Mohon tunggu...
Zahra El Fajr
Zahra El Fajr Mohon Tunggu... Penulis - a melancholist

Teacher | Fiksiana Enthusiast | Membaca puisi di Podcast Konstelasi Puisi (https://spoti.fi/2WZw7oQ) | Instagram/Twitter : zahraelfajr | e-mail: zahraelfajr@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | A-Zed

21 September 2016   22:16 Diperbarui: 31 Maret 2020   02:21 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A

Musykil belaimu kugapai, Zed. Talak sudah kujatuhkan, teruntuk Jeny. Kugapai kian, makin-makin gugur hanya meluncur ke bawah semasih belum sampai menghirup lebu gerbang hatimu. Kau brengsek! Tapi aku lebih. Aku mengecap kepuasan bersama Jeny tapi berbeda kalau badai jenuh menghantam menerlantarkanku di daratanmu. Aku mendambakanmu.

Zed

Aku mencintamu, Toer. Selalu akan, selalu selalu, dan selalu tak jeda. Amat enggan jikalau badai makian apapun mengganggu serambi kami. Tak sudi--sangat selain maut merobek kami. Tak ingin makhluk kecaman ini tiba jengkal muka dariku.

A

Dustaanku tak terjumlah. Lain daripada perasaan ini yang sah adanya padamu, Zed meskipun kemesraanmu dengan Toer murni. Lagi, mengapa harus Toer dan tidak aku? Aku benar tak tahan. Kau ucap tak menganggap cinta itu nyata. Munafik akhirnya kau mempercayai cinta di tangan Toer bukan yang kutawarkan lebih dulu. Milikku lebih nyata biar kubuktikan.

Zed

Sialan! Pindah ke kota ini tak menyelesaikan perkara, dia malah mengikuti kepindahanku dan kabarnya menceraikan istrinya yang penuh sandiwara itu. Aku muak dihantui istrinya yang serakah itu—Ah mereka sama-sama serakah. Aku harus menutupi ini semua dari Toer. Harus beralasan apalagi untuk alasan pindah rumah? 

A

Tuhan, Dewa, Iblis manakah kekuatan kalian yang paling bisa kuandalkan? Aku ingin merampas masa lalu untuk diubah atau takdir yang kusunting yah. Ingin kuhapus sapaan Toer di setiap harinya Zed. Atau, jadikan aku serupa berkuasanya seperti kalian, agar semua suratan ini berantung inginku.

Zed

Jauh sebelum kemunculan A di buku kosong yang Tuhan sedang tuliskan, rasanya aku tak pernah menginginkan kematian pada makhluk. Menjadilah jahat sisi gelap di diriku. Bertapa ke rumah pemujaan Dewa membuat batinku tenteram tak muram, namun melihatmu membuntuti, resah kembali mendesah di dalam sanubari. Kudekap erat Toerku.

A

Aku tak pernah bisa tidur.

Zed

Aku tak pernah mau tidur.

Toer

Di gang belakang apartemen, salju menyelimuti tubuh. Sangat menumpuki, salju yang membalut dada hingga perut itu berwarna merah. Ya, salju itu menyembunyikanku dari orang-orang acuh yang berlalu-lalang sebelum ada yang menemukan bungkusan diriku. Berkali-kali tusukan menghunus tubuhku tanpa imbangan. Pasrah, biar saja. Ingin kupastikan jelitanya bidadari surga menurut kitab.

Zed

Aku di lain tempat. Kabur entah harus selanjut mana jauhnya. Sudah bimbang antara hidup atau tak hidup. Hidupku dipenuhi ketakutan, dan kehilangan. Matiku, tak tenang. Siapa pun itu, jahat yang telah membuatku kesepian tanpa Toer. Tangisku sampai tak ada yang tinggal lagi, mengumpat sudah membuat keram lisanku. Melawannya pun ku takut. Melarikan diri selagi berdaya.

A

Mudah bagiku merayu Zed agar mau denganku. Ya, sekarang Toer sudah almarhum, kebahagiaan yang telah lama kurindukan. Kucari Zed sampai menemui titik temu, kudekati sampai ia tersangkut padaku. Dan kami akan bahagia bersama. 

Zed

Butuh waktu panjang akhirnya aku reda dari kesedihan itu. Pram yang kini bersamaku ini penawarnya. Kuceritakan segala yang kualami terdahulu. Ia akan menjagaku tanpa tidak. Aku merasa aman lagi, aku merasa bahagia lebih-lebih kalau kebahagiaanku kini kau saksikan, A. Tak sabar melihatmu menyerah. Aku sedang berupaya memancing menyerahmu.

A

Siapa laki-laki itu? Anjing benar kau, Zed! Mengapa kau tak sedia denganku tapi dengan murahnya pada laki-laki lain? Pisau bekas Toer masih kusimpan, akan kuasah dahulu malam ini. Jangan katakan aku tak waras, seginilah justru sewaras-warasnya aku.

Jeny

Sudah lebih dulu pisauku menerobos detak jantungmu yang terhenti, A. Neraka sekalipun tak sudi menerimamu. Pergilah ke tempat yang lebih mengerikan dari neraka. Aku harus membayarmu pada takdir, agar hidupku tak kau buat rusuh terus. Menghapus jejak, tak lupa. Dah.

Zed

Kelegaan, tentu saja. Setelah sekian lama merencanakan ini. Kupandangi topeng ‘Jeny’ digenggamanku. Apakah aku masih memerlukan ini?

Namaku Zed, 

Jeny tak pernah ada.

Bandung, 21 September 2016

Zahra,

Cerpen lainnya :

Kartu 

Puisi :

Aku Melihat Wanita Tua Menangis di Angkot

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun