Ini puisi satire yang lepas landas dari bandara akal.
Hingga mungkin para pembaca tertawa terpingkal-pingkal.
Penulis berpikir ibarat mendaki gunung yang terjal.
Tertatih pada ujung tangan yang si kidal.
Ah, sial...
Taik kucing oleh hidung tercium.
Warnanya putih mengkilap-kilap.
Hampir ku hentikan puisi terburuk-ku.
Dalam fikir aku berfikir, ku katakan pada tangan: "Lanjutkan".
Hari sudah malam, dingin ikut menjadi teman.
Mulai habis tinta penaku, serap tak sempat ku jalap.
Otak ku masih berfungsi, bau taik kucing yang kian menjadi.
Muntah aku pada meja ketik-ku. Oaakkk...Bertumpahan.
Taik Kucing, kataku. Sambilan memegangnya dengan tangan kidalku.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI