Mohon tunggu...
Ahmad J Yusri
Ahmad J Yusri Mohon Tunggu... Penerjemah - Mahasiswa Fisika UIN Malang

Mahasiswa Biofisika Succesfulness is only result from mature preparation

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tamiya Impian

3 Juli 2022   22:49 Diperbarui: 3 Juli 2022   23:34 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sumber: mobimoto.com

                                                                                                       

Namanya Ocin seorang anak kecil berumur delapan tahun yang tinggal di pemukiman padat penduduk di daerah Jakarta timur. Seperti kebanyakan anak-anak seusianya, dia gemar bermain bersama teman-temannya. Saat itu masih tahun 2009. Anak-anak sedang kepincut dengan namanya trend mobil tamiya, brand terkenal mobil mainan yang digerakkan dinamo bertenagakan batu baterai.

Saban hari Ocin tak henti-henti berdecak kagum akan kemodisan mobil tamiya yang melesat kencang. Ocin sering nimbrung saat anak-anak kampung unjuk gigi dan pamer Tamiya keluaran terbaru untuk diadu di lintasan. Tentu sudah tak aneh jika kebanyakan pemilik tamiya tersebut berasal dari kalangan menengah keatas. Tambah lagi, trend tamiya sangat populer pada saat itu.

"Mak,,,, Ocin mau beli Tamiya kaya si Boron tetangga sebelah!!" ucap Ocin kepada Emaknya yang sedang meracik bumbu untuk nasi uduk.

"Et dah Tong, maap ye, Emak belum bisa beliin mainan kaya dulu. Semenjak babehlu di PHK, emak kerja lebih supaya beras di dapur selalu ada, lagian si Boron  juga bapaknya kerja di Bank, duitnye pasti ngalir aje" tukas Emak sembari memeras santan kelapa.

            "Yaudah nih tong, emak Cuma bisa ngasih seribu ye hari ini"

            "Iya gak papa mak"

Ocin sadar bahwa ia hanya orang miskin yang apa-apa serba kekurangan. Akhirnya ia inisiatif untuk mengumpulkan duit sendiri. Ia melihat kong Ijul suka mengumpulkan paku-paku dijalan dan juga botol-botol untuk dikumpulkan dan dijual. Ocin pun mengikuti cara Kong Ijul mengumpulkan besi-besi yang tersebar di jalanan kampung.

 Tiap hari ia ,mengelilingi kampung untuk mencari paku di jalanan. Terkadang ia ditemani oleh Hasan, sahabatnya yang sama sama orang kurang mampu. Bedanya hasan tak tertarik dengan Tamiya. Uang yang diberikan Emaknya hanya terkumpul seribu perhari. Tentu itu butuh waktu lama untuk mencapai harga tamiya yang kala itu senilai 35 ribu.

Besi-besi lambat laun terkumpul menjadi satu kilo, tapi itu masih dirasa kurang banyak karena di daerahnya Harga besi 1 kilo hanya senilai tiga ribu. Akhirnya dia teringat akan kipas bekas di kamar bapaknya yang sudah rusak. Ia pernah melihat Kong Ijul suka menyongkel isi kipas dan mengambil dinamo yang didalamnya untuk dijual. Ocin pun mengambil kipas bekas milik ayahnya dan membongkar isinya.

Sudah seminggu ia mengumpulkan duit baik dari Ibunya maupun hasil jerih payahnya mengumpulkan loakan. Ia sampai tahan tak jajan disekolah demi membeli Tamiya Idamannya yang sering tayang di Channel Televisi.

            "Gak sabar pengen beli tamiya biar kaya si Boron dan teman-temannya" ujar Ocin

            "Beneran, Mau beli lu Cin. Kalau gue sih takut gampang rusak cin kalo beli tamiya, kan dirumah gue banyak adek." Balas Hasan

            Ocin tetap optimis pada tamiya impiannya yang tak bakal kenapa-napa meskipun sadar kalau ia juga punya adik yang masih kecil.

Di hari kesepuluh sejak Ocin menabung, uang yang ia kumpulkan sudah cukup membeli Tamiya. Akhirnya, dia berangkat membeli tamiya pujaannya di Pasar Ungu yang cukup jauh dari rumahnya. Ocin meminjam sepeda milik hasan untuk pergi kesana. Rasa bahagia, haru, khawatir menjadi satu dalam dirinya sembari menggowes sepeda butut yang tak remnya sudah aus sehingga perlu di rem secara manual dengan kaki. Selama 30 menit, Ocin sampai juga di Pasar Ungu. Ia menyandarkan sepedanya di pohon kelapa dan segera berlari ke toko mainan seberang milik Pak Malik.

            "Cari apa lu tong?" tanya Pak Malik

            "Tamiya Sonic Saber om"

            "Owh, ada tuh dipojokan bentar ya "

            "Berapaan itu om? "

            "Kalo yang ini 40 ribu aja tong" jelas Pak Malik

Seketika, ia memeriksa yang uang dibungkus kantong plastiknya. Ia menerka-nerka dan hanya mandapati 35 ribu. Tatapan ocin jadi sendu.

            "Emang lu punya duit berapa tong?"

            "Cuma 35 ribu om?"

            "Ya udah, gak papa ambil aja ini. Kayanya lu orang jauh ya ?"

            "iya om dari Kampung Beji. Makasih ya om"

Tak disangka olehnya, rupanya Pak Malik memerhatikan Ocin melalui jendela kaca tokonya. Ia merasa kasihan dengan napas Ocin yang tersengal-sengal naik sepeda. Setelah itu ocin sangat merasa bahagia dan senang. Melihat kilatan motif petir di badan tamiyanya langsung membuat ia bugar kembali dan sumringah. Ia melanjutkan perjalanan ke rumahnya dan tak sabar untuk merakit Tamiya kesukaannya.

            "Assalamualaikum Mak, Ocin pulang!"

            "Darimana aja lu Cin, si Arif nih jagain kek gantian."

            "Waalaikumsalam Cin, Hushh, jangan dibentak gitu dong adeknya Yasir!,"

Abangnya yang satu ini nampak tidak senang pada adiknya. Namun ocin menghiraukannya dan langsung pergi kekamarnya di belakang membawa kantong plastik dan kotak didalamnya. Ocin sangat gembira melihat onderdil tamiya dan segera merakitnya menjadi satu bagian. Tetiba "Ocinnn, oy ocin, beliin jajan adeknya nih! Arif nangis mulu!.

Ocin pun menuruti abangnya itu, dia pergi ke warung ujung gang untuk membeli jajan adiknya. Pikirannya ia dipenuhi tamiya. Sehingga ia buru-buru menuju toko dan buru buru pula balik ke rumahnya. Sesampainya di rumah ia tak lagi mendengar suara keributan dan tangis adiknya Arif. Suasana hening seketika. "Mak, Arif kemana? Ini jajanannya". Ia melihat di jalan depan rumah tak ada siapa-siapa. Lalu segera ia kebelakang dan alangkah kagetnya Ocin. Arif adeknya sedang mempreteli dan mematah-matahkan onderdil dari tamiya barunya. Semuanya berhamburan. Kerangka utamanya patah. Tak hanya itu Arifpun ngompol dan membasahi dinamo yang masih baru.

Seketika dunia gelap, Ocin tak dapat berkata-kata. Dalam hati ia menghujat dirinya dan juga abangnya. "Kenapa dibiarkan begitu saja?". Mata Ocin mulai berkaca-kaca. Bulir air asin mulai menetes keluar dari kelopaknya. Sakit dan sakit tapi tak berdarah. Ia duduk berpangku memandang adiknya asik merusak tamiya. Ocin mulai tak kuat.

"Siapa suruh naro barang sembarangan?, duit kok buat beli mainan mulu, bantuin noh emak sama babeh !!!!" bentak Bang Yasir seperti memendam benci.

Ocin makin terpukul, dadanya sesak. Air mata kian deras dari matanya bagai sungai Cisadane kala hujan. Apakah ini mimpi buruk Ocin?. "Mak, Ocin cuma pingin tamiya" bisiknya sambil meringkuk di kamar hingga tertidur. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun