Masa kini, sering terkoneksi dengan masa lalu. Sekitar tahun 2000, dalam liputan jurnalistik untuk Majalah KR, saya bermalam, berinsteraksi dengan masyarakat Dayak Kanayatn di Kampung Sahapm, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Saya menemui Laurentius Taus, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (kini jadi bruder Kapusin), teman di asrama Sepakat 2 (kini asrama Bonaventura, yang dikelola Bruder MTB) di Gg.Sepakat 2 Jln. Ayani, Pontianak.Â
Ayah Taus, Pak Jumpol,  ternyata adalah ketua umat,  guru SD dan kepala desa Sahapm: tokoh masyarakat Desa Sahapm.  Dua malam saya tidur di rumah tunggal mereka yang tidak  jauh dari rumah panjang. Satu malam saya diajak tidur di bilik milik Pak Jumpol di rumah radakng (bhs Kanayatn, rumah panjang) disana.Â
Radakng dibangun tahun 1875, dengan Panjang 186 meter, lebar 10 meter dan tinggi lantai sekitar 7 meter dari tanah. Rumah ini memiliki 34 bilik yang dihuni sekitar 200 jiwa. Inilah rumah panjang terdekat dan terpanjang dari kota Pontianak, sekitar 200 km dari kota Pontianak.
Sekitar pukul 18.30 hari pertama, Pak Jumpol dan anak-anaknya, saya tentu serta juga; berkumpul untuk makan malam. Kami duduk melantai beralaskan tikar pandan. Sebelum makan, doa bersama. Selesai makan, kami tetap duduk. Peralatan makan diangkat, dibersihkan, dipasang tikar baru, dinyalakan lilin dan salib.Â
Ternyata, selesai makan malam, langsung doa malam. Selesai doa malam, saya wawancara dengan pak Jumpol. Beliau berkisah tentang banyak hal, tentang adat istiadat, budaya dan seluk beluk kehidupan di rumah panjang, termasuk bagaimana beliau mendidik anak-anaknya.
Hari kedua dan ketiga, ternyata rutinitas sore dan malam di rumah Pak Jumpol seperti hari sebelumnya. Bisik-bisik saya tanya Taus, "Doa malam ini setiap hari kah?". "Iya bang..setiap sore, kami anak-anak wajib kumpul di rumah, apapun kegiatan harus stop. Makan Bersama dan doa malam bersama,"jelasnya dalam bahasa Kanayatn.
Saat itu (tahun 2000) ada dua putra Pak Jumpol yang mau menjadi seorang imam Katolik, yakni Domi dan Bagara. Dalam perjalannya Domi memilih tidak melanjutkan pendidikan keimamatannya (menurut Pastor Bagara, kini bang Domi seorang ASN) dan Bagara yang menjadi pastor dari Ordo Kapusin. Belakangan, Taus juga memilih menjadi seorang bruder, Br. Laurentius Taus, OFM Cap.
Benar kata pepatah, bibit baik menghasilkan buah baik. Tradisi doa di keluarga Pak Jumpol menghasilkan buah: seorang pastor dan seorang bruder.
Sama2 Kenal; pertama tatap muka:Â
Hari ini (25/7) Pastor Faustus Bagara OFM Cap., mempersembahkan misa dalam pembukaan MONEV PUSKOPCUINA. Sebelum dan setelah misa kami berbincang-bincang. Saya sudah lama mendengar nama beliau, tapi belum pernah  jumpa langsung. Ternyata beliau juga sama. "O..ini Edi Petebang, saya familiar dengarnya dan biasa baca tulisan. Ternyata ini orangnya, seloroh beliau. Pastor Bagara menjabat Minister Provinsial Kapusin Provinsi Pontianak periode 2021-2024. Terus berkarya, Pastor. Semoga selalu sehat, semangat dalam pelayanan.
Pontianak, 25 Juli 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H