Mohon tunggu...
James Martua Purba
James Martua Purba Mohon Tunggu... Konsultan - Digital Cooperative and Financial Enthusiast

Antusias membantu koperasi melakukan inovasi, revitalisasi, modernisasi, digitalisasi. Indonesia dengan gotong royong, kebersamaan dan kekeluargaan semua akan baik-baik saja. *Love GOD, Indonesia and Family* purbajamesnow@gmail.com, https://wa.me/6281321018197

Selanjutnya

Tutup

Financial

RAHASIA : Sukses Koperasi "Berkedok"

6 Agustus 2022   00:51 Diperbarui: 1 Desember 2023   16:57 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

KOPERASI "BERKEDOK",  sukses meraih keuntungan karena kedekatannya  dengan "Nasabah", respon yang cepat atas kebutuhan Nasabah dan mereka mengerti psikologi Nasabah. Sengaja disebut Nasabah karena di sana tidak mengenal istilah Anggota. Simpanan hanya kedok, yang penting pinjam dengan jaminan atau tanpa jaminan. Tanpa jaminan jika melihat usia warung/UMKM dan penjualan harian lancar. Nasabah "didik" supaya membayar atau melunasi  tepat waktu. Sukses sebagai "KSP" dengan Nasabah yang sebagian besar adalah UMKM, pemilk warung, pedagang pasar tetapi banyak juga perorangan. Tentu mereka tidak pernah bucara SHU

Ada yang bisa dipetik dari keberhasilan mereka,dia natanya  menolong nasabah yang membutuhkan dana tanpa ribet serta kegesitannya dalam melakukan kegiatan sales dan meketing. Bisa jadi mereka sudah melakukan digitalisasi, misalnya menggunakan aplikasi dalam penagihan dengan laporan realtime kepada Pemilik dan Nasabah.

BANK KELILING alias bangke alias rentenir di Jawa Barat, disebut "bank emok", yaitu bank berjalan  yang memberikan pinjaman mikro dengan bunga mencekik  kepada ibu-ibu rumah tangga (berkelompok). Emok sendiri dalam bahasa Sunda artinya duduk lesehan. Jadi pemberian   pinjaman dilakukan sambil  duduk lesehan. Gayanya meniru  Graemen Bank Bangladesh yang nasabahnya adalah ibu-ibu. Masyarakat  perlu terus diedukasi agar mengetahui perbedaan  Koperasi Asli dan Koperasi Abal-abal.

Muhamad Yunus dengan Graemen Bank, seorang bankir dari Bangladesh mengembangkan konsep kredit mikro dengan  pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang tidak mampu meminjam dari bank umum, tentu saja bunganya tidak mencekik. Graemen mampu mensejahterakan kelompok miskin, sehingga Muhamad Yunus dengan Graemen Bank meraih  pemenang Nobel Bidang Ekonomi  pada tahun 2006.

Lalu, di lingkungan "halak hita"  di Sumut, bank keliling  dikenal istilah dengan istilah "partagi" (penagih) yang rajin mengunjungi nasabahnya melakukan penagihan door to door.  Partagi yang sebagian besar  berasal dari Sumut , di Jawa Barat mereka sering disebut sebagai pekerja di CV Punten, artinya kalau mau menagih selalu dimulai dengan kata punten. Dalam bahasa Sunda, punten  bermakna permisi dan maaf (mau nagih nih). Yang paling menggelikan tentu saja bank keliling sering mengaku  berasal dari Koperasi  atau BPR. Kita tahu bahwa bank keliling dimiliki oleh perorangan atau pemodal besar.

Halak kita memang terkenal ulet dalam berusaha dan menguasai bisnis jasa keuangan dengan baik. Mereka menyebar hampir di manapun mereka berada. Agar terlihat resmi,dan naik kelas sebagian mendirikan BPR dan "koperasi". Koperasi dalam tanda petik karena koperasi yang dibentuk  atau didirikan biasanya  dikuasasi oleh keluarga terdekat, dengan jumlah pendiri (founder) 9 orang. Banyak yang sukses dan kaya raya, hingga mampu menjadi  wakil rakyat atau kepala daerah, karena memiliki modal uang yang kuat.

Apapun itu memang masalah ekonomi, mikro maupun makro membutuhkan sebuah lembaga resmi Bank maupun Koperasi. Kedua institusi yang bergerak di jasa keuangan memang diatur ketat oleh Pemerintah melalui regulasi

MENGGUNAKAN NAMA KEDOK KOPERASI

Baca juga: Koperasi Abal-abal

Koperasi adalah sebuah badan usaha yang beranggotakan sekumpulan orang yang kegiatannya berlandaskan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan dan gotong royong.

Nah, banyak terjadi bank emok dan partagi banyak yang mengaku berasal dari Koperasi. Koperasinya resmi berbadan hukum,  namun pendirinya berasal dari keluarga : bapak,ibu, anak, menantu, ipar yang berada pada ring-1 keluarga. Meskipun sekarang dalam pendirian Koperasi , Notaris meminta harus ada Surat Keterangan bahwa Pengurus tidak ada hubungan keluarga. Pembenarannya, "koperasi"  tadi memang didirikan secara gotong royong dan kekeluargaan (maksudnya keluarga sendiri). Model koperasi seperti ini biasanya  basisnya bukan anggota tetapi modal. Pengurusnya dari kalangan keluarga saja, yang penting modalnya besar. Anggota koperasi adalah nasabah yang mungkin tidak perlu menyimpan, tapi rajinlah meminjam.

KOLABORASI

Sekarang bukan eranya persaingan atau kompetisi. Habis energi jika selalu ingin berperang. Saatnya berkolaborasi. Menurut KBBI, kolaborasi atau persaingan  adalah : (perbuatan) kerja sama (dengan musuh dan sebagainya); Dapat disederhanakan, kolaborasi sebagai proses kerja sama dengan musuh (pesaing) untuk melaksanakan gagasan atau ide serta menyelesaikan masalah untuk mencapai tujuan saling menguntungkan.

Masalahnya,apakah mak emok atau partagi mau berkolaborasi?

Mungkin  perlu waktu dan tenaga untuk berdiskusi untuk menyamakan visi dan misi (tujuan). Namun saya percaya, era digital ini peluang tersebut , cepat atau lambat akan terwujud. Semakin banyak yang berkolaborasi maka,  semakin banyak piihan dalam meningkatkan kemampuan ekonomi keduanya (missal mak emok/partagi) dengan bank atau koperasi.

Partagi atau mak emok jangan-jangan sudah melakuan transformasi digital ?  

Bisa jadi mereka sudah mulai melakukan transformasi menggunakan platform digital atau aplikasi simpan pinjam. Ada kemungkinan mereka sudah memiliki digital mindset dan suatu saat  mendirikan lembaga resmi dan melakukan digitalisasi. Bisa koperasi digital atau bank digital.  Mereka mungkin berpikir untuk kolaborasi dengan platform sejenis. Berarti mak emok atau partagi kelebihannya adalah tetap aktif berkeliling memberikan pinjaman dan melakukan penagihan.

Pegiat Koperasi mari kita memahami fenomena ini dengan kritis dan terus melakukan edukasi yang sesuai dengan Undang Undang Koperasi

BdgAntapani, 060822.0047

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun