Â
Planet air tanpa daratan, itulah kamu sang penakluk
Palung terdalam, di sanalah aku menempatkan ketenggelamanku
Masa, hanyalah kecakapan menyesatkan saat kita berpacu dengannya
Lalu menulis puisi cinta, aku tak sedia waktu saking tangkasnyanya masa lewat
Tapi ya, kamu aku cintai begitulah intinya,
Shhhhh... kusayapkan kalimat-kalimat ini..
Sudah halaman yang ke sekian ratus, tapi yang kutulis masih saja kata yang sama; rindu, biru, haru
"Bagaimana rasanya?" kaukah itu yang bertanya?
Bahagia, yang tak berkesudahan, serupa air di planet tanpa daratan, biru warna kedalamannya
Biru,
menaklukan
Biru,
Menenggelamkan.
Tapi penjelasanku tak memadai, bukan?
Ia hanya mewakili dari banyak
Bahagia bukan lagi berdefinisi pelangi,
Bahagia tak pernah jauh-jauh dari sampingmu.
Hening, pesanku sampai tidak?
Tak apa, tetap kulanjutkan
Begini, waktu bersamamu selalu mengalahkan banyak kebahagiaan di masa yang....
Sial, lagi-lagi terpotong kedipan mentari, sekarang ia menuju takhta
Baiklah, kuakhiri, "Selamat cinta, Pagiku,"
*Potret berarti gambar atau lukisan yang seringkali merepresentasikan seseorang, yang mana seseorang tersebut menjadi dominan dalam gambar. Seri Potret berisikan 'surat terbuka' dalam bentuk puisi yang ditujukan untuk satu orang. Pesan yang disampaikan bisa perihal penantian, rasa cinta, rindu, dll. Semoga bertemu di Seri Potret selanjutnya!
Puisi Seri Potret Sebelumnya :
Potret II
Potret III
Potret IV
Puisi Lainnya:
Sepertinya Ada yang Tak Nampak di Jendela
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI