Suatu sore, Hani mengajak Hana jalan-jalan santai. "Aku mau ajak kamu ke suatu tempat," kata Hani. "Pokoknya nggak jauh dari kampus. Kamu pasti suka."
Hana penasaran, ia memikirkan berbagai lokasi keramaian di sekitar kampusnya, ia pun bertanya, "Ke mana, sih?"
"Rahasia," jawab Hani sambil tersenyum misterius. "Nanti kamu tahu sendiri."
Mereka berdua berjalan kaki, menelusuri jalanan yang terhitung masih di sekitar kampus. Hani dan Hana menikmati perjalanan dengan mengobrol santai.
Tak lama kemudian, mereka sampai di sebuah gang kecil yang ramai dengan anak-anak kecil. Hani mengajak Hana memasuki sebuah rumah sederhana yang di dalamnya juga penuh dengan anak-anak.
"Ini adalah sekretariat organisasi kemasyarakatan," jelas Hani. "Organisasi ini membantu anak-anak di kampung ini untuk belajar dan bermain. Aku sering membantu mereka di sini."
Hana terharu melihat anak-anak itu. Mereka terlihat ceria, walaupun hidup mereka sederhana. Hani pun mulai bercerita tentang hewan langka kepada anak-anak itu.
"Kalian tahu Komodo?" tanya Hani. "Komodo adalah hewan purba yang hanya ada di Indonesia. Hewan ini sangat besar, dan memiliki gigitan yang sangat kuat. Komodo adalah hewan yang dilindungi, karena jumlahnya sudah sangat sedikit."
Hani menunjuk gambar komodo yang tertempel di dinding. Anak-anak itu mendengarkan dengan saksama, mata mereka berbinar-binar.
"Selain Komodo, ada juga Elang Jawa," lanjut Hani. "Elang Jawa adalah burung pemangsa yang sangat langka. Burung ini memiliki bulu berwarna coklat kehitaman, dengan jambul di kepalanya. Elang Jawa adalah hewan yang dilindungi, karena jumlahnya sudah sangat sedikit. Burung garuda itu sebenarnya adalah burung Elang Jawa"
Hani menunjuk gambar Elang Jawa yang tertempel di dinding. Anak-anak itu semakin antusias mendengarkan cerita Hani.
Hana terharu melihat Hani bercerita dengan penuh semangat kepada anak-anak itu. Ia menyaksikan bagaimana Hani dengan sabar dan penuh kasih sayang berbagi pengetahuan dengan anak-anak yang jilas-jelas bukan siapa-siapanya.
"Hani, kamu memang luar biasa," kata Hana. "Kamu selalu punya cara untuk membuat orang lain bahagia."
"Ah, aku hanya merasa senang aja melakukannya," jawab Hani.
Hani kemudian bercerita tentang kegiatan-kegiatan yang pernah ia lakukan bersama organisasi kemasyarakatan itu. Ia pernah membantu membangun taman bacaan, mengajar anak-anak tentang seni dan kerajinan, memberi bimbingan pelajaran, dan terkadang memberikan bimbingan konseling. Sebagai mahasiswa psikologi, pengetahuannya bisa bermanfaat dalam urusan itu.
Hana semakin kagum dengan Hani. Ia menemukan sisi lain dari Hani yang selama ini belum ia ketahui. Hani bukan hanya seorang mahasiswa yang bersemangat dan berpengetahuan luas, tetapi juga seorang pemuda yang peduli terhadap lingkungan dan masyarakat.
Setelah menyelesaikan pendakian yang sebelumnya telah direncanakan bersama tim mapala, Hani mengajak Hana untuk menjelajah alam bersama beberapa rekan lainnya. Mereka berencana mengunjungi fasilitas penangkaran dan pelepasan Elang Jawa di sebuah hutan di lereng gunung. Udara pegunungan pastinya akan terasa sejuk dan segar, membasuh pikiran dan jiwa. Pohon-pohon pinus menjulang tinggi, menciptakan suasana yang teduh dan menenangkan.
Setibanya di lokasi, Hana menikmati keindahan hutan yang masih alami. Pohon-pohon besar menaungi tanah yang dipenuhi dengan lumut hijau. Udara sejuk dan segar, beraroma tanah dan dedaunan. Burung-burung berkicau riang, menciptakan alunan musik alam yang menenangkan.
Para petugas penangkaran menyambut kedatangan Hana dan rombongan dengan ramah. Mereka memberikan penjelasan tentang Elang Jawa, burung pemangsa yang sangat langka dan dilindungi di Indonesia.
"Elang Jawa banyak diburu untuk dijual," jelas seorang petugas. "Habitatnya juga semakin berkurang karena dipakai manusia untuk berbagai keperluan. Oleh karena itu, kami berusaha untuk melestarikan Elang Jawa dengan cara menangkarkannya dan melatihnya agar bisa dilepas ke alam bebas."
Para petugas menunjukkan kandang-kandang penangkaran yang berisi beberapa ekor Elang Jawa. Mereka menjelaskan bahwa burung yang masih muda dilatih untuk berburu dan terbang di kandang yang luas. Setelah dianggap siap, mereka akan dilepas ke alam bebas.
Hana terharu melihat Elang Jawa yang sedang dilatih. Mereka terlihat gagah dan perkasa, dengan bulu-bulu yang indah. Mereka terbang dengan gesit, menunjukkan kehebatan mereka sebagai burung pemangsa.
Hana bebicara perlahan penuh perasaan, "Sungguh menyedihkan jika makhluk yang indah ini sampai lenyap dari muka bumi."
Hani pun mengangguk setuju. "Semoga generasi mendatang bisa menjumpai mereka dalam kondisi yang lebih baik."
Tiba-tiba terlihat seekor Elang Jawa terbang melingkar di atas kepala mereka. Burung itu terlihat gagah dan perkasa, dengan bulu-bulu coklat kehitaman yang berkilauan. Ia mengeluarkan suara khas yang merdu, seolah ingin menunjukkan eksistensinya. Suaranya menggema memenuhi angkasa.
Hana terkesima. Ia menatap Elang Jawa itu dengan penuh kekaguman. Ia menikmati keindahan burung itu yang terbang bebas di angkasa. Ia jadi makin terharu melihat usaha para petugas untuk melestarikan makhluk eksotis ini.
Hani pun tersenyum, menikmati pemandangan itu. Ia berkata, "Lengkingan suara itu memang terdengar begitu agung. Tapi justru karena itu mereka jadi mudah ditemukan pemburu liar."
Hana berbisik , "Semoga burung itu bisa hidup bahagia di alam bebas,"
Hani menambahkan, "Semoga ia bisa berkembang biak dan meneruskan keturunannya."
Hana pun mengangguk setuju. Ia merasa bersyukur bisa menyaksikan pemandangan yang menakjubkan ini. Ia menikmati keindahan alam dan kehebatan burung yang katanya makhluk legenda ini. Ia juga menikmati kebersamaan dengan Hani, yang selalu membuatnya bahagia dengan cara yang tak pernah ia duga. Waktu yang ia habiskan bersama Hani, selain membahagiakan, juga memberikan sesuatu yang lain. Sebelum kembali ke kota, Hana dan pengunjung lainnya bergantian berfoto bersama seekor Elang Jawa yang sudah terlalu jinak, dan tentu saja berpose di beberapa titik lokasi dengan latar alam yang menakjubkan.
Setahun berlalu meninggalkan bragam warna dalam keseharian Hana. Kesemuanya itu menyeret Hana dan Hani dalam arus kesibukan kuliah. Jadwal kuliah Hana semakin padat, dipenuhi dengan tugas-tugas dan ujian. Sedangkan Hani, yang sudah memasuki tahap akhir perkuliahan, jadwalnya lebih longgar karena sudah mengarah pada penulisan skripsi.
Walaupun sibuk, mereka tetap berusaha menyempatkan diri untuk bertemu. Mereka masih sering menghabiskan waktu bersama di taman kampus, berdiskusi tentang urusan perkuliahan maupun urusan remeh-temeh, atau sekadar menikmati secangkir kopi di kafe kampus.
Suatu sore, Hana dan Hani bertemu di taman kampus. Suasana terasa nyaman, udara terasa lebih dingin, dan langit terlihat mendung. Tiupan angin lembab menyegarkan membuat siapapun ingin tidur. tapi sayangnya di suatu daerah di negeri itu situasi sedang tidak nyaman sama sekali. Terjadi sebuah gempa besar yang sampai membuat peristiwa itu disebut sebagai bencana nasional.
"Aku ingin sedikit meringankan beban mereka," kata Hani. "Aku telah mendaftar jadi relawan bersama tim mapala."
"Aku tahu kamu pasti ingin membantu," kata Hana. "Tapi, kamu harus berhati-hati."
"Tenang saja, Hana," kata Hani. "Aku akan bergabung dengan tim lainnya yang berpengalaman. Kami sudah berencana untuk berangkat ke sana besok."
"Aku nggak bisa membayangkan, bagaimana kacaunya aku bila berada di posisi para korban. Seandainya aku bisa melakukan sesuatu yang lebih untuk mereka."
"Lakukan saja yang kamu bisa, Hana," kata Hani. "Yang terpenting kamu fokus pada kuliah. Untuk mereka, kamu bisa berdoa untuk keselamatan para korban dan relawan."
bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H