HAMPIR semua komunitas, baik yang formal (berbadan hukum) maupun non formal mempunya maksud dan tujuan pendiriannya, biasanya lebih banyak adalah tujuan sosial.
Apakah mempererat kekeluargaan, persaudaraan, alumni, menyalurkan hobi seperti komunitas Penulis Kompasiana dsb. Kalaupun ada yang berbisnis, skalanya mungkin hanya sekedarnya saja.
MODAL KEKELUARGAAN, GOTONG ROYONG
Agar komunitas sustain (berkelanjutan) maka dibuatlah kegiatan baik sosial maupun usaha. Kegiatan sosial tentu implikasinya adalah biaya (pengeluaran) social, yang biasanya berasal dari penggalangan dana, donasi, sumbangan atau iuran dsb.Â
Agak tabu memang komunitas sosial membicarakan kegiatan usaha/bisnis, misalnya mendirikan Perusahaan (PT) karena tujuan perkumpulan adalah sosial. Namun sumbangan atau iuran sifatnya temporer.
Ketika sumbangan/donasi atau iuran berkurang atau terhenti maka atau komunitas perkumpulan juga bisa tamat riwayatnya.Â
Oleh karena itu untuk keberlangsungan komunitas, paling ideal adalah membentuk badan hukum koperasi, yang sekarang eranya lebih transparan dengan digitalisasi.
Jika sebuah komunitas ingin sustain dapat dibentuk sebuah badan hukum, apakah berbentuk PT, Yayasan, maupun Koperasi.Â
Kekeluargaan dan gotong royong menjadi menjadi alasan terbentuknya sebuah komunitas. Dan itu sebetulnya terkandung dalam falsafah Koperasi. Sebuah organisasi berbadan hukum yang mengatur kegiatan usaha berbasis anggota, bukan modal (uang) semata.Â
BADAN HUKUM, USAHA dan TEKNOLOGI
Dalam sebuah komunitas, yang bermain adalah "rasa" , kemudian kepentingan, baik ekonomi maupun non ekonomi namun tetap dengan semangat kekeluargan dan gotong royong (tolong menolong).Â
Dengan semakin eratnya rasa kekeluargaan dan gotong royong, nampaknya yang paling cocok adalah sebuah komunitas membentuk koperasi berbadan hukum.Â
Ketika mendirikan koperasi (berbasis anggota) bukan semata berbasis modal (uang), maka modal utama yang dibutuhkan adalah kekeluargaan dan gotong royong itu. Modal berikutnya : badan hukum dan usaha (bisnis) dengan modal simpanan dari Anggota komunitas.
Selanjutnya adalah usaha (bisnis) apa yang akan dikembangkan agar modal (simpanan) Anggota terus berkembang. Tentu saja usaha yang terkait dengan kebutuhan Anggota dulu serta terciptanya peluang Anggota berusaha (berdagang) dalam koperasi .Â
Perlu dimengerti, bahwa Koperasi tidak hanya simpan pinjam semata Ada 5 jenis koperasi : Produksi, Konsumsi, jasa, Pemasaran dan Simpan Pinjam.Â
Bahkan sejak 2021 melalui Kepmen Koperasi & UKM no 8 Tahun 2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak, telah yang membuka peluang bagi start up. Komunitas tinggal memilih jenis koperasi apa yang paing cocok dengan kebutuhan Komunitas.
Kita ambil contoh: Komunitas Halak Hita Batak dengan Komite Masyarakat Danau Toba (KMDT) yang telah berbadan hukum sebagai Organisasi Masyarakat (Ormas).
Dengan tujuan di antaranya membantu Pemerintah mewujudkan percepatan pengembangan Wisata Danau Toba mendunia, dan mendorong penyiapan SDM Unggul untuk mencapai masyarakat cerdas, kuat, tangguh.Â
Jika ada 100.000 anggota Halak Hita yang terdaftar, dan menjadi anggota koperasi (digital) maka hal tersebut menjadi sebuah kekuatan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, legacy komunitas, yang bisa mendukung jalannya organisasi KMDT dan bahkan membantu mendampingi masyarakat sekitar Danau Toba (7 kabupaten) yang membutuhkan.
Komunitas Urang Sunda di Jawa Barat memiliki sebuah portal menarik sumpasarun.id, dengan tagline platform digital urang Sunda. Sampurasun artinya "saya mohon dimaafkan", seperti halnya frasa punten.Â
Dalam platform tsb tersedia menu donasi dan layanan bayar beli (PPOB). Komunitas tsb menggunakan teknologi informasi atau media sosial (Fb, IG, YT, Tiktok dll) untuk saling terhubung dengan anggotanya.Â
Banyak yang tertarik bergabung karena ada kerinduan pada kampung halaman atau saling sapa orang sekampung yang berada di seluruh pelosok dunia.
Kedua contoh komunitas suku tersebut bisa memiliki jutaan viewer (pemirsa), dan anggota formal maupun non formal.
Ada yang ingin berbuat sesuatu atau berbagi, namun belum tentu memiliki keterikatan secara formal. Oleh karena itu sangat disarankan membentuk badan hukum koperasi .
MENGAPA KOPERASI DIGITAL?
Pertama, anggota komunitas agar teridentifikasi secara formal perlu disediakan formulir pendaftaran online.Â
Maka mendirikan koperasi tidak akan menghilangkan semangat kekeluargaan (sosial) daripada mendirikan Perseroan Terbatas (PT). Maka solusinya adalah koperasi digital.
Kedua, literasi digital masyarakat semakin membaik dalam mengakses informasi termasuk komunitas atau perkumpulan tadi.Â
Ketika keberadaan Komunitas berbadan hukum koperasi, maka semua kegiatan dapat dipertanggung jawabkan melaui AD/ART . Maka komunitas semakin transparan jika dilakukan digitalisasi.
Ketiga, komunitas dapat menciptakan lapangan kerja bahkan inovasi dan bisnis baru dengan terjadinya transaksi antar sesama anggota Koperasi (close loop) di komunitas. Maka komunitas bermanfaat secara sosial dan bisnis.
Keempat, koperasi digital berbadan hukum koperasi dapat menjadi legacy bagi generasi berikutnya dari komunitas tersebut, yang juga dapat memperkuat kekeluargaan, sebagaimana semangat berkoperasi. Maka keberlangsungan komunitas akan terjaga baik.
Pembaca, yang literasi digitalnya makin membaik, sekarang era digital.Â
Untuk menjaga sustainability (keberlangsungan) dan legacy (warisan) , sudahkah komunitas Anda, apakah Alumni, Profesi, Penulis Kompasiana, Marga, Suku, Pensiunan, Kantoran, Kampung Halaman dsb berpikir untuk membangun koperasi berbasis digital?
Semoga bermanfaat.
JktTanahKusir, 100922.1433
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI