Mohon tunggu...
Mas Jalu
Mas Jalu Mohon Tunggu... fotografer -

Fotografer pecinta budaya, hobi piknik dan ngendid orang

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sisi Lain Wisata Bangka Belitung

15 April 2018   23:40 Diperbarui: 16 April 2018   00:14 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan

Mendengar kata Babel, singkatan dari Bangka Belitung semua orang terbayang deretan pantai berpasir putih, air laut yang berwarna biru dan tosca serta batuan granit yang besar menawan. Menengok sisi lain keindahan pulau Bangka sungguh menarik. Membuat saya ingin berlama-lama tinggal disana.

Mendarat di Bandar udara Depati Amir setelah menempuh keberangkatan dari bandara Adisucipto dan bersinggah sementara di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II untuk transit membuat saya sangat lega, akhirnya menginjakkan untuk pertama kali di pulau yang katanya eksotis ini.

jalu7726-5ad37d8fcaf7db0452383722.jpg
jalu7726-5ad37d8fcaf7db0452383722.jpg
Disambut senyum manis mas driver yang segera mengantarku menuju Sungailiat, di sebuah guest house bernama Sutos yang kemudian baru aku tahu singkatan dari Sungailiat Town Square. Sebuah tempat singgah sederhana dan cukup murah dengan adanya fasilitas AC, kamar mandi dalam dan saluran televisi meskipun hanya beberapa yang terlihat jernih, cukup 200ribu/malam.

Matahari mulai tertutup awan sore itu, bahkan beberapa lokasi di Sungailiat terguyur hujan. Beruntung tak sampai sejam hujan sudah mereda, diganti oleh semburat jingga yang menggugah hasrat mengeluarkan kamera. Tongaci, nama sebuah pantai di Sungaliat yang cukup terkenal, hanya berjarak kurang dari 3km dari Sutos Guest House. Segera aku bergegas kesana karena berbarengan dengan acara Bangka Culture Wave Festival saat itu. Ternyata aku salah, pantai Tongaci menghadap ke timur sehingga tidak didapatkan foto sunset disana. 

Di sisi lain aku sangat diuntungkan oleh beberapa acara Bangka Wave Culture Festival yang cukup menarik sore itu. Body painting dengan model-model cantik, instalasi seni berupa payung warna-warni, dan berbagai patung sudah menghiasi keseluruhan venue di pinggiran pantai Tongaci. Lumayan sebagai pengganti kekecewaan atas kesalahanku yang kurang referensi atas  pantai Tongaci.

Instalasi Seni Bangka Culture Wave Festival (ngopibareng.id)
Instalasi Seni Bangka Culture Wave Festival (ngopibareng.id)
Pagi harinya aku bergegas menuju pantai Penyusuk yang berlokasi di Belinyu, sisi utara Pulau Bangka. Cukup jauh perjalanan dari Sungailiat menuju Belinyu, membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam perjalanan mobil. Lelahpun sekejap hilang tatkala terlihat garis horizontal dengan warna biru yang sangat menawan. Yes, sampailah di pantai Penyusuk. 

Matahari masih berada tak begitu tinggi di sisi timur, sedikit mengganggu foto landscape karena sinarnya yang terik. Memang alangkah baiknya ke pantai ini pagi-pagi menikmati sunrise, atau sore hari ketika matahari menjauh kea rah berlawanan bibir pantai. Puas berfoto, sebutir kelapa muda segar melepas dahaga, melegakan tenggorokan yang sudah sejak tadi meronta kehausan. 

Meninggalkan pantai Penyusuk menyusuri jalanan dengan penuh ilalang. Satu hal yang sangat menarik di mata fotografi bagiku, beberapa deret pohon cengkeh yang kering terbakar namun berwarna keabu-abuan di hamparan ilalang putih dan rerumputan hijau sangat indah untuk dituangkan dalam sebuah seni foto. Yap, aku mengambil beberapa foto disana. Keren sekali. 

Namun tak hanya eksotisme alam yang luar biasa yang dihadirkan di kecamatan Belinyu ini. Di pusat kecamatan terderet beberapa bangunan tua khas pecinan. Memang benar, di Belinyu ini mayoritas masyarakat Tionghoa cukup mendominasi. Saya sempatkan berhenti sejenak untuk mengambil beberapa foto. Ingin rasanya sejenak bersilaturahmi dan berbincang santai dengan salah satu penghuni rumah, namun tampaknya sedang beristirahat siang sehingga niat itupun aku urungkan. 

genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
foto pribadi
foto pribadi
Perjalanan aku lanjutkan ke pantai Tikus, sekalian pulang ke Sungailiat. Entah kenapa dinamai pantai Tikus, ungkap masyarakat setempat dahulu kala banyak penyelundup timah melewati pantai ini dikarenakan banyak sekali jalan tikus yang aman untuk beroperasi. Mitos angker yang terdengar semata-mata untuk memuluskan jalan para penyelundup agar tidak diketahui masyarakat.

genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
Di sekitar pantai ini ada sebuah pagoda vihara, merupakan pagoda terbesar di pulau Bangka. Pagoda vihara yang bernama Puri Tri Agung ini berdiri kokoh menghadap pantai Tikus. Vihara dengan arsitektur megah baik di dalam maupun luar ini banyak dikunjungi tak hanya umat Tionghoa, namun juga wisatawan yang berkunjung ke pantai Tikus. Berbeda dengan pantai Penyusuk, di pantai Tikus ini tidak Nampak satupun pedagang, jadi alangkah baiknya kalian mempersiapkan bekal makanan dan minuman jika hendak ke pantai ini. 

Menaiki satu batuan granit besar di sisi tengah bibir pantai bisa memandang hampir keseluruhan pantai. Hamparan pasir putihnya yang luas, biru kehijauan air laut mengundang hasrat untuk menceburkan diri, namun sayang sekali aku tidak mempersiapkan baju ganti. Lepas dari itu, aku sudah sangat terpuaskan oleh landscape fotografi yang aku dapatkan di pantai yang sangat eksotis ini.

genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
Segera aku melaju menuju ke Bandara Depati Amir, karena sore itu aku harus ikut penerbangan pulang menuju Jogja. Tapi lagi-lagi aku terhanyut oleh keindahan sisi pulau Bangka yang kali ini terjadi di jembatan yang menghubungkan Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka, disebut sebagai jembatan EMAS. Sesaat aku berpikir bahwa nama jembatan ini diambil dari komoditas tambang emas di Bangka. 

Dan ternyata salah, nama EMAS diambil dari singkatan Eko Maulana Ali Soeharso, nama mantan Gubernur Bangka Belitung. Jembatan sepanjang 785 meter, dengan lebar 23 meter, membentang di atas aliran Sungai Pangkal Balam, wilayah Ketapang, Pangkalpinang. Jembatan ini akan membuka tutup jika ada lalu lintas kapal besar yang melewati sungai Pangkal Balam. Indah sekali untuk diabadikan. Diatas jembatan ini pula kita bisa menikmati keindahan alam pantai Air Anyir dibawahnya. Jembatan yang menjadi ikon baru di pulau Bangka ini menjadi kebanggan warga masyarakat disana.

genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
Ada hal yang belum lengkap ketika kita berkunjung di suatu daerah tanpa membeli oleh-oleh khas disana. Kerupuk kemplang dan kerupuk siput jari menjadi pilihanku sebagai oleh-oleh kuliner. Juga beberapa gantungan kunci yang terbuat dari timah, suatu yang sangat khas dari pulau Bangka.  Waktupun beranjak sore, dan aku bergegas menuju bandara Depati Amir untuk segera check in atas boarding pass ku.

Perjalanan yang sangat eksotis dan penuh dengan pengalaman baru. Aku putuskan tahun depan untuk kembali lagi ke pulau Bangka, menikmati keindahan yang belum sepenuhnya aku susuri. Terimakasih Bangka, nantikan aku kembali.

genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan
genpi.co / Kontributor : Thomas Christiawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun