Mohon tunggu...
Jarang Makan
Jarang Makan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penggemar content manajemen, pengembangan diri, dan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu-ibu dan Dilemanya

23 Desember 2023   18:35 Diperbarui: 23 Desember 2023   18:48 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ibu jangan bilang seperti itu. Justru saya kagum sama ibu yang begitu tabah berusaha menghidupi keluarga dan anak-anak ibu dengan keringat sendiri. Kapan hari saya menyempatkan berkunjung menemui nenek. Dari cerita beliau sedikit banyak saya bisa memahami kondisi ibu," Yuni menghibur.

"Saya sudah pasrah dengan pendidikan anak-anak saya, mbak. Masih untung mereka masih bisa bersekolah. Sebenernya saya ingin seperti para ibu yang lain, ngasih bimbingan belajar tambahan kalau anaknya kesulitan belajar. Tapi kondisi nggajk memungkinkan. Untung ada mbak yang bersedia mengulurkan tangan."

"Ah, itu bukan hanya saya, bu. Ada ibu-ibu dan mbak-mbak yang lain di lembaga ini yang ikut membina anak-anak di sini. Lagian saya kalau boleh dibilang juga punya pamrih pribadi."

"Maksudnya?"

"Aduh jadi curhat nih," Yuni sedikit tersipu tapi lalu berkata, "Saya merindukan punya momongan, bu. Mengobati kerinduan itu saya lalu menawarkan sedikit kemampuan saya. Sambil berharap semoga keinginan saya segera terkabul."

"Ah, saya kira pamrih apa," ibu si Samsul sedikit tersenyum, "Kalau begitu saya ikut bantu mendoakan biar mbak disegerakan mendapat momongan."

"Amin, terima kasih doanya, bu."

Dua wanita ini melanjutkan percakapan hingga beberapa saat. Setelah menemui beberapa pembina dan pengurus yang sedang ada di sekretariat, ibu si Samsul lalu berpamitan. Ia tidak bisa lama-lama meninggalkan pekerjaan, esok ia harus kembali ke kota besar.

Akhirnya saat ujian semester tiba. Samsul sudah lumayan lancar membaca, walau untuk menulis ia masih kesulitan. Bila sebelumnya Samsul harus dibacakan saat mengerjakan soal, kini sudah tidak lagi. Walau selangkah kecil, ini tetaplah sebuah pencapaian. Walau bukan anaknya sendiri, Yuni merasa seperti seorang ibu yang merasa bangga atas kemajuan anak bimbingannya itu. Dengan perasaan berbunga-bunga, Yuni mengabarkan pencapaian Samsul kepada ibunya yang sedang berjibaku mencari tetes-tetes rejeki di perantauan.

Sosok ibu bisa bermacam ragam. Dan ia sanggup melakukan apapun demi orang-orang yang ia sayangi.

Nama-nama dalam kisah ini hanya khayalan, begitu pula beberapa detil kisahnya. Tapi secara garis besar kisah ini didasari kisah nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun