Mohon tunggu...
Jamal Syarif
Jamal Syarif Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti dan pengajar

Sinta ID: 6023338

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan di Januari

28 Januari 2025   07:53 Diperbarui: 28 Januari 2025   07:53 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Langit Januari tertutup awan kelabu, menumpahkan hujan tanpa henti yang membasahi setiap sudut kampus. Di koridor panjang gedung pascasarjana, langkah mahasiswa terdengar tergesa. Hari ini, deadline pengumpulan tugas melayang di atas kepala seperti awan gelap yang siap meledak kapan saja.

Umar, dengan ransel agak basah, baru saja sampai di depan kelas. Ia menenteng map berisi tugas penelitian---makalah yang menjadi penentu nilai besar di mata kuliah inti. Rambutnya sedikit bercipratan air hujan, tapi ia tampak tenang. Di sisi lain, Samuel telah duduk di bangku paling depan, tampak sibuk merapikan kertas-kertas. Wajahnya tegang, matanya menyorot semacam kegelisahan. Persahabatan di antara keduanya sebenarnya cukup erat, tetapi belakangan mulai terasa kaku karena tekanan akademik.

Tidak jauh dari mereka, seorang mahasiswi bernama Rahma memperhatikan dengan pandangan tajam. Rahma dikenal sebagai teman sekelas yang ramah, namun belakangan ia sering melontarkan komentar yang memancing keretakan di antara teman-teman. Ia kerap menyampaikan "fakta" dengan nada pedas, seolah menebar bibit provokasi.

"Hai, Umar," sapa Rahma, mendekat dengan senyum tipis. "Dengar-dengar Samuel belum selesai revisi tugasnya? Wah, kalau kau sudah siap, mungkin ini peluang buatmu menunjukkan siapa yang lebih tangguh." Kalimatnya terdengar biasa, tapi intonasinya menyiratkan dorongan agar Umar memandang Samuel sebagai saingan.

Umar mengernyitkan dahi. "Aku tak pernah memikirkan itu, Rahma. Aku dan Samuel sama-sama berjuang. Kami mau lulus sama-sama juga."

"Oh, ya? Karena kemarin aku sempat dengar Samuel bilang tugasmu biasa saja," ujarnya, menambahkan nada dramatik. Lalu Rahma melengos pergi, meninggalkan Umar yang mulai dirundung keraguan.

Sementara itu, di dalam kelas, Samuel berusaha menyelesaikan halaman akhir makalahnya. Hujan makin deras, mengetuk jendela dengan ritme yang menenangkan sekaligus mencekam. Samuel menoleh ke arah Umar yang baru masuk kelas. Ia mengangguk kecil, tapi Umar membalasnya dengan tatapan datar. Ada sekat tak kasatmata terbentuk di antara mereka.

Waktu istirahat tiba, para mahasiswa berpencar. Sebagian ke kantin, sebagian tetap di ruang diskusi. Umar dan Samuel memanfaatkan waktu untuk memeriksa tugas masing-masing. Hujan di luar mengguyur makin deras, menimbulkan genangan besar di halaman kampus.

Dalam suasana agak lengang, Rahma kembali muncul, kali ini mendekati Samuel di bangku pojok. "Sam," katanya perlahan, "dengar-dengar Umar sudah memfinalisasi tugasnya jauh lebih baik. Malahan, katanya dia sempat konsultasi tambahan ke dosen. Kau yakin tugasmu aman?"

Samuel menoleh, kerutan di dahinya makin dalam. "Apa maksudmu, Rahma?"

Rahma menggeleng, berpura-pura tak ada niat buruk. "Enggak, kok. Aku cuma khawatir kau akan tertinggal jauh. Soalnya, kudengar beberapa teman bilang, makalah Umar ini bakal jadi acuan. Kamu yakin tak perlu menambah sumber?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun