Aku jadi teringat, mungkin Emil bisa bertahan saat diajak melancong itu karena sedari dalam kandungan sudah diajak jalan-jalan oleh ibunya. Saat mengandung Emil, ibunya sedang menyelesaikan study magisternya di Yogyakarta. Sedangkan kami tinggal bersama di Madiun.
Ketika ada jadwal kuliah maupun bimbingan tesis di kampus Jogja. Ibunya biasanya menggunakan transportasi umum, baik bus maupun kereta api. Bus jurusan Jogja-Madiun-Surabaya itu terkenal horor dan ugal-ugalan, sebut saja ada Sugeng Rahayu, Mira, dan Sumber Selamet.Â
Saat naik bus itu, kamu akan tahu rasanya "terbang" dalam waktu sepersekian detik. Ya, itu karena sangat kencangnya laju bus. Dalam spot-spot tertentu, bus-bus itu akan balapan dan adu kecepatan yang sangat memacu adrenalin.
Ya mungkin dari pengalaman-pengalaman di dalam kandungan itu, Emil tumbuh jadi bayi yang kuat dan tahan terhadap goncangan kendaraan. Hahaha.
Menurut para ahli 'kan memang bayi dalam kandungan sudah bisa belajar dan merespon apa yang terjadi di luar, terutama yang dirasakan oleh ibunya.Â
Bahkan beberapa ahli menyarankan kepada orang tua untuk selalu mengajak komunikasi bayi dalam kandungan. Ini supaya si jabang bayi nantinya setelah dilahirkan memiliki kecerdasan lebih tinggi  pada saat usia sekolah.
Sebagai orang tua tentu harapan dan doa untuk anak setiap hari dirapalkan. Supaya nantinya bisa menjadi anak yang berbakti dan berguna bagi sesama.
Emil, maafkan Ayahmu yang belum bisa memberikan sepenuh waktunya untukmu. Tapi yakinlah kasih sayangnya untukmu tidak akan terpisah oleh jarak dan waktu.
Selamat tidur anakku, Emil Narendra Athaillah, si Iron Boy. *()*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H