Mohon tunggu...
Jane
Jane Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Internasional Batam

Mahasiswa fakultas ilmu hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wanprestasi dalam Kehidupan Sehari-hari

3 Mei 2021   16:45 Diperbarui: 3 Mei 2021   16:48 4006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Contoh kasus wanprestasi yang sederhana adalah ketika dalam perjanjian jual beli rumah, si A menjual rumahnya kepada si B, namun B tidak memenuhi kewajibannya untuk mendapatkan rumah tersebut. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa B melakukan tindak wanprestasi sehingga A juga tidak berkewajiban untuk memberikan rumah tersebut kepadanya. 

Tetapi suatu wanprestasi biasanya tergantung bagaimana perjanjian tersebut dibuat. Misalnya jika dalam transaksi sewa-menyewa apartemen yang mengharuskan debitur untuk membayar sewa pada tanggal 2 Mei 2020, tetapi ia membayarnya sebulan setelahnya yaitu pada bulan Juni. Disebutkan bahwa debitur tersebut melakukan wanprestasi karena tidak membayar sewa sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. 

Nah, setelah kalian mengetahui apa itu wanprestasi, apa upaya hukum yang bisa dilakukan bagi pihak yang dirugikan? Jika terjadi wanprestasi, maka pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut pemenuhan kewajiban kepada pihak yang melakukan pengingkaran. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah somasi, atau biasa yang kita sebut dengan teguran. Hal ini bertujuan untuk memberikan peringatan kepada pihak yang melakukan wanprestasi tersebut. Dalam kasus biasa, somasi biasanya dilakukan 3 kali. Adapun tujuan dari dilakukannya somasi ini adalah untuk menuntut pemenuhan kewajiban dari pihak yang melakukan wanprestasi. 

Tidak ada peraturan yang menyatakan berapa maksimal dilakukannya somasi. Jika masih tidak ada penyelesaian yang memuaskan meskipun telah dilakukan somasi ketiga, biasanya pihak yang dirugikan akan membuat surat gugatan kepada pengadilan ataupun dapat melakukan penuntutan ganti rugi berupa penggantian kerugian, biaya, dan bunga. Hal ini diatur pada pasal 1243 KUH Perdata. 

Somasi merupakan suatu hal yang memang harus dilakukan, sebab dengan adanya somasi, maka akan dengan mudah untuk membuktikan apakah seseorang dalam keadaan wanprestasi atau tidak. Menurut penulis, walaupun tidak ada aturan yang mengatur mengenai batas maksimal somasi, tidak ada pihak yang akan memberikan somasi lagi setelah somasi 3, mengapa? Karena tidak ada pihak kreditur yang bersedia menunggu pemenuhan kewajiban dari debitur lebih lama lagi.

Kerugian yang berupa kerusakan barang kreditur sehingga barang tersebut mengalami penurunan nilai jual akibat terjadinya wanprestasi dapat dituntut untuk penggantian kerugian. Misalnya, si A membeli mangga dari si B, namun si B telat menyerahkan mangga tersebut, sehingga mangga tersebut telah busuk. Maka, si A dapat menuntut si B untuk mengganti rugi atas kerugian yang telah diterima.

Biaya yang telah dikeluarkan pada saat melakukan perjanjian namun terjadinya wanprestasi dapat juga dituntut untuk penggantian biaya. Contohnya, si A telah membeli mobil sebesar Rp.200.000.000,-  dari si B, namun si B tidak menyerahkan mobil tersebut. Disini si A dapat menuntut si B untuk mengembalikan uang sebesar Rp.200.000.000,- sebagai bentuk penggantian biaya yang telah dikeluarkan si A.

Kita ambil contoh di atas, bagaimana jika si A telah melakukan perjanjian dengan si C dengan menjual mobil itu sebesar Rp.250.000.000,- namun si B tidak menyerahkan mobilnya. Tentu si A kehilangan keuntungan yang diharapkan atau dibayangkan dikarenakan terjadinya wanprestasi. Nah, disini si A dapat menuntut si B atas hal tersebut sebagai bentuk penggantian bunga. 

Tidak jarang orang-orang menyamakan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum (PMH). Padahal keduanya terdapat perbedaan yang mencolok. Wanprestasi hanya akan terjadi jika salah satu pihak dalam suatu perjanjian tidak memenuhi hak / kewajibannya, sedangkan PMH terjadi karena adanya perbuatan yang melanggar hukum. Wanprestasi timbul karena adanya perjanjian atau perikatan antara dua pihak atau lebih, sedangkan PMH timbul karena ada suatu perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu, maka jelas bahwa wanprestasi dan perbuatan melawan hukum adalah dua hal yang berbeda. 

Dari seluruh pernyataan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa wanprestasi sebabkan oleh pihak kreditur lalai ataupun sengaja, dalam hal ini pihak kreditur dapat melakukan upaya somasi dan apabila somasi tidak memberikan solusi, maka dapat dibawa ke ranah pengadilan. Namun, bila debitur wanprestasi karena overmacht, maka debitur dibebaskan dari kewajibannya. Serta wanprestasi dan perbuatan melawan hukum merupakan dua hal yang berbeda sebab wanprestasi terjadi atas dasar adanya perjanjian, sedangkan perbuatan melawan hukum terjadi atas dasar adanya suatu perbuatan yang dilakukan. 

Artikel ini bertujuan untuk memenuhi syarat tugas ujian akhir semester mata kuliah hukum perdata. Artikel ini dibuat oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Internasional Batam. Adapun anggota dari kelompok 6 (kelas hukum perdata - 2IHMA) yaitu sebagai berikut:

1.  Jane NPM 2051066

2. Fiona NPM 2051068

3. Angelyn NPM 2051071

4. Grace Geovanni NPM 2051093

5. Shellin NPM 2051095

Dosen pengampu : Shenti Agustini, S.H., M.H.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun