Entah sejak kapan, pada masa lalu, di saat kecil, menyadari ada perayaan Natal di rumah, di sekitar tempat tinggal,  di kota kelahiran ku. Ketika itu, hampir semuanya baru,  dan  penuh dengan semarak; ada wajah sukacita, ada kesenangan, serta semangat. Itu, di masa itu.
Sekian lama, seturut irama langkah waktu, nuansa yang serupa tapi [hampir] tak sama  serta tak persis, terbentuk pada ruang-ruang kecil di mana ku berada. Ada irama dan aura pahit, sedih, susah, sulit, prihatin; namun tak sedikit suka dan gembira. Ada paduan  serta sekutu kontras yang saling melengkapi sehingga memperkaya suasana. Semua berjalan apa adanya.
Nuansa "sekian lama ... sampai ... dan apa adanya" Â itu, Â akan menjadi serta mencapai sesuatu yang INDAH dan penuh KEINDAHAN, jika membaca xmas cardnya [ketika belum ada hp], serta ketika mendengar ia bicara di ujung sana
Ia, yang sejak 1979 menjadi sendiri karena kehendak KUASA, sanggup meredahkan badai dan gelombang abstrak pada/dalam [setiap] hati yang berjuang, dan hati yang menjadi tak terbentuk karena kekerasan dan kerasnya hidup serta kehidupan.
Itulah dirinya, yang tak terlupakan dari/dalam/oleh semua hati; dan ia tetap ada serta terus menerus ada sebagai yang pernah menghadirkan banyak pribadi-pribadi kokoh.
Kini, pribadi-pribadi kokoh itu, Â telah menjadi sendiri, nanti tak ada doa-doa bersama dan pelukan di rumah tua [rumah tua itu telah tiada]; tak ada doa-airmata dan airmata doa; tak ada antrean panjang menanti ciuman. Tak ada kebiasaan yang berjalan sejak lama dan terus menerus berlangsung, kebiasaan yang paling dinanti. Dan banyak yang tak ada serta tak ada karena ia membawa semua yang pernah ada itu ke alam yang tak terjangkau.
Nanti malam, dan akan menjadi malam-malam 24 Desember selanjutnya, akan menemukan-memasuki Malam Natal, sebagai yatim piatu; dan besok serta besok-besok selanjutnya, juga sama, Natal sebagai yatim piatu. Tetapi, masih teringat dalam ingatan, bahwa dalam hikmatnya berkata bahwa, 'TUHAN tak pernah membiarkan dirimu yatim piatu'
RUMAH
di  Jl Tompello No 9 Kupang
Dibangun tahun '60-an
Di sini, di tempat ini
Ada banyak kenangan
pahit - manis
senang - susah
duka - suka
tawa - air mata
Ibu yang Melahirkan, Ibu yang  Sendiri
Ibu yang  Memelihara, Ibu yang TegarHenny  Theresia Pellokila - Johannes
21 Mei 1936 - 27 Juni 2011
Terlahir dalam kesunyian
di desa yang sepi, Talae Rote tiga per empat abad yang laluKesepian dan kejauhan tempat lahirnya, tak menyurutkan dirinya
untuk maju dan maju, karena ia bukan perempuan biasa
Masa remajanya di habiskan untuk belajar;
sesuatu yang tak biasa bagi gadis-gadis belia seusia dan semasanya
Namun, perkawinan membuatnya berhenti
berhenti dari cita-cita sebagai seorang pendidik
Karena bukan perempuan biasa,
menjadi isteri dan ibu, tidak menghalangi dirinya untuk berbuat;
berbuat banyak untuk suami dan anak-anaknya
Ketika ia masih menyusun rencana agar anak-anaknya
menaiki anak-anak tangga hidup dan kehidupan
Ia harus menjadi ibu sekaligus ayah untuk semua
Hari duka suaminya masih terbayang,
harus dilengkapi dengan hari duka anak tertua
Ia menjadi sendiri untuk semua
tanpa banyak kata dan suara
Sendiri dan kesepian menjadikan ia kuat
Kuat melepaskan anak-anaknya pergi
pergi membangun diri
pergi menyusun hari-hari selanjutnya
Ia hanya bicara dengan mata dan air mata ketika anak-anaknya
melangkah pergi
melangkah kembali
Ia juga bicara dengan mata
bicara dengan kata tanpa banyak suara
ketika satu demi satu anaknya membangun keluarga
dan
ketika anak-anaknya bercerita tentang pahit manisnya keluarga yang mereka bentuk
Ia tidak memberi banyak nasehat kata-kata
tapi sentuhan dan pelukan
Sentuhan dan pelukan yang
melegahkan
menenangkan
menyegarkan
menghibur
Sentuhan dan pelukan
yang menghentikan aliran deraian air mata
Pelukan dan telapak tangannya yang menjadi
bak air mata serta menyimpan dalam hatinya
Ketika satu demi satu
anak-anak menjadi
dan jadi dalam dekapan tangan kasih sayangnya
Ia kembali menjadi PUSAT
bukan lagi PUSAT kesepian dan kesendirian
bukan lagi pusat mengalirnya air mata
bukan lagi pusat derita dan kesedihan
Ia menjadi pusat senyum, pusat cerita cinta, pusat cerita cita
Ia menjadi pusat yang menyatukan semua
Ia menjadi pusat gelak tawa semua anak cucu
Kini, sekian hari yang lalu
PUSAT itu telah pergi
Ia melangkah jauh
Ia menuju kejauahan
Kejauhan yang tak terjangkau
Ia yang tak terlupakan
Ia selalu ada dalam setiap hati
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI