Mulai 1953, Unimog ditorehkan noktah kebesaran Three-Pointed Stars milik Mercedes-Benz. Di tahun yang sama deretan varian ini makin lengkap berkat hadirnya versi folding top. Dua tahun berselang, Unimog S memulai karir barunya sebagai kendaraan angkutan dan tempur di angkatan bersenjata di beberapa Negara. Popularitas Unimog juga makin terdongkrak untuk kalangan sipil, khususnya untuk globetrotters dan juga ekspedisi.
[caption id="attachment_354489" align="aligncenter" width="515" caption="https://indomiliter.files.wordpress.com/2010/01/1287241_cimg0163a.jpg"]
Angkatan darat kita memiliki kendaraan jenis ini, dikarenakan cocok untuk melahap medan berat. Mobil ini biasanya untuk mengangkut pasukan, mengirim logistik kedaerah terpencil karena postur mobil yang tinggi dan 4 penggerak roda, sehingga medan seberat apapun bisa dilibasnya. Tak khayal banyak pecinta Off-Roader sangat mengidolakan mobil jenis Truk ini, walaupun harga bekasnya masih menembus harga Rp.450.000.000,- itupun tahun keluaran lama.
Mungkin dengan tampilnya mobil jenis Unimog pada Demontrasi Putusan MK tanggal 21 Agustus 2014 kemarin. Bisa dipastikan harga dan animo masyarakat terutama para Off-Roader akan membuat nama Unimog semakin melejit kembali.
Untuk pemilik jenis mobil ini di Indonesia, boleh dikatakan jarang sekali. Dari sumber yang saya baca (TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA) Jendral Pramono Edhie Wibowo ternyata memiliki hobi yang tidak jauh dari kesehariannya saat bertugas dahulu. Sebagai Jenderal purnawirawan, Pramono memiliki koleksi mobil truk militer Unimog.
Adik Ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengungkapkan mobil tersebut sangat diperlukan untuk mengirimkan logistik militer. Saat masa kepemimpinan Megawati, mobil Unimog tidak lagi digunakan sebagai kendaraan operasional.
"Mobil itu tidak terpelihara, lalu dijual untuk umum, seperti barang rongsokan," kata Pramono mengenang.
Pramono yang sudah mencintai kendaraan tersebut akhirnya mengajukan pembelian dua mobil Unimog. Namun, mobil itu tidak bisa dijalankan karena tidak dirawat. Ia kemudian mencoba memperbaiki kedua mobil itu.
"Sudah tiga tahun tidak jalan, tapi akhirnya mesinnya bisa diperbaiki," kata Pramono.
Pramono tidak menceritakan berapa biaya yang ia keluarkan untuk kendaraan yang disenanginya itu. Ia mengatakan kendaraan merk Mercedez Benz itu sangat disukainya dan menjadi tantangan untuk merawatnya.
Ia mengaku beruntung pabrik di Jerman masih memiliki suku cadang kendaraan tersebut. Sehingga bila ada permasalahan, Pramono tinggal mengirimkan suku cadang ke Jerman untuk diganti yang baru.