Bunga Wijayakusuma atau disebut juga Bunga Wiku (Epiphyllum oxypetalum) termasuk jenis tanaman kaktus yang mempunyai kelas dicotiledoneae.
Tanaman ini berasal dari Mexico dan dapat hidup pada daerah dengan iklim sedang sampai beriklim tropis. Salah satu spesies yang paling banyak dibudidayakan.
Epiphyllum oxypetalum (Wijayakusuma) disebut juga sebagai bunga ratu malam (Queen of the night), bunganya jarang mekar dan hanya pada malam hari serta bunganya layu sebelum fajar.
Dalam mitologi Jawa, siapa pun yang berhasil memiliki, menanam, dan melihatnya mekar di malam hari, maka harapannya akan terkabul.
Bunga wijayakusuma memiliki keindahan yang sulit dijelaskan bagi para pencintanya.Â
Tak sekedar menanam, mereka juga seolah memiliki kedekatan khusus terhadap tanaman golongan kaktus anggrek tersebut.
Ada dua jenis tanaman wijayakusuma. Yakni, jenis tanaman yang digantung dan ditanam di tanah. Keduanya memiliki karakteristik tersendiri.Â
Wijayakusuma yang ditanam di tanah memiliki daun yang lebih besar. Lebarnya bisa sampai 10 sentimeter. Panjangnya sampai 1,5 meter. Jika berbunga, diameternya bisa sampai 10 sentimeter.
Sementara itu, jenis tanaman yang digantung memiliki tekstur daun yang lebih lembut dan lemas.Â
Wijayakusuma jenis gantung bisa menjulang ke bawah sepanjang 1 meter. Lebar daunnya hanya sampai 3 sentimeter dan diameter bunga saat mekar maksimal 8 sentimeter.
"Tanaman wijayakusuma jenis gantung ini ditaruh di tempat yang sejuk. Kalau terkena panas, akan menjadi kering."
Bunga wijayakusuma hanya mekar satu malam dan hanya pada malam hari. Jika kita ingin melihatnya mekar, maka kita harus menunggu sekitar jam 11 malam sampai jam 1 dini hari saat bunga-bunga tersebut mencapai puncak mekarnya.
 Tapi, penantian Anda akan terbayar dengan melihat keindahan mekarnya bunga Wijayakusuma.
Dalam masyarakat Jawa saat ini, bunga keramat Widjojo Koesoemo dianggap sebagai mitos tanpa referensi tentang tradisi istana yang pernah ada untuk mendapatkan bunga tersebut untuk raja Jawa.
Peran bunga Widjojo Koesoemo dan misi ritual untuk mendapatkan bunga tersebut di Keraton Surakarta pada masa penjajahan Belanda.Â
Berdasarkan manuskrip-manuskrip Jawa, misi untuk mendapatkan bunga Widjojo Koesoemo merupakan sebuah tradisi yang penting dan dapat ditelusuri kembali ke mitologi Jawa sejak abad ke-12.
Pada abad ke-19, baik bunga maupun misi tersebut diperlukan untuk membangun legitimasi raja Surakarta.Â
Setelah penobatan seorang raja, keraton Surakarta mengirimkan misi untuk mendapatkan bunga Widjojo Koesoemo.
Ada dua kelompok spiritual di dalam keraton: Juru suranata, pemimpin ritual keraton dan Reh Pangulon, ulama dari Masjid Agung Surakarta diutus ke lokasi bunga keramat di Pantai Tenggara Pulau Nusakambangan (Brambang).
Penampilan batangnya tegak, menanjak, berbau harum, atau melebar dan bercabang banyak.Â
Batang primer berbentuk terete, panjangnya mencapai 6 m, pipih ke samping, dan berbuku-buku di pangkalnya.Â
Batang sekunder berbentuk pipih, elips-acuminate, hingga 30 cm x 10-12 cm. Pinggiran batang dangkal sampai dalam dan bergelombang.
Bunga dihasilkan dari bagian yang pipih, panjangnya mencapai 30 cm dan lebar 17 cm, aktif di malam hari dan sangat harum. Komponen bau utama dalam aromanya adalah benzil salisilat.Â
Pericarpel berwarna nude, agak miring, dan hijau. Bracteoles pendek dan sempit dengan panjang sekitar 10 mm. Wadah memiliki panjang hingga 20 cm, tebal 1 cm, kecoklatan, dan melengkung.
Tepal luar berbentuk linier, lancip, panjang 8-10 cm, dan berwarna kemerahan hingga kuning.
Bunga Wijayakusuma memiliki keindahan yang sulit dijelaskan bagi pencintanya.
 Tidak sekadar menanam, mereka juga seolah memiliki kedekatan khusus terhadap tanaman golongan kaktus anggrek tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H