Di seuatu sore setelah maghrib, Yuni bersama seorang ibu yang juga sesama pembimbing, melakukan kunjungan ke kediaman Samsul. Ketika sampai di sebuah rumah yang sederhana, Yuni dan rekannya ditemui oleh seorang nenek yang sudah termasuk sepuh.
"Inilah tempat tinggal Samsul, mbak. Terima kasih, nenek dibantu mengajari si Samsul. Nenek bukan orang yang pandai. Selama ini nenek hanya membantu sebisanya membesarkan cucu-cucu nenek," nenek si Samsul bercerita.
Pada kunjungan itu Yuni semakin bisa menyelami kondisi keluarga yang menghuni rumah sederhana tersebut. Rumah itu ternyata didiami Nenek si Samsul bersama tiga cucunya. Samsul memiliki seorang adik perempuan dan anak yang satu lagi adalah sepupu Samsul. Ibu kandung Samsul adalah seorang ibu tunggal. Ia bekerja di kota besar sebagai asisten rumah tangga sekaligus menjaga warung milik majikannya. Ini harus ia jalani setelah suaminya meninggal saat bekerja sebagai kuli bangunan beberapa tahun silam. Penghasilan ibu si Samsul termasuk mepet bila dihitung-hitung.
"Ternyata perjuangan ibu si Samsul begitu berat ya, mbak," ucap rekan Yuni saat berjalan pulang dari kediaman si Samsul.
"Benar, bu," Yuni hanya menjawab singkat sambil pandangannya menerawang menembus gelap malam. Pikirannya berkelana membayangkan bilamana ia menggantikan posisi ibu si Samsul. Walau sesama wanita, ia tidak bisa membayangkan betapa berat kehidupan yang dijalani si ibu itu.
"Saya yang masih punya suami untuk bersandar dan masih ada ibu mertua yang terkadang saya mintai bantuan, terkadang masih mengeluh. Bagaimana bila hidup sendiri merantau, terpisah dari anak dan harus menghidupi lima kepala termasuk diri sendiri?" rekan Yuni mengajukan pertanyaan untuk dirinya sendiri.
"Rasanya kita akan malu sendiri bila nggak mau bersyukur, bu," Yuni menimpali perlahan.
Yuni terus melangkah seiring langkah waktu di malam itu, hanya saja langkah Yuni akan terhenti saat mencapai tujuan. Sedangkan waktu akan terus melangkah hingga Sang Pencipta waktu menghendaki waktu itu berhenti.
Sementara itu, Samsul berusaha keras mengejar ketertinggalannya. Terkadang masih ada saja anak yang memperolok dirinya, tapi lebih banyak teman yang menjaganya. Bahkan ada suatu momen saat Samsul membaca, temannya yang lain menyemangati dan mengatakan kalau teman-teman yang lain akan sabar menunggu.
Di suatu hari, ibu si Samsul pulang sebentar menengok anaknya. Tidak lupa ia sempatkan bersilaturrahmi menemui Yuni. Waktu itu, setelah Yuni selesai dengan enam anak bimbingannya di sekretariat, ibu si Samsul memasuki ruangan. Setelah berbasa-basi dua wanita ini mulai memasuki pembicaraan yang lebih serius.
"Terima kasih, mbak. Saya nggak tau bagaimana bisa membalas kebaikan mbak. Saya merasa seperti ibu yang tak bisa ngajari anaknya," ucap ibu si Samsul penuh penyesalan.