Mohon tunggu...
Jamson Tampubolon
Jamson Tampubolon Mohon Tunggu... -

good man

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Dengarkan DPD, Jika Tidak, Bubarkan

15 Juli 2015   17:30 Diperbarui: 15 Juli 2015   17:45 1092
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soal Hak, DPD hanya punya hak, Mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) rancangan undang-undang, Memberikan pertimbangan kepada DPR tentang pemilihan anggota Badan Pemeriksa Kewangan (BPK), Mengawasi pelaksanaan undang-undang. Jika saat ini saya adalah Presiden, DPD “Ngapain” didengarkan? Toh, tidak ada urusannya dengan Anggaran Presiden (APBN). Jadi jelas, DPD hanya Aktor ‘Pelengkap Penderita’ Lembaga Tinggi Negara di Indonesia. wikipedia

 

Momentum Revolusi Mental Jokowi Ada Di DPD

Tag line #saatnyaDPDdidengar terasa lucu dan menggelikkan batin. Mengapa tidak? Sebuah lembaga tinggi negara saja meminta tolong agar didengarkan, bagaimana lagi dengan rakyat kecil? Rakyat jelata? Yang notabene pendidikannya rendah. Sedangkan para senator yang mengenyam pengalaman dan rata – rata berpendidikan tinggi juga mengeluh tidak didengar? Negara macam apa ini? Apakah DPD hanya sebuah Dagelan reformasi? Yang tugasnya hanya untuk lucu – lucuan?

Saya sengaja mengatakan ‘tugas’ DPD hanya lucu – lucuan, toh capek – capek keluar masuk kampung tak ada yang dengar. Jangankan pemerintah pusat didaerah saja kalau Anggota DPD itu berkunjung dan menyerap aspirasi pasti selalu pertanyaannya, “Bapak ini dari Partai Mana?” ini menunjukkan bahwa kiprah DPD tidak eksis namun pada faktanya kita lihat saja pasca pemilu 2014, DPR atau DPD yang menghiasi pemberitaan positif di media – media. Mulai dari pemilihan pimpinan dewan, seorang calon ketua DPD harus melobi sedikitnya 129 kepala manusia, tidak terjadi kericuhan yang berarti. Sedangkan di DPR sampai terjadi yang namanya DPR Tandingan. Ini ada apa? Apakah wakil rakyat ini ‘digaji’ hanya untuk lucu – lucuan saja.

DPD saat itu langsung gerak cepat, dalam waktu singkat alat kelengkapan dewan terbentuk tanpa ada perpecahan diantara anggota. Di DPR, sampai tulisan ini diterbitkan, mudah – mudahan permainan ‘kucing – kucingan antar partai masih berlangsung’.

Saya jadi teringat, seorang anggota DPD berkata “pak, kami kemana – mana kalau meninjau atau sidak, banyak media yang meliput, tetapi tak satupun yang terbit” lalu si wartawan menjawab dengan singkat, “DPD pak gak ‘ngegigit’ kalau diberitakan, karna ga ada yang tersinggung, kalo DPR kan ada Partainya”. Di kasus ini saja DPD sudah kalah didengar. Padalah kita ketahui bersama, pemberitaan itu penting agar masyarakat mengetahui dan mendapatkan informasi yang berimbang melalui kegiatan berkunjung, menerima aspirasi, dan lain sebagainya.

Seperti tertulis diatas tadi, DPD ‘diabaikan’ karena dianggap tidak punya ‘taring’ dalam pemerintahan, DPD memang ikut membahas anggaran tetapi hanya memberi pertimbangan dan tidak bisa ikut membahas secara detail. Membuat undang – undang, tetapi hanya mengusulkan ke DPR. Bikameral? Secara dejure iya, secara defacto? Jawab sendiri ya…

Jokowi harus memaknai intuisinya dalam menjalankan pemerintahan kedepan. Jika jargonnya Jokowi adalah Revolusi Mental, maka yang punya peranan untuk melaksanakannya adalah DPD bukan DPR. Mengapa?

  1. DPD mewakili daerah yang tentu didalamnya ada rakyat (masyarakat).
  2. DPD tidak beraviliasi kepada partai politik (kepentingan kelompok), mereka memiliki kepentingan daerah.
  3. DPD tidak mudah untuk diatur oleh penguasa (kaum kapitalis) karena suara Ketua DPD belum tentu diterima seluruh (separuh) anggota DPD.
  4. DPD fokus mempersatukan daerah Indonesia, sedangkan DPR fokusnya hanya kepada “budgedting”.
  5. DPD bekerja untuk rakyat dan daerah, sedangkan DPR bekerja untuk rakyat dan partai (ingat : Petugas Partai).
  6. DPD mencakup kepentingan daerah (fokus dalam provinsi) DPR ‘semuanya’ dikerjakan terakhir “tidak fokus”.
  7. DPD hasil reformasi

Cukup 7 alasan dari saya untuk Presiden Jokowi karena beliau merupakan presiden Ke – 7 Republik Indonesia.

Jika Jokowi dalam 5 tahun berjalan ini mengajukan RUU yang mengatur tentang DPD memiliki Kesamaan Hak dan Kewajiban dengan DPR. Maka ini adalah bentuk penghargaan besar Presiden kepada Daerah, Jokowi dengan janji kampanyenya akan mementingkan daerah, tentu harus mendengarkan DPD. Karena wakil daerah (rakyat) yang independen ‘tanpa’ kepentingan partai adalah anggota DPD bukan DPR. Jokowi yang didukung dengan semua staf ahli bahkan ada pula yang namanya staf kepresidenan, maka bukanlah hal yang sulit untuk mengkaji RUU tentang penyamaan Hak dan Kewajiban DPR – DPD, jika hal ini tercapai, maka dipastikan semua ‘mafia politik’ akan mulai berfikir keras dalam ‘mempermainkan’ anggaran yang selama ini sudah menjadi rahasia umum untuk kita ketahui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun