Pada era digitalisasi ini, teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah AI (Artificial Intelligence) yang dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti google assistant dan Siri. AI berhasil mempermudah manusia dalam berbagai bidang. Saat ini, AI yang awalnya dikembangkan untuk memecahkan masalah kognitif yang umumnya terkait dengan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, telah memasuki dunia kreatif.Â
"Kreativitas" AI dapat digunakan dalam berbagai kegiatan manusia yang dianggap memerlukan kreativitas, seperti menulis cerita, membuat lagu, dan membuat ilustrasi. Untuk menghasilkan sebuah ilustrasi, AI memanfaatkan program text-to-image generator. Artinya, AI dapat membuat sebuah ilustrasi hanya dengan mengetik beberapa kata (prompt).Â
Orang-orang, pada umumnya, mungkin menerimanya dengan senang hati. Namun, tidak sedikit juga pertentangan yang muncul mengikutinya, terutama dari orang-orang yang mendalami bidang tersebut. Salah satu buktinya adalah tagar #TolakGambarAI yang sempat trending di Twitter (X) pada awal tahun 2024. Untuk lebih lengkapnya, berikut beberapa alasan atas pertentangan yang muncul.
AI mencuri gambar ilustrator
Gambar yang dihasilkan AI memang tidak memiliki hak cipta. Akan tetapi, "kreativitas" AI tidak hadir begitu saja seperti pada manusia. AI tidak dapat bekerja tanpa data. Oleh karena itu, AI "mencuri" gambar para ilustrator. Maksudnya, data-data yang digunakan AI didapatkan dari gambar yang diambil oleh pengguna jasa AI ilustrasi tanpa izin ilustrator yang bersangkutan. Hal ini dapat dilihat dari gaya dan aset gambar yang digunakan AI.Â
Konsep yang digunakan memang ditulis oleh pengguna jasa AI. Namun, komposisi gambar dipelajari AI dari ilustrasi-ilustrasi yang telah dicuri, sehingga seringkali gambar buatan AI yang ditemui mirip atau bahkan sama persis dengan ilustrasi orang lain. Tindakan plagiarisme ini sangatlah tidak etis. Inilah alasan utama penggunaan AI dalam bidang seni ditentang oleh banyak ilustrator.Â
AI disalahgunakan sebagai alat komersial
Seperti yang kita ketahui, untuk menggunakan jasa ilustrator, kita tentu harus membayar sejumlah uang dan menunggu proses yang cukup lama. Akan tetapi, orang-orang menyukai sesuatu yang instan dan murah (gratis). AI menyediakan hal tersebut. Alhasil, banyak orang yang beralih ke AI.Â
Beberapa orang bahkan mengakui gambar buatan AI sebagai ciptaannya sendiri, mengunggahnya ke media sosial sebagai portofolio, dan menjualnya setara dengan gambar yang dihasilkan ilustrator. Lucunya, tidak sedikit orang yang membeli gambar buatan AI itu. Selain masyarakat umum, beberapa perusahaan besar juga mulai enggan menggunakan jasa ilustrator untuk kepentingan komersial.Â
Ironisnya, meskipun telah mendapatkan banyak kritik dari netizen, perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan alasan memanfaatkan teknologi sebagai pembelaan. Apabila diteruskan, kreativitas dan pekerjaan para ilustrator akan terancam.Â
AI dianggap menghina seniman
Menurut seniman, AI hanya bisa meniru. AI tidak dapat menghasilkan karya seni yang sebenarnya. Seni adalah sebuah media untuk mengekspresikan keadaan jiwa pelukisnya. Akan tetapi, gambar yang dihasilkan AI tampak tidak bernyawa. AI tidak dapat mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan manusia.Â
Selain itu, maraknya penggunaan AI membuat orang-orang sulit membedakan ilustrasi yang digambar manusia dengan ilustrasi yang dihasilkan AI. Meskipun ada perbedaan yang tampak, ilustrator dengan gaya gambar yang serupa maupun yang berbeda jauh tetap sering dituduh menggunakan AI. Akibatnya, para ilustrator terpaksa harus menyertakan bukti, seperti speedpaint saat mengunggah ilustrasinya.
Dari beberapa alasan yang tertera di atas, kita dapat mengetahui bahwa permasalahan utama dari AI art generator adalah hak cipta. Meskipun memiliki banyak kecacatan dan mendapatkan banyak pertentangan, perlu diakui bahwa kehadiran jasa AI ilustrasi berhasil memberikan warna baru dalam dunia seni.Â
Namun, apakah AI akan membantu atau justru merugikan ilustrator tergantung pada penggunanya. Akhir kata, secanggih-canggihnya AI, mereka tetap memerlukan sentuhan manusia untuk bekerja. Di dunia kreatif ini, masih ada cara untuk mengalahkan AI. Oleh karena itu, seniman tidak perlu mengkhawatirkan kehadiran AI.Â
Referensi
Fadilla, A.N., Ramadhani, P.M., & Handriyotopo. (2023). Problematika Penggunaan AI (Artificial Intellegence) di Bidang Ilustrasi: AI VS Artist. CITRAWIRA: Journal of Advertising and Visual Communication, 4(1), 130-136.Â
Putri, D.L. (2023, 9 November). Penjelasan KCIC soal Konten Kereta Cepat Whoosh yang Dibuat dengan AI. Diakses pada 9 Mei 2024, dari https://www.kompas.com/tren/read/2023/11/09/210900665/penjelasan-kcic-soal-konten-kereta-cepat-whoosh-yang-dibuat-dengan-ai?page=all
Rachmansyah, R. (2024, 7 Mei). AI Art: Berkah atau Bencana bagi Dunia Seni?. Diakses pada 9 Mei 2024, dari https://ftmm.unair.ac.id/ai-art-berkah-atau-bencana-bagi-dunia-seni/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H