Mohon tunggu...
Janet Wakanno
Janet Wakanno Mohon Tunggu... Penulis - janet

Pelajar yang menyukai sastra dan gemar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cangkir Tua

1 November 2021   19:56 Diperbarui: 1 November 2021   20:10 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ceroboh." Batinku kala itu.

Paolo memang ceroboh. Kau akan setuju denganku apabila melihat langsung. Ia sering memecahkan piring atau gelas. Melupakan kunci mobil atau kunci rumah. Dan yang baru-baru ini terjadi, Paolo lupa mengunci pintu kedai. Untung saja, aku terjaga sepanjang malam. Berjaga-jaga agar tidak ada orang yang masuk mencuri. Setidaknya, jika seseorang datang, aku bisa menjatuhkan diriku dengan sengaja pada puncak kepala mereka. Walau akibatnya aku akan hancur berkeping-keping. Namun, begitulah nasib cangkir tua. Kau hanya akan menunggu. Menunggu kapan kau menjadi kepingan-kepingan halus yang kelak akan disapu oleh manusia sebagai sampah.

Aku sering menyaksikan kejadian itu. Bahkan saat aku masih muda.

Rasanya sudah berpuluh-puluh tahun lalu. Aku masih menjadi milik pasangan muda yang penuh kasih. Suatu hari mereka memiliki seorang anak perempuan. Kecil dan gesit. Tangannya yang penasaran selalu menyentuh apa saja. Bahkan cangkir putih yang adalah temanku. Awalnya semua terkendali. Hingga akhirnya cangkir itu meleset dari tangan si anak dan terjatuh pecah begitu saja. Menjadi kepingan yang membahayakan manusia.

Si ibu berlarian menjauhkan anaknya dari kepingan temanku, sang cangkir. Aku tidak bisa menangis seperti manusia. Namun perasaan sedih itu menjalar pada tubuhku. Temanku hancur begitu saja, dan manusia menjauh takut darinya. Dari kami.

Itu pertama kali aku menyadari. Kepingan kecil seperti itu, bisa menjadi berbahaya kelak. Aku yang biasa dekat sekali dengan manusia, ketika menjadi kepingan kecil dan tajam, pada akhirnya akan dijauhkan oleh manusia.

Andai saja aku manusia.

Jika aku manusia, mungkin aku akan bilang kepada manusia lain, "Mereka tidak berbahaya. Mereka hanya kepingan kecil." dan aku akan memungut kepingan itu, berterima kasih, dan membuangnya dengan layak pada tempat sampah.

Aku tersenyum setiap kali berandai-andai menjadi manusia. Ada-ada saja. Cangkir tua sepertiku terlalu banyak mimpi. Manusia adalah manusia. Dan aku adalah aku. Tidak ada siapa yang bisa menjadi siapa. Mereka adalah diri mereka sendiri.

Pernah suatu sore di kedai ini. Hujan memenuhi kota. Menutupi langit dengan awan kelabu, sehingga tiada cahaya mentari sore yang masuk menembus jendela kedai. Seorang wanita dan temannya tengah berbincang. Diselimuti tangis serta kesepian, sang wanita berkata pada temannya,

"Andai aku tidak terlahir di dunia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun