Tidak berlangsung lama, akhirnya Amirah dan neneknya tiba dengan membawa hasil pencarian barang bekas. Langsung saya dekati nenek tersebut, namun sedikit muncul raut wajah yang mengisyaratkan dia lupa dengan saya , sembari mengingatkan memorinya tentang pertemuan beberapa hari lalu, sampai akhirnya senyum simpul muncul pertanda nenek tersebut sudah ingat.
Setelah meletakkan barang bekasnya, tidak sabar saya lontarkan pertanyaan seputar keberadaan mereka dan kakek tersebut.
Masih tersengal-sengal nafas nenek tersebut mulai menjawab pertanyaan saya. Beliau mengatakan bahwa mereka tinggal di pinggiran sungai baru beberapa hari ini aja. Sambil menghapus air matanya dengan jilbabnya.
Saya sudah bisa merasakan kesedian mereka. Ini terpaksa mereka lakukan karena ketidakberdayaan tinggal menumpang dengan saudaranya, tanpa menyebutkan lebih rinci akibat beliau tidak tinggal lagi di rumah saudaranya itu
***
Keterbatasan Kakek Amirah, Tidak Melalaikan Ibadah
Suaminya sering menghatamkan Al Qur’an yang ditandai dengan makan pulut kuning bersama dimakan sebagai ‘ritual’ tanda kebaikan. Tidak jelas apa yang terjadi, sampai akhirnya beliau seperti ini. Kenangnya sambil menghapus air matanya yang keluar.
Setelah kejadian tersebut, suaminya tidak bisa berbuat banyak sehingga yang menggantikan untuk menopang kehidupan mereka yaitu istrinya (nenek Amirah).
Perbincangan semakin mendalam, sembari memohon maaf ku tanyakan perihal anak-anak mereka. Nenek tersebut mengatakan, bahkan beliau mempunyai ada 5 orang yang sudah berkeluarga dan yang tinggal masih di sekitar kota Medan. Mereka hanya tahu bahwa orang tua mereka tinggal di tempat saudaranya. Mereka tidak tahu bahwa orang ``tua mereka tinggal di pinggir sungai.
Yang membuat aku ta’ajub, mereka masih tetap mau sholat dan bahkan ke Masjid secara berjamaah yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka khususnya Sholat Maghrib dan Isya.