Mohon tunggu...
OPA JAPPY
OPA JAPPY Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Acount Baru http://www.kompasiana.com/opajappy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orientasi dan Disorientasi

5 Mei 2011   15:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:02 1375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orientasi yaitu tujuan [dan bertindak sesuai tujuan tersebut] yang hendak dicapai oleh seseorang, kelompok, serta kumpulan atau organisasi. Jadi, orientasi lebih luas dari sekedar tujuan [dan juga bukan tujuan akhir], karena menyangkut keseluruhan tindakan, sikap, usaha, serta berhubungan erat dengan misi dan visi yang akan [hendak] dicapai. Sedangkan, disorientasi berarti kehilangan orientasinya atau sudak tidak mempunyai orientasi. Secara sederhana, disorientasi adalah kehilangan orientasi. Disorientasi merupakan penyimpangan dari misi dan visi semula; penyimpangan yang terus menerus terjadi, dan tidak pernah ataupun sulit untuk diperbaiki, ataupun berusaha agar menjadi normal.

Orientasi dan disorientasi bagaikan dua sisi mata uang yang saling berkaitan satu sama lain. Perubahan oreintasi menjadi disorintasi dan sebaliknya dapat saja berlangsung dengan cepat serta tak terduga ataupun terencana. Dan ada banyak faktor yang mendorong sehingga terjadi perubahan tersebut.

Misalnya, kumpulan atau organisasi [apapun bentuknya] mempunyai dua orientasi yaitu laba dan nir-laba. Manusia, dalam hidup dan kehidupannya, mempunyai orientasi yang berhubungan dengan waktu masa lalu, kini, dan akan datang; serta orientasi diri secara horisontal dan vertikal. Kumpulan atau organisasi yang berorientasi keuntungan atau laba, misalnya usaha perdagangan, jasa, dan lain sebagainya. Sedangkan organisasi yang mempunyai orientasi nir-laba, antara lain lembaga pendidikan, institusi sosial, lembaga sosial masyarakat, organisasi keagamaan, dan lain-lain. Masalah-masalah ekstern dari luar organisasi dan diri manusia yang mengelolanya bisa menghantar atau menjadikan laba menjadi nir-laba ataupun nir-laba menjadi laba.

Orientasi horisontal dan vertikal pada manusia, merupakan tampilan diri, berupa kekuatan, kemauan, sikap, serta kapasitas diri seseorang yang difungsikan untuk berhubungan dengan hal-hal atau pribadi-pribadi di luar dirinya sendiri; serta digunakan untuk menjangkau, memperoleh, memenuhi kebutuhan dan keinginannya; sekaligus sebagai salah satu cara untuk mencapai cita-cita pribadi, sosial maupun keagamaan atau spiritual.

Orientasi vertikal mempunyai kaitan anthropologis dan Ilahi; secara radikal bisa merugikan karena dilakukan secara sempit; artinya hanya tertuju pada manusia atau seseorang, misalnya atasan, bos, dan lain sebagainya; atau hanya tertuju kepada agama ataupun TUHAN. Jadi, jika berorientasi kepada TUHAN maka melupakan manusia, atau sebaliknya. Orientasi horisontal dan vertikal mempunyai dua sisi, yaitu sempit dan luas. Orientasi horisontal hanya terarah pada manusia, alam, dan lingkungan hidup dan kehidupan kekinian; terbatas pada waktu dan tempat.

Mereka yang mempunyai orientasi horisontal yang sempit, adalah orang-orang mempunyai sifat dan sikap SARA dan KKN. Bagi mereka, sesama manusia adalah orang-orang sesuku atau sub-suku, segolongan, seagama, sama status sosialnya, dan sanak famili atau keluarganya. Dengan itu, ia mempunyai perhatian dan kepedulian yang terbatas dan cenderung picik.

Sedangkan, orientasi horisontal yang luas, adalah orang-orang yang mempunyai penghargaan dan penilaian tinggi kepada kepada harkat manusia dan kemanusiaannya serta HAM. Mereka adalah orang-orang yang menghargai perbedaan dan keragamaan [pluralistik]; serta mempunyai kepekaan yang tinggi kepada pergumulan dan persoalan kemanusiaan, kemudian berupaya [ikut mengambil bagian] untuk merperbaikinya walaupun kekuatan untuknya terbatas. Mereka mampu melihat hal-hal yang terjadi pada orang lain [walau berbeda SARA] sebagai persoalan dirinya, sehingga memberi saran atau bantuan agar terjadi perubahan.

1329464910907827706
1329464910907827706
Orientasi Vertikal yang berkaitan dengan manusia, adalah orang-orang, karena fungsi dan tugasnya, mempunyai sikap takluk dan kesetiaan mutlak kepada atasan, bos, ataupun pimpinannya. Pada umumnya, mereka adalah para penjilat; bersikap asal bapak-ibu senang; kesetiaannya tergantung pada tempat dan rentang waktu kekuasaan atasannya, serta bisa diukur dengan sejumlah uang; dapat berubah kesetiaannya sesuai besar atau kecilnya kesempatan dan sejumlah keuntungan yang [akan] diperoleh. Mereka berani membela atau membenarkan kesalahan dan ketidakadilan, demi keuntungan atau pun keselamatan atasannya.

Sedangkan, orientasi vertikal ke Ilahi adalah sikap seseorang yang hanya tertuju kepada TUHAN dan agamanya. Segala sesuatu yang dilakukan pada sikon sosial-kultural-masyarakat sebagai upaya agar mempersembahkan hasilnya kepada TUHAN melalui kegiatan-kegiatan keagamaan. Hal itu merupakan sesuatu kebaikkan, namun sayangnya, tanpa kepedulian kepada masalah-masalah sosial dan kemanusiaan yang berkembang atau ada di sekitarnya. Sikon seperti itu, bisa melahirkan orang-orang fanatik; bahkan mudah dijadikan sebagai alat-alat kekerasan serta kerusuhan sosial.

Manusia yang mempunyai orientasi masa lalu [kembali berorientasi masa lalu], adalah mereka yang telah purna tugas. Mereka adalah para pensiunan sipil dan militer; pahlawan dan veteran perang; dan pada umumnya telah menjadi opa-oma atau kakek-nenek. Mereka selalu bercerita tentang pengalaman dan kenangan masa lalu [misalnya, ketika revolusi, keberhasilan masa muda]; semuanya itu sekaligus sebagai suatu kebanggaan, yang menurutnya harus ditiru oleh anak cucu. Pada sikon seperti itu, maka mudah dimengerti jika ada oma-opa yang [terus menerus] bercerita tentang semua pengalaman masa lalunya; walaupun anak-cucu atau orang-orang di sekitarnya sudah ratusan kali mendengarnya. Dan ketika, suara atau cerita tersebut tidak ada yang mendengar [karena membosankan], maka akan muncul kekecewaan dan stress, kemudian menganggap bahwa sudah tidak ada yang mau mendengarnya, tak diperhatikan, diremehkan, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun