Kami baru hanya bisa jihad pikiran dan bukan jihad fisik.
Oleh Ibnu Jandi, S.Sos. MM
Tangerang, 21 Juli 2015.
PENDAHULUAN
Isi surat GIDI diantaranya adalah: Oleh karena itu, kami memberitahukan bahwa :
- Acara membuka lebaran (Idul Fitri –red) tanggal 17 Juli 2015, kami tidak mengijinkan dilakukan di Wilayah Kabupaten Tolikara (Karubaga)
- Boleh merayakan hari raya di luar Kabupaten Tolikara
- Dilarang Kaum Muslimat memakai pakain Yilbab (jilbab –red).
BESAR TAPI TERTEKAN DAN TERANCAM DI NEGERINYA SENDIRI.
Besar tapi tertekan dan terancam di negerinya sendiri. Itulah kehidupan Umat Islam di NKRI kita ini. Umat Islam Indonesia Terbesar di Dunia dan diakui dunia tetapi tertekan dan terancam di negerinya sendiri oleh Pemerintahnya sendiri.
Umat muslim di Indonesia agar bertoleransi dengan umat non muslim di NKRI, dan itu sudah dilaksanakan oleh umat muslim di Indonesia. Tetapi sebaliknya, ketika umat muslim melakukan sedikit saja kesalahan atau anarkis, maka aparat Kepolisian dan Densus 88 mengatakan kami sebagai teroris serta memberangus umat muslim. Dicari hingga kelobang semut disiksa dan dan ditembak mati.
Sebaliknya, kalau umat non muslim “Karesten” melakukan kesalahan besar maupun kecil, maka pemerintah kita sibuk memutar balikan fakta “distorsi” membela dan dilindungi habis habisan, dan pelakunyapun tidak mungkin ditangkap apalagi di tembak mati. Dan umat GIDI atau umat Karesten ketika melakukan anarkispun tidak akan mungkin dikatakan TERORIS oleh Pemerintah maupun oleh Polri maupun oleh Densus 88.
KONSTITUSI UUD-RI 1945.
Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”): “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945 diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.