Mohon tunggu...
Ridwan
Ridwan Mohon Tunggu... Auditor - Penulis

EMPOWERMET - MANAGEMENT - TECHNOLOGY - EDUCATION

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejarah Idhul Adha dan Qurban

10 Juni 2024   16:59 Diperbarui: 11 Juni 2024   04:19 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Raya Idul Adha dan pelaksanaan ibadah qurban merupakan ibadah tahunan umat Islam. Iduladha dan ibadah kurban merupakan dua hal yang punya sejarah panjang dalam tradisi Islam.

Mengutip laman Kemenag Jawa Barat, Iduladha dinamai juga Idul Nahr yang berarti hari raya penyembelihan. 

Iduladha biasanya dirayakan setiap tanggal 10 Zulhijah dalam kalender hijriah, pada hari raya tersebut umat Islam yang mampu disunahkan untuk menyembelih hewan kurban.

Hal tersebut berkaitan dengan kisah hidup Nabi Ibrahim yang diberi ujian oleh Allah Swt. untuk menyembelihkan anaknya, Nabi Ismail.

Lantas seperti apa sejarah dan kisah lengkapnya mengenai perayaan Iduladha dan kurban?

Sejarah Idul Adha dan pelaksanaan qurban

Jika kita membicarakan mengenai sejarah Idul Adha maka tidak terlepas dari kisah keteladanan Nabi Ibrahim as. dan juga putranya Nabi Ismail as.

Melansir dari laman NU Online, sejarah qurban terjadi setelah meledaknya peristiwa pembakaran hidup-hidup Nabi Ibrahim oleh Raja Namrud.

Sebagai bukti kebesaran Allah, Nabi Ibrahim diselamatkan dari pembakaran tersebut. Allah Swt. memerintahkan api yang membakar tubuh Nabi Ibrahim menjadi dingin.

Setelah peristiwa itu terjadi, Ibrahim kemudian meninggalkan Raja Namrud dan pengikutnya. Nabi Ibrahim kemudian menikah dengan Siti Hajar dan dikaruniai seorang putra yang diberi nama Ismail yang kelak juga akan diangkat menjadi nabi.

Suatu malam, Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi bahwa ia diperintahkan oleh Allah Swt. untuk menyembelih putra kesayangannya, saat itu Ibrahim sudah tumbuh menjadi anak yang bertanggung jawab dan sudah bisa membantu pekerjaan Nabi Ibrahim.

Dengan datangnya mimpi itu, Nabi Ibrahim terlihat sangat bingung dalam menyikapi mimpinya, ia tak lantas membenarkan mimpi itu tetapi juga tidak pula mengingkari.

Keesokan harinya hari Nabi Ibrahim terus merenungi mimpi itu dan memohon petunjuk kepada Allah Swt. 

Pada malam kedua, mimpi yang sama kembali datang hingga malam ketiga, akhirnya Nabi Ibrahim meyakini dan membenarkan mimpi itu bahwa ia harus melaksanakan perintah Allah Swt. untuk menyembelih putra kesayangannya.

Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail tersebut tertuang dalam Al-Qur'an surah Ash-Shaffat ayat 102-107 berikut:

  (102) (103) (104) (105) (106) (107)

Artinya: Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar (102). Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah) (103). Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim!" (104). Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (105). Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (106). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (107). 

Sebagaimana dijelaskan dalam surah Ash-Shaffat tersebut, Nabi Ibrahim kemudian menyanggupi perintah Allah tersebut setelah berdiskusi dengan Ismail. 

Kemudian, tepat ketika Nabi Ibrahim hendak menghunuskan pedang ke anaknya sendiri, Allah Swt. mengganti Ismail dengan seekor kambing.

Peristiwa tersebut kemudian menjadi dasar pelaksanaan ibadah kurban kala Iduladha. Umat Islam kemudian menyembelih hewan kurban yang terdiri dari kambing, sapi, dan unta sebagai bentuk keimanan kepada Allah.

Daging hewan kurban tersebut kemudian akan dibagikan kepada semua orang di sekitarnya untuk dinikmati bersama-sama.

Selain memiliki nilai religius sebagai bentuk pengorbanan diri kepada Tuhan, ibadah kurban juga menjadi ibadah yang memiliki nilai kemanusiaan, yakni berbagi daging sebagai santapan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun