1.
2.
3.
Petir mewajibkan kehendak gumpalan awan abu taburkan sejuta lebih tetesannya ke bumi, di sini lah aku harus melonggarkan genggamanku padamu,
“Kamu suka hujan, kan?” tanyaku,
“Tidak,” tapi kamu tergesa melepaskan genggamanku, menyebabkan kamu sudah di tanah duluan. Disusul aku kemudian, lalu berulang kali kami terpisah karena hujan selalu jatuh ke bumi diwakili tetesan tak terbilang. Dan kami hanya tetesan-tetesan itu. Tapi mari tak keluhkan itu.
Aku dan Kamu
Aku saja bisa menyukai hujan kala memaknainya dengan kamu, mengapa kamu tidak? Huft,
Setiap harinya aku bimbang, karena biasanya mengharap hujan luruh demi kisah unik yang kutunggu-tunggu di jalan nanti. Tapi, melihatmu tak menyukainya, aku setengah berharap hujan tak turun dulu. Sayangnya musim hujan kali ini setia, ia tepat datang setiap Senin sampai Minggu.
Barusan kamu bilang mulai menyukai air langit, biar kuuji. Berjalan terus menembus hujan, tak butuh menunggu reda karena itu sama saja menunggu kotak kosong. Bajumu setengah basah, bedakmu luntur, aku terpaku. Memberhentikan jalanku.
“Mengapa terpecat?” ketika kamu menyadari aku tak menurutkan jalanmu,