Aku dengar orang berpuisi itu ingin mengekspresikan diri,Â
namun apa yang menjadi jiwanya?
apa yang mengayuh dayung-dayung lariknya?
siapa yang menjadi kusir diksinya?
    "apakah aku berpuisi untuk mendapatkan pujian orang ?"
     "atau aku berpuisi untuk menjajah sang sunyi?"
     "atau sedang mengambil hati seorang pembaca? "
      "atau karena tidak ada kerjaan saja ? "
menurutmu apa?Â
pernah sekali, aku mengutuki diri sendiri karena berpuisi,
membabibuta kutukan itu masuk ke dalam kalbu
puisimu bohong, puisimu ilusi, puisimu cetek,Â
kucoba membela diri, aku bukan pujangga,Â
tetap saja sang pengutuk tidak puas,Â
lalu apa maknanya ?Â
menghabiskan jutaan detik demi sebuah karya yang hanya dinikmati segelintir orang,Â
mengorek - ngorek inspirasi untuk dapatkan diksi yang tepat demi bait-bait yang mendayu-dayu
kalau begitu, puisi macam apa ini ?Â
yang habis termakan ilusi sebuah ragu,Â
yang rusak terisolasi penjara diksi,Â
yang koyak tergigit taring metode,Â
yang bodoh jangan menulis, begitu kata orang pintar
orang pintar minum tolak angin, begitu kata orang bodoh
ku coba menggoreskan tinta maya, ......
aku termenung di sini,Â
di bawah bayang - bayang syahdu memori tentangmu yang birahi,
preeeeet....ngapusiiii!!!!!
puisi macam apa ini ?Â
sambil melempar gelas ke lantai.....
J A Parris  untuk kompasiana 08.09.2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H