Hana tersenyum tanpa sadar, menyaksikan pemandangan itu. Ia terharu melihat mahasiswa bertopi hijau itu begitu dekat dengan anak-anak kampung. Lagi-lagi cowok bertopi hijau itu memberikan semacam rasa nyaman dan kehangatan di hati Hana.
Amalia, teman Hana yang duduk di sebelahnya, menatap Hana dengan heran. "Kenapa kamu tersenyum?" tanyanya.
"Aku cuma lihat cowok bertopi hijau dari fakultas sebelah itu sedang bermain bola dengan anak-anak kampung," jawab Hana. "Mereka terlihat sangat bahagia."
"Oh," kata Amalia. "Aku juga pernah melihatnya. Dia memang suka main-main dengan anak-anak kampung."
Hana mengangguk, ia melanjutkan membaca, menikmati suasana tenang dan syahdu di perpustakaan. Tapi pandangannya sesekali terarah ke halaman belakang.
Di hari yang lain, Mentari sore mulai meredup, menghasilkan langit jingga kemerahan yang menawan. Hana berjalan santai di bawah naungan pepohonan rindang di kompleks kampus, menikmati suasana senja yang menenangkan. Ia baru saja menyelesaikan kegiatan kampus dan bersiap untuk pulang.
Tiba-tiba, sebuah topi hijau jatuh tepat di hadapannya. Hana terkesiap, menatap ke atas, mencari sumber topi itu. Ia melihat seorang cowok sedang memanjat pohon dengan gesit. penampakan itu terlihat familiar, ia adalah mahasiswa bertopi hijau yang beberapa kali ia lihat beberapa waktu belakangan.
Mahasiswa itu segera turun dari pohon, mendekati Hana dengan wajah yang sedikit gugup. "Maaf, topi saya jatuh dan bikin kamu kaget," katanya. "Tak sengaja, hehe."
Hana tersenyum. "Tidak apa-apa," jawabnya. "Saya kira topi ini milik orang lain."
Dengan mimik keheranan, Hana bertanya, "Ada urusan apa kamu manjat-manjat pohon segala?"
"Oh, iya," kata cowok itu. "Saya baru saja mengembalikan anak burung yang jatuh dari sarangnya. Ternyata, dia belum bisa terbang dengan baik, jadi saya harus memanjat pohon mengembalikan si burung ke sarangnya."