Sudah seminggu ia mengumpulkan duit baik dari Ibunya maupun hasil jerih payahnya mengumpulkan loakan. Ia sampai tahan tak jajan disekolah demi membeli Tamiya Idamannya yang sering tayang di Channel Televisi.
      "Gak sabar pengen beli tamiya biar kaya si Boron dan teman-temannya" ujar Ocin
      "Beneran, Mau beli lu Cin. Kalau gue sih takut gampang rusak cin kalo beli tamiya, kan dirumah gue banyak adek." Balas Hasan
      Ocin tetap optimis pada tamiya impiannya yang tak bakal kenapa-napa meskipun sadar kalau ia juga punya adik yang masih kecil.
Di hari kesepuluh sejak Ocin menabung, uang yang ia kumpulkan sudah cukup membeli Tamiya. Akhirnya, dia berangkat membeli tamiya pujaannya di Pasar Ungu yang cukup jauh dari rumahnya. Ocin meminjam sepeda milik hasan untuk pergi kesana. Rasa bahagia, haru, khawatir menjadi satu dalam dirinya sembari menggowes sepeda butut yang tak remnya sudah aus sehingga perlu di rem secara manual dengan kaki. Selama 30 menit, Ocin sampai juga di Pasar Ungu. Ia menyandarkan sepedanya di pohon kelapa dan segera berlari ke toko mainan seberang milik Pak Malik.
      "Cari apa lu tong?" tanya Pak Malik
      "Tamiya Sonic Saber om"
      "Owh, ada tuh dipojokan bentar ya "
      "Berapaan itu om? "
      "Kalo yang ini 40 ribu aja tong" jelas Pak Malik
Seketika, ia memeriksa yang uang dibungkus kantong plastiknya. Ia menerka-nerka dan hanya mandapati 35 ribu. Tatapan ocin jadi sendu.