Mohon tunggu...
Jandris_Sky
Jandris_Sky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kompasianer Terpopuler 2024, Pemerhati Lingkungan.

"Manusia Kerdil Yang Berusaha Mengapai Bintang"

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengubah Limbah Makanan Bergizi Gratis (MBG) Jadi Kompos: Solusi Hijau untuk Masa Depan Berkelanjutan

15 Januari 2025   13:27 Diperbarui: 15 Januari 2025   20:51 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisa makanan bergizi gratis. (sumber foto: Jandris_Sky)

Limbah sisa makanan bergizi gratis (MBG), bukan lagi ancaman, melainkan aset berharga untuk masa depan yang lebih hijau.

Limbah makanan sering kali dianggap sebagai produk akhir yang tidak memiliki nilai tambah. 

Namun, di era yang semakin sadar akan keberlanjutan lingkungan, pandangan ini telah bergeser. 

Limbah makanan kini dipandang sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan perubahan positif, khususnya dalam mendukung masa depan yang lebih hijau. 

Salah satu sumber limbah makanan yang signifikan di Indonesia adalah dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG), yang meskipun bertujuan mulia untuk mendukung gizi anak-anak, memiliki dampak lingkungan yang tidak dapat diabaikan. 

Program makanan bergizi gratis. (sumber foto: Jandris_Sky)
Program makanan bergizi gratis. (sumber foto: Jandris_Sky)

Namun, dengan pendekatan yang tepat, limbah MBG dapat diubah dari ancaman menjadi aset berharga.

Dampak Lingkungan dari Limbah MBG

Program MBG adalah inisiatif penting untuk meningkatkan status gizi siswa di sekolah. 

Namun, dengan rata-rata sisa makanan sebesar 25 hingga 50 gram per siswa, jumlah limbah yang dihasilkan mencapai angka yang signifikan, yaitu antara 425 ton hingga 850 ton per hari. 

Sisa makanan bergizi gratis. (sumber foto: Jandris_Sky)
Sisa makanan bergizi gratis. (sumber foto: Jandris_Sky)

Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) menunjukkan bahwa dari total 70 juta ton sampah nasional, sekitar 39% atau 27,3 juta ton adalah limbah makanan.

Limbah ini tidak hanya membebani tempat pembuangan akhir (TPA) tetapi juga berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. 

Diperkirakan, limbah MBG dapat menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2e) sebesar 127,5 hingga 255 ton per hari. Ini menunjukkan bahwa pengelolaan limbah makanan harus menjadi prioritas untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Mengubah Limbah Menjadi Aset

Daripada melihat limbah MBG sebagai masalah, ada peluang besar untuk mengubahnya menjadi aset berharga melalui pendekatan ekonomi sirkular. 

Salah satu metode yang efektif adalah mengolah limbah menjadi kompos. 

Limbah makanan kaya akan bahan organik yang dapat diubah menjadi pupuk organik berkualitas tinggi melalui proses fermentasi dan dekomposisi. 

Kompos ini dapat digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah, mendukung pertanian organik, dan mengurangi kebutuhan akan pupuk kimia.

Selain itu, limbah makanan juga dapat dimanfaatkan dalam budidaya maggot atau larva Black Soldier Fly (BSF). 

Maggot mampu mendegradasi limbah organik dengan cepat, sehingga secara signifikan mengurangi volume limbah. 

Larva yang dihasilkan kemudian dapat digunakan sebagai pakan ternak yang kaya protein. 

Dengan cara ini, limbah makanan tidak hanya berkurang, tetapi juga memberikan solusi hemat biaya bagi peternak, misalnya untuk pakan itik dan ayam.

Manfaat Ekologis dan Ekonomis

Transformasi limbah makanan menjadi kompos dan maggot memberikan manfaat ganda, baik secara ekologis maupun ekonomis. 

Secara ekologis, langkah ini membantu mengurangi jumlah limbah yang berakhir di TPA dan mengurangi emisi gas rumah kaca. 

Selain itu, tanah yang diperkaya dengan kompos memiliki kapasitas lebih besar untuk menyerap karbon, sehingga membantu mitigasi perubahan iklim.

Secara ekonomis, pengolahan limbah makanan membuka peluang baru bagi masyarakat untuk menciptakan produk bernilai tambah. 

Kompos yang dihasilkan dapat dijual sebagai pupuk organik, sementara maggot dapat menjadi komoditas pakan ternak. 

Hal ini menciptakan lapangan kerja baru dan memberdayakan komunitas lokal, terutama di daerah pedesaan.

Tantangan dalam Pengelolaan Limbah MBG

Namun, mengubah limbah MBG menjadi aset tidak bebas tantangan. 

Salah satu kendala utama adalah kurangnya infrastruktur pengolahan limbah yang memadai di banyak daerah. 

Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan limbah makanan secara berkelanjutan masih rendah.

Dukungan dari berbagai pihak sangat penting untuk mengatasi tantangan ini. 

Pemerintah dapat berperan dengan menyediakan insentif bagi pelaku usaha yang bergerak di bidang pengolahan limbah makanan. 

Edukasi dan pelatihan kepada masyarakat juga diperlukan untuk meningkatkan keterampilan dalam mengelola limbah makanan secara efektif.

Potensi Masa Depan yang Lebih Hijau

Dengan pengelolaan yang tepat, limbah MBG dapat menjadi bagian dari solusi besar untuk masalah lingkungan dan ekonomi. 

Limbah makanan yang sebelumnya hanya menjadi ancaman bagi lingkungan kini bisa menjadi sumber daya yang mendukung keberlanjutan. 

Inovasi dalam pengelolaan limbah makanan juga mencerminkan pentingnya pendekatan holistik dalam menangani masalah lingkungan.

Bayangkan jika setiap sekolah yang menjalankan program MBG memiliki fasilitas pengolahan limbah mandiri. 

Limbah makanan diolah menjadi kompos yang digunakan untuk kebun sekolah atau dijual untuk mendukung kegiatan sekolah. 

Di sisi lain, limbah yang tidak diolah menjadi kompos dapat digunakan dalam budidaya maggot, menciptakan siklus ekonomi yang berkelanjutan.

Limbah makanan dari program MBG adalah cerminan dari tantangan modern dalam pengelolaan limbah, tetapi juga peluang besar untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau. 

Dengan pendekatan inovatif seperti pengolahan menjadi kompos dan budidaya maggot, limbah ini dapat diubah menjadi aset berharga yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat.

Transformasi ini tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi juga menciptakan dampak sosial dan ekonomi yang positif. 

Dalam era di mana keberlanjutan menjadi kebutuhan mendesak, limbah makanan bukan lagi ancaman, melainkan peluang untuk membangun masa depan yang lebih cerah dan hijau. 

Dengan kolaborasi dari semua pihak, kita dapat memastikan bahwa limbah makanan tidak hanya hilang tanpa manfaat, tetapi menjadi bagian dari solusi global untuk krisis lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun