Hana tercengang mendengar cerita mahasiswa itu. "Wah, baik sekali kamu," katanya. "Kamu suka dengan burung?"
"Iya, suka," jawab mahasiswa itu.
"Nama saya Hana," kata Hana. "Kamu?" situasi yang akrab membuat Hana tidak sungkan membuka perkenalan.
"Nama saya Hani," jawab mahasiswa itu. "Senang bertemu denganmu, Hana."
"Senang bertemu denganmu juga, Hani," kata Hana. "Nama kita mirip ya."
"Iya, mirip," kata Hani. "Unik juga ya."
Mereka berdua tertawa, menikmati pertemuan yang tak terduga ini. Hana merasa senang bisa berkenalan dengan Hani, mahasiswa bertopi hijau yang baik hati, mudah akrab, dan sepertinya penuh perhatian. Ternyata Hana baru tahu sekarang kalau Hani dua angkatan di atas dirinya.
Pertemuan tak terduga itu menjadi awal dari sebuah kedekatan. Mereka sering menghabiskan waktu bersama di kampus. Mereka berdua sama-sama menyukai suasana kampus yang asri, sering menghabiskan waktu di taman dengan rekan-rekan mahasiswa yang lain, berdiskusi tentang berbagai hal, atau sekadar menikmati secangkir kopi di kafe kampus. Hani, dengan semangatnya yang menular, entah bagaimana caranya selalu membuat hari-hari Hana penuh warna.
Suatu hari, Hana dan Amalia sedang melintas di halaman depan perpustakaan. Ia melihat Hani sedang berbincang dengan beberapa mahasiswa lain di sebuah gazebo. Mereka terlihat serius membahas sesuatu, dan sesekali mereka tertawa bersama. Hani yang melihat Hana melintas, melambaikan tangannya ke arah Hana.
Hana, yang pada awalnya memang penasaran, mendekati Hani. "Hai, Hani," sapa Hana. "Kamu sedang ngapain?"
"Oh, ini," jawab Hani. "Aku lagi ngobrol sama teman-teman dari Mapala. Kita lagi ngomongin tentang rencana pendakian di bulan depan."