(Data: sebelum 1997 dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) dan Canadian International Development Agency (CIDA) - Collaborative Environmental Project in Indonesia (CEPI). Data 1997/1998 dari Asian Development Bank (ADB) . Data 1999-2005 berasal dari Departemen Kehutanan Indonesia)
Kebakaran hutan di Indonesia tahun ini diyakini akan mencatat rekor sebagai yang terparah dalam sejarah. Penyebabnya adalah fenomena el Nino yang membuat kondisi cuaca mengering dan memperpanjang kemarau. Kebakaran hutan menyebakan kabut asap yang melanda Sumatera dan Kalimantan dan diyakini akan menjadi yang terpanjang dalam sejarah. Ribuan orang dilaporkan terkena infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) sejak kabut asap menggelayut di langit Sumatera dan Kalimantan. ISPA sejatinya disebabkan oleh infeksi virus, bukan oleh kabut asap. Tapi polusi udara yang parah, ditambah dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh bisa mengakibatkan gangguan pernafasan. ISPA selama ini banyak menjangkiti anak-anak dan kaum manula. Kabut asap juga berpotensi mengakibatkan gangguan pernafasan dan penyakit paru kronik yang dapat menyebabkan kematian. Saat ini dikabarkan kabut asap akibat kebakaran hutan sudah menyebabkan korban meninggal dunia sebanyak 12 jiwa di Sumatera dan kalimantan.
Total nilai kerugian akibat bencana asap di tahun 2015 belum bisa dihitung. Namun, berdasarkan data BNPB, kerugian akibat kebakaran di Indonesia yang terbesar terjadi pada tahun 1997, yaitu mencapai 2,45 miliar dollar AS. Saat ini, untuk Jambi saja kerugian diperkirakan Rp 2,6 triliun akibat pencemaran udara yang timbul oleh kabut asap, dampak ekologis, ekonomi, kerusakan tidak ternilai, dan biaya pemulihan lingkungan. Nilai kerugian itu belum termasuk kerugian sektor ekonomi, pariwisata, dan potensi yang hilang dari lumpuhnya penerbangan. Kerugian yang terjadi di Provinsi Riau akibat kabut asap juga tidak ternilai. Luas lahan yang terbakar saat ini sudah mencapai 3.200 ha. Tahun 2014, luas areal yang terbakar lebih dari 60.000 ha dan penderita ISPA lebih dari 60.000 orang. Lebih dari sepekan, anak sekolah di Pekanbaru, Pelalawan, Bengkalis, Kuantan Singingi, dan Indragiri Hulu diliburkan. Menurut Kepala BNPB kerugian akibat kebakaran lahan dan hutan serta bencana asap di Riau tahun 2014, berdasarkan kajian Bank Dunia, mencapai Rp 20 triliun.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam mengatasi kebakaran hutan dan kabut asap. Penggunaan pesawat water bombing, pesawat hujan buatan serta pengerahan aparat mulai dari pihak militer hingga PNS telah dilakukan dalam upaya memadamkan titik api. Beberapa negara juga terlibat membantu upaya pemadaman, Singapura, Malaysia dan Australia, bahkan Jepang memberikan bantuan berupa fire extinguisher yang merupakan bahan kimia foam agent untuk mematikan api. Namun hingga saat ini berbagai upaya yang dilakukan tidak membuahkan hasil yang signifikan.
KAJIAN PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN
Beberapa tahun yang lalu, saat menjadi Kepala Kantor Wilayah Departemen Transmigrasi di Kalimantan Timur (Kaltim), pada tahun 1982 – 1983 terjadi kebakaran hutan yang besar di Kaltim yang meluas hingga area pemukiman penduduk transmigran. Puluhan ribu rumah terbakar, lahan perkebunan dan pertanian milik transmigran rusak dan menyebakan kerugian moral dan material pada para transmigran. Kanwil Departemen Transmigrasi Kaltim saat itu telah melakukan survey dan upaya-upaya penanganan kebakaran hutan serta berusaha meminimalisir dampak yang ditimbulkan. Secara jujur harus diakui upaya penanganan kebakaran hutan tersebut tidak menghasilkan solusi yang tepat, dan hingga saat ini kebakaran hutan masih tetap terjadi dan masih tetap sulit diatasi.
Berdasarkan survey dan penelitian yang dilakukan Kanwil Dept. Transmigrasi Kaltim saat itu telah diinventarisir penyebab kebakaran hutan :
- Bahwa harus diakui ada perusahaan perkebunan yang membuka lahan dengan cara membakar hutan, yang mana sesungguhnya kegiatan ini sebenarnya diatur dengan UU dan peraturan-peraturan daerah.
- Kebiasaan penduduk setempat yang membuka lahan untuk bercocok tanam setiap musimnya dengan cara membakar sebagian lahan hutan
Dari sini diketahui bahwa membuka lahan perkebunan baik oleh perusahaan maupun oleh penduduk perorangan dengan membakar hutan merupakan cara yang paling dipilih karena cepat dan berbiaya murah. Namun sayangnya mereka belum atau tidak memahami bahwa cara ini menciptakan potensi perluasan titik api ke area lain karena faktor angin, cuaca kering dan lain-lainnya sehingga menyebabkan kebakarannya menjadi tidak terkendali.
Dengan aturan dan pengendalian yang ketat sekalipun upaya penanganan kebakaran hutan tetap akan sulit diatasi. Masih sangat memungkinkan terjadi perluasan area hutan yang terbakar karena ada yang diluar dari faktor kemampuan manusia seperti : arah angin, kondisi cuaca yang mengalami perubahan iklim (dapat merubah trend musim pembukaan lahan untuk berkebun) dan kondisi hutannya itu sendiri; --dalam beberapa kasus pemadaman kebakaran, api yang mati hanya pada bagian atas, sementara api yang berada pada rongga-rongga bawah pepohonan belum padam dan berpotensi membesar kembali--.
Disamping itu upaya pemadaman kebakaran dan penanggulangan atas kerugian yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk penanggulangan kebakaran hutan tersebut.