Mohon tunggu...
OPA JAPPY
OPA JAPPY Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Acount Baru http://www.kompasiana.com/opajappy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Horeeeee .... Orang Indonesia 'Boleh' Punya Anak di Luar Nikah

17 Februari 2012   07:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:32 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah tidak ada  Anak Haram ... yang  ada adalah ANAK DI LUAR NIKAH (selanjutnya ADLN). Anak tersebut bisa muncul atau ada karena berbagai faktor.  Misalnya, akibat perkosaan (ini adalah hubungan sex diawali dengan kekerasan; di sini terjadi pemaksaan - terpaksa - dipaksa ber/hubungan sex); sex pra-nikah - sex di luar nikah (di sini hubungan sex terjadi karena sama-sama mau/sama-sama ingin dan dengan kesadaran tinggi; biasanya di lakukan atas nama cinta dan kasih sayang).

ADLN  (Anak Di Luar Nikah) biasanya juga terlahir dari perkawinan yang tidak sah; dan kadang orang masih 'pertengkarkan' tentang sah nya suatu penikahan ... misalnya nikah siri dan hidup bersama tanpa nikah - isteri simpanan - dan seterusnya'.

ADLN juga bisa muncul (dari atau ada karena) akibat perkawinan tak berfungsi dalam dunia sex; Pada sikon ini, laki-laki dan perempuan menikmati kenikmatan (hubungan) seks-seksual (biasanya didapat) melalui perkawinan/pernikahan, itu bisa terjadi pada manusia (laki-laki dan perempuan) yang menikah. Dan karena asyiknya menikmati tersebut, terjadi kehamilan pada pasangannya; karena belum atau pun tak menikah, maka muncul pilihan, yaitu aborsi atau dibiarkan lahir. Sehingga di kemudian hari, menjadi masalah tersendiri.

1329462812711416560
1329462812711416560

KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI yang menyatakan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya".

Sangat jelas mengakui status anak di luar nikah; namun itu pengakuan HUKUM; pengakuan yang patut dan harus di terima oleh semua orang Indonesia di Nusantara; yang berada di/dalam pergaruh peradilan Indonesia. Akibat dari keputusan hukum ini, maka ayah biologis dari ADLN, harus bertanggungjawab penuh terhadap anak (dan anak-anak) tersebut.

AKAN TETAPI .... bagaimana dengan hukum moral - hukum sosial - norma dan nilai-2 hidup dan kehidupan yang tak tertulis!? Apakah secara moral ADLN bisa diteriman sebagai sesuatu yang biasa dan lasim, dan tak ada lagi gunjingan sebagai anak haram!?

Atau, karena memang sudah ada pengakuan hukum seperti itu, maka laki-laki dan perempuan (muda) di Nusantara lebih memilih hidup sendiri tanpa nikah. Namun, jika ingin punya anak maka bisa melahirkan tanpa suami atau punya anak tanpa menjadi suami dan isteri; dan itu dibolehkan secara hukum.

Agaknya, kita, mungkin telah siap tentang status ADLN, namun belum tentu ada kesiapan moral - kesiapan agama - kesiapan sosial - kesiapan nilai-nilai untuk menerima ADLN.

ADLN yang terlahir tersebut tidak salah, dan mereka juga tak minta dilahirkan, oleh sebab itu, mereka tak patut memikul beban kesalahan ayah dan ibunya (ayah dan ibu yang kata banyak orang  tak pernah menikah secara agama dan negara).

Terpulang pada hati nurani anda ...

13294638911427935668
13294638911427935668

MK Akui Anak Di Luar NIKAH. Mata artis Machica Mochtar berkaca-kaca. Aura wajahnya tidak bisa menyembunyikan kesenangan usai mendengar Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonannya. Sebab mulai saat ini, negara harus mengakui anak yang lahir di luar pernikahan tetap mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya. "Ini bukan hanya kemenangan buat Iqbal tapi kemenangan buat anak lain di. Mereka kini mendapat hak yang seharusnya didapat," ucap Machica kepawa wartawan usai sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (17/2/2012). Machica Mochtar, istri siri dari mantan Mensesneg (alm) Moerdiono merasa hak-hak anaknya, M Iqbal Ramadhan tidak dipenuhi oleh Moerdiono semasa hidup. Seperti uang bulanan dan biaya sekolah. "Anak-anak punya hak untuk mendapatkan pengakuan dari ayah biologisnya. Kalau Iqbal mau sekolah ini kan penting sekali," papar Machica. Machica mengaku sangat bersyukur dan mengucapkan terimakasih atas putusan MK ini. Sebab kini semua hal yang mengganjal terkait status anak telah jelas pokok permasalahannya.

"Saya mengapresiasi keputusan ini. Dengan adanya putusan ini beban yang mengganjal hilang," papar Machica yang tampil menawan dengan baju terusan warna hijau.

"Setelah putusan MK ini, apa yang akan dilakukan?" tanya wartawan. "Saya besok ada acara di Bangka Belitung. Mungkin setelah itu saya akan berbicara dengan Pak Budi, adik Pak Moerdiono," jawab Machica.

Seperti diketahui, MK siang ini menyatakan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya".

Machicha Mochtar menikah siri dengan mantan Mensesneg Moerdiono pada 20 Desember 1993. Pernikahan ini membuahkan M Iqbal Ramadhan. Namun pernikahan ini tidak berlangsung lama, berakhir 1998. Pada Juli 2008, keluarga besar Moerdiono mengadakan jumpa pers, yang isinya tidak mengakui Iqbal sebagai anak Moerdiono. Pada 2010, Machicha berjuang lewat MK untuk mendapatkan pengakuan tentang status hukum anak Iqbal. Perjuangan Machicha berakhir dengan kemenangan. http://news.detik.com/read/2012/02/17/115654/1844976/10/mk-akui-anak-di-luar-nikah-machica-ini-kemenangan-anak-indonesia?n991101605

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian pengujian UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Uji materi Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) ini diajukan oleh Machica Mochtar. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan,  “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. "Sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya," ujar Ketua MK, Mahfud MD dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Jumat, 17 Februari 2012.

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan, “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut  harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.

Dalam sidang putusan ini, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati memiliki alasan berbeda (concurring opinion).

Menurutnya, secara teoritis, norma agama atau kepercayaan memang tidak dapat dipaksakan oleh negara untuk dilaksanakan, karena norma agama atau kepercayaan merupakan wilayah keyakinan transendental yang bersifat privat, yaitu hubungan antara manusia dengan penciptanya, sedangkan norma hukum, dalam hal ini UU 1/1974, merupakan ketentuan yang dibuat oleh negara sebagai perwujudan kesepakatan warga (masyarakat) dengan negara sehingga dapat dipaksakan keberlakuannya oleh negara (Pemerintah).

Seperti diketahui, pedangdut era 1980-an ini meminta Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan dihapus karena ia merasa dirugikan.

Pasal itu menyebut, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu kandung dan keluarga ibunya. "Saya mengajukan permohonan ini untuk anak saya,  M Iqbal Ramadhan yang berusia 14 tahun. Dia tidak bisa mendapatkan akta kelahiran sehingga membuat status hukumnya tidak jelas," kata Machica di Mahkamah Konstitusi, Senin 26 Juli 2010 lalu. (eh)

http://nasional.vivanews.com/news/read/289045-mk-menangkan-sebagian-gugatan-machica-mochtar

1329464910907827706
1329464910907827706

ABBAH JAPPY PELLOKILA

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun