Mohon tunggu...
Jalu
Jalu Mohon Tunggu... -

Menanti kemerdekaan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku Dibawa ke Warung Kopi

1 Desember 2015   03:10 Diperbarui: 1 Desember 2015   03:32 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Kemana malam ini hendak membawa aku pergi, suara bising kereta yang berjalan, lalu lalang sepeda motor dan orang-orang yang tergeletak di persimpangan jalan, semua hal-hal yang hidup dan mati seperti tidak saling mengenal. Keramaian hanya menciptakan kesibukan . Kebisuan menjadi gaya kemoderenan hingga melupakan ciri khas sebagai bangsa yang pernah menggembar-gemborkan jargon "Gotong-royong".

Dulu sewaktu masih kecil, sering kujumpai dipelataran rumah beberapa anak-anak berkumpul untuk menjalani ritual permainan klasik, beteng-betengan, engklek, gobak sodor, delik-an, dan sejenisnya. Menciptakan hubungan erat dengan sesama, satu sama lain saling mengenal, gaya komunikasi dibangun sejak dini melalui permainan yang sekarang belum pernah kutemukan lagi. Jangankan ketemu, hanya sekedar untuk melihatpun sudah tidak ada. Sungguh tragis hidup di masa kekinian, lahan untuk tempat bermain sudah digusur menjadi gedung-gedung mewah dengan dalih modernisasi. 

Sekarang, aku berdiri diantara kebisuan berjalan langkah demi langkah menyusuri jalanan, terombang-ambing dalam tujuan. Dari pintu ke pintu hanya menjadikan diri ini ditelanjangi oleh kehidupan, dan berhentilah di sebuah warung kopi yang sangat sederhana dengan masih menggunakan  radio kuno yang diputar saluran acara wayang kulit, seorang pengunjung lelaki tua begitu antusias mendengarkan, dari kopinya panas sampai menjadi dingin belum disentuh sekalipun sejak dipesan sejam yang lalu, wajahnya tersirat kerinduannya pada tontonan warisan budaya lokal dari pada tontonan acara TV yang kebarat-baratan.

"mbok kopi satu ya, tanpa gula"

"apa tidak pahit loh nak tanpa gula itu"

"tidak mbok, yah mau gimana lagi, sudah terbiasa dengan yang pahit-pahit mbok"

"oh yo wes, kalau maunya seperti itu, si mbok nurut wae sama pembeli, kalau gak nurut nanti pada hilang pelanggannya"

"siap mbok, jangan lama-lama ya mbok kopinya"

"kamu sudah lelah berjalan nak? Sapa sang bapak tua"  setelah acara wayang kulit sudah selesai dia mengajak ngobrol dengan gaya santai dan cepat mengakrabkan pertemanan. 

"loh bapak kok bisa tahu, kalau aku berjalan jauh?"

"iya lah wong bapak tadi lihat kamu mondar-mandir seperti orang gak jelas, seperti orang kebingungan, jadi apa alasanmu datang minum kopi?"

"ini kopinya di minum dulu nak, ngobrol tanpa adanya kopi terasa hambar loh, hehehe" tegur si mbok karena kopi sudah dihidangkan"

"injeh mbok"

"banyak alasan saya minum kopi pak, ini sedikit puisi untuk bapak tentang kopi"

Meminum kopi aku merdeka

Meminum kopi aku mengerti 

Bahwa hidup bukan hanya tentang kegembiraan

Dihadapan kopi

Semua terasa sama

Tidak ada sistem kelas

Tidak ada yang menindas atau tertindas

Borjuis atau proletar 

Semua mendapatkan hukum yang sama

Sama-sama boleh meminumnya

Dalam seruputan kopi

Aku membongkar kegelisahan

Bersama teman-teman tentang banyak hal

Pengetahuan, kehidupan, perempuan, cinta bahkan tentang ranjang si icih sekalipun

Dalam ngopiku,

Aku bisa mengenang tentang perjuangan seorang ayah

Dia hujan kehujanan panas kepanasan demi anaknya bisa setara dengan teman-temannya walaupun kutahu ayah tak bisa melakukan itu

Dalam ngopiku, ada kerinduanku pada seorang Ibu

Tiap malam kopi menjaganya dari rasa kantuk 

Membuat kue bolu untuk dijual pada pelanggan 

Tanpa kenal lelah, diia sang pejuang perempuan

Membantu perekonomian keluarga

 

Pada kopi 

Aku menagih janji

Tentang seorang perempuan

Yang akan menggugat cangkir 

Dengan bibirnya yang mungil

 

Dan akhirnya. malam ini membawaku pergi untuk berkelana meminum kopi di tempat yang belum pernah ku kunjungi, membawaku untuk keluar dari kebiasaan. 

 

Diberanda, 01 Des 15

 

                    

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun