Donald Trump, selama masa kepemimpinannya sebagai Presiden AS mengadopsi pendekatan yang tidak konvensional dalam menangani isu nuklir Korea Utara. Alih-alih melanjutkan kebijakan konfrontatif yang diterapkan oleh pendahulunya, Trump memilih untuk terlibat langsung dengan Kim Jong-un. Pendekatan ini menandai perubahan besar dalam diplomasi Amerika Serikat, di mana Trump menjadi presiden pertama yang bertemu langsung dengan pemimpin Korea Utara dalam sebuah pertemuan bersejarah di Singapura pada Juni 2018 (CNN, 2018).
Kebijakan Trump terhadap Korea Utara difokuskan pada upaya diplomasi pribadi dengan Kim Jong-un. Trump menggunakan pendekatan "maximum pressure" dengan menjatuhkan sanksi ekonomi yang ketat sambil membuka pintu untuk dialog langsung. Strategi ini menciptakan keseimbangan antara tekanan ekonomi dan diplomasi, yang pada akhirnya memaksa Korea Utara untuk mempertimbangkan dialog lebih lanjut mengenai denuklirisasi (Al Jazeera, 2022).
Sebuah laporan terbaru dari Politico (2023) menyebutkan bahwa Trump masih memiliki pandangan bahwa dialog langsung dengan Kim Jong-un adalah cara paling efektif untuk menangani ancaman nuklir. Meskipun ia tidak lagi menjabat sebagai presiden, Trump terus menekankan pentingnya hubungan pribadi yang ia bangun dengan Kim. Menurut laporan tersebut, Trump mengklaim bahwa jika terpilih kembali, ia berencana untuk melanjutkan dialog langsung ini, dengan fokus pada upaya untuk mengendalikan program nuklir Korea Utara melalui pendekatan diplomasi personal dan kebijakan bilateral yang lebih pragmatis.
Mengapa Trump bisa menjadi solusi perdamaian? Pertama, pendekatannya yang tidak ortodoks berhasil membuka jalur komunikasi langsung dengan Korea Utara, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya dalam diplomasi Amerika-Korea Utara. Kedua, Trump berani mengambil resiko dengan bertemu Kim Jong-un secara langsung, menempatkan dirinya dalam posisi yang mampu membentuk hubungan pribadi dengan pemimpin Korea Utara. Hal ini penting karena dalam politik Korea Utara, keputusan sering kali bergantung pada satu figur pemimpin, yaitu Kim Jong-un. Dengan membangun hubungan langsung, Trump mampu menciptakan kepercayaan dan keterbukaan yang lebih besar antara kedua negara.
Presiden Terpilih Prabowo Harapan Baru Diplomasi Indonesia
Prabowo dipandang sebagai sosok yang "berani" dalam diplomasi internasional. Berkat reputasinya sebagai tokoh militer dengan jaringan internasional yang kuat, ia memiliki potensi besar untuk menjadi mediator dalam konflik regional. Dalam hal ini, Gerindra bahkan telah menyebutkan bahwa Prabowo kemungkinan besar akan mengundang Kim Jong-un ke Indonesia untuk memperkuat dialog dan kerja sama di kawasan (Seputar Militer, 2024). Langkah ini dapat menjadi terobosan penting dalam membangun hubungan yang lebih baik antara Korea Utara dan negara-negara ASEAN, serta menjaga stabilitas keamanan di Asia Timur.
Dalam menghadapi rumitnya masalah nuklir Korea Utara, kebijakan luar negeri Indonesia di bawah Prabowo harus fokus pada beberapa aspek penting. Pertama, Indonesia perlu memperkuat diplomasi non-blok yang selama ini menjadi ciri khas hubungan internasionalnya. Sebagai negara yang tidak berpihak kepada kekuatan besar mana pun, Indonesia bisa berperan sebagai mediator yang netral dan dipercaya oleh semua pihak, termasuk Amerika Serikat, Korea Utara, dan Tiongkok (RMOL, 2024).Â
Kedua, diplomasi ekonomi juga dapat menjadi salah satu senjata utama Indonesia. Pemerintah Prabowo dapat mengusulkan insentif ekonomi bagi Korea Utara melalui kerjasama yang melibatkan ASEAN. Misalnya, Indonesia dapat menawarkan bantuan teknis atau peluang investasi di bidang pertanian dan energi, sebagai imbalan atas langkah konkret Korea Utara dalam menahan program nuklirnya. Â
Untuk menyelesaikan masalah nuklir Korea Utara, Indonesia bisa memimpin dalam menciptakan platform diplomasi multilateral yang melibatkan aktor-aktor utama di kawasan Asia Timur dan dunia internasional. Solusi terbaik adalah dengan mendorong pertemuan tingkat tinggi yang menekankan pendekatan "win-win solution," di mana Korea Utara dapat diberikan insentif keamanan dan ekonomi, dengan imbalan penurunan kapasitas nuklir mereka secara bertahap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H