Mohon tunggu...
OPA JAPPY
OPA JAPPY Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Acount Baru http://www.kompasiana.com/opajappy

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Natalan Sebagai Yatim Piatu

24 Desember 2011   03:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:49 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Entah sejak kapan, pada masa lalu, di saat kecil, menyadari ada perayaan Natal di rumah, di sekitar tempat tinggal,  di kota kelahiran ku. Ketika itu, hampir semuanya baru,  dan  penuh dengan semarak; ada wajah sukacita, ada kesenangan, serta semangat. Itu, di masa itu.


Sekian lama, seturut irama langkah waktu, nuansa yang serupa tapi [hampir] tak sama  serta tak persis, terbentuk pada ruang-ruang kecil di mana ku berada. Ada irama dan aura pahit, sedih, susah, sulit, prihatin; namun tak sedikit suka dan gembira. Ada paduan  serta sekutu kontras yang saling melengkapi sehingga memperkaya suasana. Semua berjalan apa adanya.


Nuansa "sekian lama ... sampai ... dan apa adanya"  itu,  akan menjadi serta mencapai sesuatu yang INDAH dan penuh KEINDAHAN, jika membaca xmas cardnya [ketika belum ada hp], serta ketika mendengar ia bicara di ujung sana

Ia, yang sejak 1979 menjadi sendiri karena kehendak KUASA, sanggup meredahkan badai dan gelombang abstrak pada/dalam [setiap] hati yang berjuang, dan hati yang menjadi tak terbentuk karena kekerasan dan kerasnya hidup serta kehidupan.

Itulah dirinya, yang tak terlupakan dari/dalam/oleh semua hati; dan ia tetap ada serta terus menerus ada sebagai yang pernah menghadirkan banyak pribadi-pribadi kokoh.

Kini, pribadi-pribadi kokoh itu,  telah menjadi sendiri, nanti tak ada doa-doa bersama dan pelukan di rumah tua [rumah tua itu telah tiada]; tak ada doa-airmata dan airmata doa; tak ada antrean panjang menanti ciuman. Tak ada kebiasaan yang berjalan sejak lama dan terus menerus berlangsung, kebiasaan yang paling dinanti. Dan banyak yang tak ada serta tak ada karena ia membawa semua yang pernah ada itu ke alam yang tak terjangkau.


Nanti malam, dan akan menjadi malam-malam 24 Desember selanjutnya, akan menemukan-memasuki Malam Natal, sebagai yatim piatu; dan besok serta besok-besok selanjutnya, juga sama, Natal sebagai yatim piatu. Tetapi, masih teringat dalam ingatan, bahwa dalam hikmatnya berkata bahwa, 'TUHAN tak pernah membiarkan dirimu yatim piatu'


KENANGAN

RUMAH

di  Jl Tompello No 9 Kupang

Dibangun tahun '60-an

Di sini, di tempat ini

Ada banyak kenangan

pahit - manis

senang - susah

duka - suka

tawa - air mata


Ibu yang Melahirkan, Ibu yang  Sendiri
Ibu yang  Memelihara, Ibu yang Tegar

Henny  Theresia Pellokila - Johannes

21 Mei 1936 - 27 Juni 2011


Terlahir dalam kesunyian
di desa yang sepi, Talae Rote tiga per empat abad yang lalu

Kesepian dan kejauhan tempat lahirnya, tak menyurutkan dirinya

untuk maju dan maju, karena ia bukan perempuan biasa

Masa remajanya di habiskan untuk belajar;

sesuatu yang tak biasa bagi gadis-gadis belia seusia dan semasanya

Namun, perkawinan membuatnya berhenti

berhenti dari cita-cita sebagai seorang pendidik

Karena bukan perempuan biasa,

menjadi isteri dan ibu, tidak menghalangi dirinya untuk berbuat;

berbuat banyak untuk suami dan anak-anaknya

Ketika ia masih menyusun rencana agar anak-anaknya

menaiki anak-anak tangga hidup dan kehidupan

Ia harus menjadi ibu sekaligus ayah untuk semua

Hari duka suaminya masih terbayang,

harus dilengkapi dengan hari duka anak tertua

Ia menjadi sendiri untuk semua

tanpa banyak kata dan suara

Sendiri dan kesepian menjadikan ia kuat

Kuat melepaskan anak-anaknya pergi

pergi membangun diri

pergi menyusun hari-hari selanjutnya

Ia hanya bicara dengan mata dan air mata ketika anak-anaknya

melangkah pergi

melangkah kembali

Ia juga bicara dengan mata

bicara dengan kata tanpa banyak suara

ketika satu demi satu anaknya membangun keluarga

dan

ketika anak-anaknya bercerita tentang pahit manisnya keluarga yang mereka bentuk

Ia tidak memberi banyak nasehat kata-kata

tapi sentuhan dan pelukan

Sentuhan dan pelukan yang

melegahkan

menenangkan

menyegarkan

menghibur

Sentuhan dan pelukan

yang menghentikan aliran deraian air mata

Pelukan dan telapak tangannya yang menjadi

bak air mata serta menyimpan dalam hatinya

Ketika satu demi satu

anak-anak menjadi

dan jadi dalam dekapan tangan kasih sayangnya

Ia kembali menjadi PUSAT

bukan lagi PUSAT kesepian dan kesendirian

bukan lagi pusat mengalirnya air mata

bukan lagi pusat derita dan kesedihan

Ia menjadi pusat senyum, pusat cerita cinta, pusat cerita cita

Ia menjadi pusat yang menyatukan semua

Ia menjadi pusat gelak tawa semua anak cucu

Kini, sekian hari yang lalu

PUSAT itu telah pergi

Ia melangkah jauh

Ia menuju kejauahan

Kejauhan yang tak terjangkau

Ia yang tak terlupakan
Ia selalu ada dalam setiap hati


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun