Mohon tunggu...
Janice Jap
Janice Jap Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dampak Industri Pariwisata Bahari terhadap Keseimbangan Ekosistem Kelautan

7 Mei 2018   15:13 Diperbarui: 25 Mei 2018   21:40 6601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto-foto dokumentasi tim monitoring Mongabay Indonesia pada bulan Juli 2017 yang memperlihatkan kerusakan parah terumbu karang akibat aktivitas wisata dan kapal di kawasan konservasi perairan Nusa Penida, Bali (Suriyani, 2017)

Pemerhati lingkungan Gabriel Mahal dalam Republika.co.id menyatakan bahwa kapal yang hilir mudik di Labuan Bajo kerap sembarangan melakukan lego jangkar bahkan menabrak terumbu karang sehingga merusak terumbu karang yang ada. Markus Makmur dalam travel.kompas.com menambahkan salah satu penyebab terumbu karang di Manggarai Barat rusak dan berkurang disebabkan karena buang jangkar dari kapal-kapal ikan milik nelayan.

Sama seperti yang disebutkan sebelumnya, jika jangkar kapal tersangkut pada terumbu karang maka terumbu karang akan terangkat dan rusak. Sampah yang bersumber dari bawaan dari laut, dibuang oleh pengunjung, dan sampah warga lokal juga merusak lingkungan. Diperkirakan dalam sehari kawasan Taman Nasional Komodo dan di pesisir Labuan Bajo menghasilkan sampah sebanyak 13 ton per hari di mana 80% dari 13 ton tersebut adalah sampah plastik.

Sampah plastik berserakan di pinggir Pantai Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT, Rabu (30/8/2017); foto oleh Markus Makur (2017).
Sampah plastik berserakan di pinggir Pantai Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT, Rabu (30/8/2017); foto oleh Markus Makur (2017).
 

Selain sampah dan kapal, Markus Makmur juga menuturkan bahwa perikanan ilegal (illegal fishing) yang dilakukan dalam skala tradisional maupun skala industri menghancurkan lingkungan laut di Manggarai Barat. Dari hasil survei di pendaratan ikan Labuan Bajo, terdapat 700 bayi ikan hiu dijual dan ditemukan juga ikan pari manta yang dijual dalam dua bulan (Mei 2017-Juli 2017) oleh nelayan. Padahal ikan pari manta termasuk hewan dilindungi dan menjadi daya tarik utama wisatawan asing dan Nusantara.

Wisata bahari jadi ancaman bagi terumbu karang di Lombok Barat

Ekosistem terumbu karang merupakan komponen penting ekosistem laut yang berfungsi sebagai habitat bagi sejumlah hewan-hewan laut. Terumbu karang memiliki nilai ekologis sebagai habitat, tempat untuk mencari makan, serta tempat pemijahan bagi biota laut (Amalia, 2017). Terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh perubahan fisik dan kimia lingkungan yang disebabkan oleh perubahan alami ataupun perubahan yang disebabkan oleh kegiatan manusia.

Amalia Hapsari dalam artikelnya di Tribuners.com menyebutkan bahwa terumbu karang di kawasan Gili Terawangan Lombok kini mengalami kerusakan akibat peningkatan kegiatan wisata bahari bawah laut. Kerusakan terumbu karang itu terjadi karena adanya aktivitas pelayaran kapal wisatawan, penangkapan ikan karang dalam kegiatan wisata, serta kegiatan menyelam para wisatawan yang ingin menikmati keindahan alam bawah laut.

Wisata yang seharusnya memperkaya pengetahuan manusia akan kekayaan ekosistem laut Indonesia justru menyebabkan kerusakan alam itu sendiri, oleh karena itu, diperlukan perencanaan program konservasi terumbu karang yang mengikutsertakan wisatawan dan penduduk lokal sebagai pelaku utama dalam memelihara ekosistem laut, terutama ekosistem terumbu karang.

Wisata bahari jadi ancaman bagi terumbu karang di Karimunjawa

Salah satu penelitian yang di lakukan di Kepulauan Karimunjawa yang merupakan salah satu obyek wisata bahari yang terkenal menyimpulkan bahwa ada beberapa dampak negatif dari wisata bahari yang menyebabkan perubahan zonasi yang diperuntukan sebagai zonasi pemanfaatan pariwisata (Limbong & Soetomo, 2013).

Perubahan fungsi zona tersebut mengancam kondisi lingkungan dan hal ini dapat dilihat dari banyaknya patahan terumbu karang di wilayah yang diteliti. Pengembangan akomodasi pariwisata mengakibatkan berkurangnya lahan terbuka karena menggunaan lahan tanaman bakau (mangrove), sehingga bertentangan dengan penataan ruang wilayah dan pesisir dan pulau pulau kecil (Limbong & Soetomo, 2013).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun