyerahkan keranjang cuciannya.
Maka rombongan kecil yang berisi lima orang itu pun berjalan bersama menuju rumah Ratri. Karena pada dasarnya Ratri mudah bergaul dengan anak laki-laki maka ia pun segera akrab dengan Widura dan teman-temannya.
"Kalian kok sama-sama memakai gelang kain di tangan dan kaki? Memang itu benda apa?" Ratri bertanya di tengah-tengah obrolan.
"Ini gelang pemberat untuk latihan. Kami harus memakai gelang ini kemana-mana," jawab Murti.
"Sejak kami berlatih silat kepada Ki Jagabaya, kami diharuskan memakai gelang ini," Sogol menambahkan.
"Pantas saja, kata kakak tempo hari waktu kamu aku serang gerakan menghindar kamu baik sekali," ucap Ratri kepada Widura.
"Hahaha. Tapi walau begitu aku kamu buat terdesak dan hanya bisa mengelak dan bertahan. Aku tidak sanggup menyerang balik," ucap Widura sambil nyengir.
"Habis bagaimana lagi, aku kesal banget waktu itu. Dan lagi pula kalian penyebabnya. Karena yang di depanku hanya ada kamu, jadi ia yang aku buat pelampiasan kemarahan," jawab Ratri membela diri sambil menunjuk hidung Widura.
Sogol, Murti, dan kakak Ratri tertawa mendengar perkataan itu. Sedangkan Widura hanya bisa menggaruk belakang kepalanya.
"Tapi ngomong-ngomong, apa aku boleh bergabung latihan silat bersama kalian?" Ratri bertanya.