Dulu Indonesia pernah jaya dengan minyak mandar atau lomo mandar, tapi dihancurkan dengan isu bahwa minyak mandar tidak baik untuk kesehatan oleh Amerika. Hal itu juga diberlakukan pada rokok kretek, lewat WHO, WTO dan pemerintahan Indonesia soal bahaya nikotin tinggi. Matinya Kopra, gula, garam, jamu dan kretek menandai matinya komoditas Agroindustri nasional. Matinya sebuah kebudayaan lokal.
Sambil isteri nyusui si Jenar (panggilan anak kami), saya melanjutkan dongeng saya tentang rokok. Entah analisis dengan teori konspirasi ini sudah terkonfirmasi masih secara faktual atau belum, bahwasannya histeria anti-rokok yang diciptakan kelompok Nazi berlangsung sukses atas dukungan Hitler, karena Hitler sendiri merupakan vegetarian dan tidak merokok. Walaupun dulunya dia juga seorang perokok berat di masa mudanya, Hitler memutuskan bahwa rokok berbahaya bagi kemurnian ras Aria dan giat menyokong kampanye anti-rokok. Merokok diberi label yang menyeramkan sebagai fenomena “epidemik”, “wabah”, “mabuk kering” (sebagai lawan “mabuk basah” akibat alkohol), “masturbasi paru-paru”, “penyakit peradaban”, dan “sisa-sisa gaya hidup liberal”. Gitu dek....
Dengan posisi menyusui yang berbeda (tadi yang kanan, sekarang yang kiri), isteri kembali menegaskan pada hitungan ekonomis. “Nek klepas-klepus terus.., leh arep mbangun omah pripun mas?” pertanyaan tajam isteri. Sebagai generasi milenial (yang lahir tahun 80an-90an), membeli rumah adalah suatu impian. Walau dengan kita tahu rata-rata jagi UMP Innalillah dengan harga tanah yang mashaAllah.“Gusti Allah mboten sare dek”, jawaban bijak saya –walau ga solutif. Hehe.
Namun gegara diskusi ringan dengan istri saya ini, saya berkomitmen untuk mengurangi rokok. Maksute ngelongi rokoke kancane (Jawaban pengretek lilahi ta’lala). Dan pesan moral iklan “ROKOK MEMBUNUHMU” begitu merasuk dalam sanubari saya. Karena isteri menafsiri iklan tersebut dengan kalimat “PILIH MATENI ROKOK OPO KOWE SENG TAK PATENI”. Modyarrrr nda........
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI