Mengapa ada kecenderungan setiap kali berakhirnya liburan panjang, angka orang yang terdeteksi virus covid-19 meningkat?. Kejadian ini terus berulang-ulang.Â
Dalam kerumunan-kerumunan yang tercipta -- entah itu di tempat rekreasi, di tempat-tempat makan atau ditempat penginapan adalah kondisi yang paling rawan terjadinya penularan. Jarak antara satu dengan yang lain kadang tidak bisa mengikuti protokol kesehatan, pelindung diri seperti masker juga tidak bisa dipastikan terus dipakai -- kadang dilepas untuk foto, untuk makan.Â
Kita berandai-andai, bila saja kerumunan itu terjadi, tetapi mereka yang berkerumun itu semuanya sudah di skrining dan tidak dijumpai satupun yang sedang membawa virus covid-19 maka, kecil kemungkinan terjadinya penularan virus ini.Â
Dalam tayangan televisi beberapa hari lalu sebelum perayaan tahun baru imlek, di Singapore dan Taiwan juga banyak terjadi kerumunan orang-orang yang berbelanja pernak-pernik dan kebutuhan untuk merayakan tahun baru bersama keluarga. Terlihat mereka juga berdesakan di pasar dan mal nya juga ramai orang. Tapi belum terdengar terjadinya lonjakan penularan virus covid-19. Mengapa ini bisa terjadi?. Mungkin, orang-orang yang berkumpul tersebut tidak membawa bibit virus covid-19 untuk ditularkan.Â
Berkaca pada fenomena ini, seperti kita boleh "berkumpul" asalkan tidak membawa virus covid-19.Â
Bagaimana caranya agar tahu bahwa kita tidak membawa serta virus ini kedalam pertemuan atau kerumunan -- tak ada pilihan kita harus melakukan pengetesan untuk mendeteksi virus ini. Tes nya bisa bermacam-macam bisa swab antigen, swab PCR. Tapi semua tes tadi biaya nya besar sekali dari ratusan ribu hingga jutaan.Â
Wow, kalau kita mau jalan-jalan rekreasi satu  keluarga 4 orang, maka biaya yang dikeluarkan sudah berjuta-juta. Angka periksa sudah hampir sama dengan biaya rekreasinya sendiri -- bahkan mungkin bisa lebih.Â
Tidak semua orang sanggup melakukan ini. Andaikan kita sanggup, itupun kegunaannya tidak begitu signifikan.Â
Kita memang bebas dari covid-19 tapi kerumunan yang kita datangi mungkin banyak yang tidak jelas statusnya -- alias mereka tidak melakukan tes karena mahalnya. Yang paling berbahaya adalah orang tanpa gejala (OTG), membawa virus tapi tidak merasakan apa-apa ditubuh.Â
Untuk memecahkan kebuntuan ini, agar sektor pariwisata tetap bisa berputar, disinilah pentingnya GeNose -- alat yang diciptakan oleh ilmuwan UGM untuk skrining covid-19. Dari segi akurasi, alat ini sudah bisa diandalkan sudah ada dikisaran 92-95% lalu dari segi biaya sangat ramah kantong -- hanya 20.000 sekali periksa.Â
Beberapa waktu lalu alat ini dipasang di stasiun senen di Jakarta, setiap yang mau periksa dikenakan biaya 20.000, dalam hitungan jam saja sudah ada ribuan orang yang terdaftar untuk diperiksa.Â