Mohon tunggu...
Ahmad J Yusri
Ahmad J Yusri Mohon Tunggu... Penerjemah - Mahasiswa Fisika UIN Malang

Mahasiswa Biofisika Succesfulness is only result from mature preparation

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menjadi Seorang Azhari (Part 1)

5 Agustus 2020   14:03 Diperbarui: 5 Agustus 2020   14:31 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 ..............., tapi maaf ,dengan berat hati nak , tolong untuk cita-citamu yang satu ini mamah belum bisa mengabulkan soalnya bapak sedang sakit parah fan 

Terlahir dari keluarga sederhana tapi punya semangat yang membara . Sebuah ungkapan yang cocok bagi seorang pemuda yang bernama Irfan . Ia tinggal di rumah kecil beratap seng tua dengan bercak merah menandakan usia rumah yang sudah lama . Orangtuanya hanyalah penjual pakaian keliling yang tentu rejekinya tak menentu . Terkadang penjualanan laris dan kadang juga sepi , tak bisa diterka sedemikian rupa .

            Meskipun begitu , sesusah apapun keadaan tapi pendidikan adalah nomor satu dan sangat diutamakan  dikeluarganya .  Semenjak SMP , Irfan selalu terdorong hatinya untuk melanjutkan studinya setinggi mungkin , sampai suatu saat ia bertemu seorang mahasiswa luar negri yang membuka cakrawala pikirannya untuk mengikuti langkah mahasiswa tersebut.

            "Alhamdulillah adik-adik , saat ini saya sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas ternama di dunia , yaitu Al-Azhar University . Banyak sekali ilmu yang bisa kita pelajari disana , tempatnya juga sangat menarik dan bersejarah , apalagi orang disana juga ramah-ramah ............" Ucap mahasiswa itu dengan penuh semangat.

             Kisahnya  yang menarik juga sarat pengalaman mengalihkan semua perhatian siswa-siswi kala itu . Termasuk Irfan yang termangu dan takzim mendengarnya.Sejak saat itu dia punya impian baru , yaitu ingin kuliah di luar negri entah itu Mesir ataupun Turki pikirnya.

            Masa remaja di SMP sudah usai , tibalah waktu untuknya melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi . Kebetulan orangtuanya sangat khawatir dengan pergaulan bebas di jaman sekarang , mau tak mau ia dimasukkanlah ke salah satu pesantren di Lebak , Banten.

            Di pesantren yang kini menaunginya , Irfan tak pernah berhenti berjuang . Ia selalu belajar dengan tekun dan pantang menyerah sekalipun banyak kekurangan secara materiil. Bahkan untuk sarung maupun pakaian yang ia kenakan terkadang nampak tak layak dipandang lantaran lusuh ataupun ada noda kuning . Sampai-sampai ada yang mencercanya.

            " Gak ada baju lagi apa akhi ? " atau ucapan " ko mirip gembel dia ya "  terkadang ada juga yang iba "duh , kasihan betul dia pakaian dari kemaren gak ganti-ganti "  . Semua perkataan itu ia ketahui baik terang-terangan maupun secara diam-diam .

            Tapi ada saja teman yang baik hati meminjamkan bajunya kepada Irfan . " Irfan , ini kalo mau pake ambil aja , gak masalah yang penting dijaga baik-baik oke " ujar temannya yang kerap disapa Hajar. 

            Orangtuanya memang berjualan pakaian , tapi tidak pantas baginya berganti-ganti baju karena bagaimanapun baju tersebut adalah barang dagangan, begitu gumamnya. Pandangan teman-temannya selalu ia tanggapi dengan santai dan candaan , ia bagai bertelinga panci yang mana masuk kuping kanan tapi keluar kuping kiri . Beda halnya dalam belajar , ia selalu memperhatikan gurunya dengan betul-betul.

            ..................................................................................................................................

            Sang surya semakin lebih tinggi dari tombak , cahyanya meruap dari balik jendela di ruang kelas itu . Irfan sudah siap dengan buku-buku yang ia pelajari . Diatas mejanya sudah ada buku Mahfudzot , pelajaran yang sangat ia gemari karena berisi mutiara-mutiara nasehat untuk kehidupan.

            "Assalamualaikum " Suara berwibawa memecah keheningan dipagi itu dari seorang guru yang masuk . Dia adalah Ustad Muzammil yang mengajar Mahfudzhot .

            " Imam Syafi'i pernah berkata bahwa air yang berhenti itu akan rusak , jika air itu mengalir maka menjadi jernih tapi tatkala air itu tidak mengalir maka menjadi keruh  . Ini adalah perumpamaan bagi seseorang yang yang diam dan bergerak , apabila orang itu diam ditempat , stagnan maka dirinya akan menjadi keruh atau tidak berkembang tapi sebaliknya jika ia mau bergerak , maka ia akan berkembang dan menjadi pribadi yang baik " Tutur Ustad Muzammil dengan penuh wibawa . Semua tampak serius mendengar ucapan sang Ustad.

            Pelajaran ini sangat Irfan sukai , setiap perkataan dari gurunya selalu dicatat dan diingat baik-baik terlebih tentang anjuran merantau untuk menuntut ilmu.

            Dia mempunyai teman karib bernama Ilham. Sudah menjadi lumrah jika Ilham selalu ingin tau apa-apa yang temannya alami.

            " Sob , kira-kira ente abis mondok mau kemana nih " Tukasnya

            " In Syaa Allah , mau ke ke Al-Azhar Mesir " Jawab Irfan

            "kalo ane masih bingung nih sob " Balasnya

            Ilham memang orang yang bingung dan membingungkan , tapi kebingungannya itu kerap terobati oleh nasehat Irfan yang bermakna. Tapi ia ingat bahwa ucapan tanpa didasari perbuatan sama dengan bohong . Irfan mulai bertanya-tanya pada guru senior tentang cara kuliah di mesir . Gurunya hanya memberitahu agar ia memperbanyak hafalan Al-Quran 

            Dari situ ia mulai sedikit demi sedikit menghafal , perlu upaya yang keras untuk itu . Dimulainya dari juz 1 dan seterusnya .  Padahal ia masih duduk di kelas dua intensif atau setara dengan kelas satu aliyah . Tapi niatnya disitu mulai tumbuh .

            Sore adalah waktu senggang bagi semua santri untuk menghibur diri  , banyak kegiatan yang dilakukan termasuk berolahraga . Tapi Irfan lebih memilih menghafal Al-Quran ketimbang bermain sepak bola maupun bulu tangkis , ia hanya olahraga di waktu wajib saja yaitu hari minggu . Ia sadar menghafal bukan perkara main-main serta perlu keseriusan.

               Tahun pun berganti kini Irfan telah duduk dikelas dua Aliyah , lebih banyak tanggung jawab yang harus ia tanggung seperti organisasi dan pelajaran yang kian rumit.

            "Fan , ente yakin mau lanjut ke Mesir , caranya aja belum tau kan ? tanya Ilham

            " Apalagi syarat-syaratnya juga belum taukan , kalo ane yang pasti-pasti aja fan " tambah Badrudin , santri yang terkenal akan kepintarannya.

            Irfan tak menanggapi  , ia hanya tersenyum . Ia ingat perkataan Kyai bahwa orang yang membatasi sama halnya orang yang menyerah sebelum berjuang .

Di pertengahan semester Ustad Muzammil kedatangan temannya Ustad Reza, kebetulan ia adalah lulusan Al-Azhar University dan diminta untuk berbagi pengalaman seputar kuliah. Langsung saja Irfan duduk paling depan dengan catatan kecil di tangannya.

Beliau dengan sangat lantang dan yakin menyampaikan bahwa kuliah di Al-Azhar adalah perkara yang mudah asalkan ada kemauan dan tekad yang kuat agar tidak putus asa . Lalu beliau menerangkan tentang tes seleksi serta apa saja yang mesti dipersiapkan.

Bertambahlah keyakinan Irfan untuk kuliah di Mesir . Hafalannya makin ia perkuat , tak lupa ia meminta doa kepada orangtuanya .

Tahun berikutnya, Irfan sudah berada di kelas penghujung alias kelas 3 Aliyah. Tinggal selangkah lagi ia wujudkan mimpinya . Ditambah lagi kakak kelasnya yang ternyata berhasil diterima kuliah di Mesir dimana ia menjadi alumni pertama yang melanjutkan studi disana.

Bulan  demi bulan di kelas terakhir ini dia ikuti dengan sungguh-sungguh , dari praktek mengajar , hafalan wajib , juga menulis nasehat dan kegiatan  yang lain ia lalui dengan semangat.

Tinggal sebulan lagi mereka akan melaksanakan tes , tepatnya di hari minggu saat itu sebagian santri dijenguk oleh orangtuanya . Dan yang tak disangka , Ibu datang menjenguk Irfan .

"Fan , ibu antum tuh nungguin dari tadi " Ucap Ilham dengan mata sipitnya . Ia memanggil Irfan dari balik jendela masjid.

Irfan beranjak dari sajadah dan menaruh mushaf ditempatnya , segera ia menemui Ibunya yang menunggunya di saung penjengukan.

" Mamah !? " Irfan memanggil ibunya yang sedang duduk .

"Iya , Irfan sehat ?" Sahut Ibu.

"Alhamdulilah sehat , Mama sama Bapak gimana ?  " Irfan bertanya balik.

"Jadi begini Nak , sebenarnya Bapak sekarang lagi sakit dirumah . Jadi dia gak bisa jenguk kamu sekarang , sudah seminggu ini Bapak gak keluar rumah dan gak bisa jualan Fan !"

"Bapak sakit apa mah " Tanya Irfan agak tegang.

"Bapak menderita stroke , tolong doanya ya Nak !, " Ucap ibu sembari mengelus rambut anaknya . Irfan langsung tertegun sedih, ia nampak kaget .

"Ini ada uang pegangan buat kamu nak , tolong dihemat betul-betul ya Nak . Nanti mamah dateng lagi pas kamu wisuda ya , yang sabar ya nak !" Ujar ibunya lagi

"Irfan juga minta doa restu mah , Insya Allah seminggu lagi Irfan bakal ikut tes seleksi ke timur tengah " Balas Irfan berkaca-kaca tak kuat mendengar cobaan bapaknya.

Dengan raut wajah yang penuh asih dan sedih ibu berkata " Mamah selalu berdoa yang terbaik pada anak-anak mamah, semoga semua anak- anak mamah bisa mewujudkan cita-citanya , tapi maaf ,dengan berat hati nak , tolong untuk cita-citamu yang satu ini mamah belum bisa mengabulkan soalnya bapak sedang sakit parah fan " Jelasnya berlinang air mata.

"Ditambah lagi , setiap mamah bilang kalo irfan mau lanjut ke Mesir , bapak langsung menangis nak !, dia merasa bersalah belum bisa membiayai kamu nak! , alangkah baiknya nak bila kamu gak usah jauh-jauh kuliah , cukup di Indonesia saja ya Nak ! " Tambahnya

"Kalo memang Irfan gak bisa ke Mesir ,Irfan lebih memilih kuliah disini aja mah mungkin di Jogja" Jawab Irfan dengan nada kecewa bercampur sedih . Ia tak kuasa melihat Ibunya bercerita dengan bergelimang airmata .

"Iya fan , yang penting jangan jauh-jauh dulu ,dan mamah minta tolong  ke irfan , jangan bilang ke bapak kalau kamu mau ke Al-Azhar , takut jadi beban pikiran terus sakitnya tambah parah nak!"

"Iya mah " Jawab Irfan lemas .  Ibunya memeluknya dan menguatkannya .

Ibunya telah pulang dan ia kembali ke asrama dengan lunglai dan tak bersemangat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun