Mohon tunggu...
Epetebang
Epetebang Mohon Tunggu... Wiraswasta - untaian literasi perjalanan indah & bahagiaku

credit union, musik, traveling & writing

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bubarkan Dekopin..

22 Juni 2016   07:31 Diperbarui: 12 Juli 2016   12:31 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ogo-city.org/koperasi-indonesia-logo-39256.html

Sudah lama terjadi diskusi yang hangat, alot, mendalam dan esensial tentang koperasi di Indonesia dan khususnya peran negara serta Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Dari diskusi yang melibatkan praktisi koperasi dari seluruh Indonesia serta para akademisi tersebut akhirnya lahirnya lahirnya surat resmi pembubaran Dekopin yang disampaikan oleh Koperasi Kosakti. Diharapkan akan menyusul koperasi lain  yang memohon kepada Presiden agar membubarkan Dekopin sebagai wadah tunggal gerakan Koperasi Indonesia dan Permohonan Pencabutan Keppres Nomo 6 Tahun 2011  Tentang Pengesahan Anggaran Dasar Dewan Koperasi Indonesia. Berikut isi lengkap Surat Kosakti bernomor 02/L/KOSAKTI/VI/2016 Jakarta, 20 Juni 2016. Saya menshare ini secara sadar dan sebagai bentuk dukungan saya terhadap isi surat ini.

Kepada Yang Terhormat,.

Presiden Republik Indonesia

H. Ir. Joko Widodo

Di Tempat

Dengan hormat,

Dinamika perkoperasian kita hingga saat ini terlihat stagnan, padahal koperasi selalu kita dengungkan sebagai kekuatan soko guru perekonomian. Dari sejak jaman Indonesia merdeka, koperasi kita secara agregat tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, bahkan mengalami banyak kemunduran secara pradigmatik. Koperasi yang kita harapkan dapat menjadi penyangga bagi persoalan ekonomi masyarakat yang utama, ternyata masih jauh panggang dari api.

Hingga sampai akhir tahun 2015, kontribusi koperasi kita hanya 1,7 % atau sekitar Rp. 187 trilyun dari Produk Domestik Bruto (PDB) kita yang sebesar Rp. 10.377 Trilyun.  Sementara jumlah koperasi berbadan hukum kita hingga akhir tahun 2014 berjumlah 209.355. Dimana berarti hampir rata-rata ada 3 koperasi formal di setiap desa yang diklaim beranggotakan lebih dari 36 juta orang. Kita jadi pemilik koperasi terbanyak di dunia, tapi tidak dalam semangat perkoperasianya. Dalam percaturan bisnis, koperasi terlewat dari lintas bisnis modern dan hanya jadi bagian dari sub-ordinat bisnis jenis lainya. Koperasi berada dalam masalah yang fundamental, baik masalah paradigmatik, regulasi maupun kebijakan.

Padahal di negara lain, koperasi dianggap sebagai titik terang dalam mengatasi masalah ekonomi dunia yang sampai saat ini kita rasakan. Koperasi telah diakui oleh banyak pihak sebagai solusi atas kondisi ekonomi stagnan, penurunan upah riil, meningkatnya ketidaksetaraan, penghematan publik  yang berlebih lebihan dan kerusakan sosial dan lingkungan. Lebih dari satu miliar orang di dunia sekarang terlibat sebagai anggota koperasi, dimana produsen, konsumen dan berbagai pihak dalam berbagai kombinasi adalah pemilik dan penerima manfaat utama dari pembagian kue ekonomi. Sejak 2008, bahkan menurut laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO), keuangan koperasi dan perusahaan mutual lainya mengungguli bank-bank konvensional dalam hampir setiap ukuran (ILO, 2009).

Dukungan politik bagi koperasi bersamaan dari berbagai organisasi internasional juga meningkat. Dimulai tahun 2012 yang telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai International Year Co-operative (IYC-2012) dan masuknya koperasi sebagai kata kunci dari pembangunan berkelanjutan dalam Deklarasi United Nation Conference For Sustainable Development (UNCSD) atau Rio+20  di Rio de Janeiro, Brazil bulan Juni 2012. Pengakuan penting PBB bahwa koperasi telah ikut mengurangi kemiskinan, mengkreasi  pekerjaan, mendorong Integrasi Sosial, dan mewujudkan  globalisasi yang fair.  Sementara itu dalam dokumen resmi Deklarasi RIO+20 di Bazil beberapa waktu lalu, koperasi diakui sebagai kunci dari pembangunan yang berkelanjutan.

Banyak ekonom dan tokoh dunia lainya yang menyebut, inilah saatnya satu perubahan dimulai, bagaimana setiap orang dapat mengendalikan pasar melalui kepemilikkan perusahaan secara kolektif melalui koperasi, perusahaan mutual, maupun dengan model kepemilikkan saham perusahaan oleh buruh (employee share ownership plan-ESOP).

Krisis telah mendorong kearah transisi perusahaan konvensional menjadi usaha demokratis di berbagai negara seperti Argentina, Yunani, Italia dan Amerika Serikat. Orang-orang juga mulai terbelalak dengan ketahanan koperasi yang dikembangkan di Basque,Spanyol dan Italia Emilia Romagna, serta contoh yang kurang  terkenal di Venezuela, Quebec serta utamanya daerah lain yang terkena dampak krisis ekonomi.

Dunia mulai berubah kearah perbuatan, bukan argumen. Mereka telah menunjukkan bahwa produksi dalam skala besar dan sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dapat dilakukan tanpa kelas ahli, tapi kelas tukang. Hasilnya, sarana kerja tidak perlu dimonopoli sebagai sarana kelas atas, orang tidak perlu bekerja seperti budak di tempat-tempat kerja. Orang-orang mulai percaya bahwa cara koperasi dapat menjadi solusi bagi sistem kapitalisme yang ekploitatif dan selalu mengancam kehidupan orang orang kecil dalam krisis.

Selama ini, secara paradigmatik cara berkoperasi kita dipahami secara salah.  Koperasi dianggap sebagai sebuah bisnis yang tidak ada bedanya dengan usaha lainya, yaitu sebagai asosiasi berbasis modal (capital-based association). Koperasi gagal dipahami sebagai organisasi berbasis orang(people-based association) yang tidak bebas nilai. Dalam praktek, karena begitu dominannya usaha koperasi di sektor simpan pinjam, maka koperasi itu juga dipahami hanya sebagai usaha yang pantas digerakkan di sektor ini. Koperasi yang secara natural berfungsi untuk penuhi kebutuhan domestik pangan dan enerji justru tidak tampak.  Jenis koperasi pekerja (worker co-operative) yang harusnya menjadi inti dari pergerakan koperasi di sektor riel tidak berkembang sama sekali. Apalagi jenis koperasi baru yang berparadigma multipihak (multistakeholder) yang sekarang mulai banyak berkembang pesat di belahan negara lain.  

Bisnis koperasi di negeri kita dianggap sebagai bisnis kecil-kecilan dan hidupnya tergantung dari program pembinaan pemerintah. Koperasi bahkan tidak lagi dianggap penting sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang perlu diajarkan. Faktanya koperasi sebagai mata pelajaran di sekolah dan perkuliahan di kampus telah banyak dihapus.  Koperasi citranya juga terus dibiarkan dirusak di lapangan oleh praktek rentenir berbaju koperasi. Hingga pada akhirnya, masyarakat sebagianya mengenal koperasi itu sebagai kegiatan yang tak ada bedanya dengan rentenir dan bahkan secara serampangan sering dibilang usaha yang berbau riba.

Dalam tata regulasi, koperasi terus disingkirkan dengan berbagai  cara.  Disubordinasi, didiskriminasi, dan bahkan dieliminasi dari perundang-undangan tentang ekonomi dan kemasyarakatan.  Dalam kebijakan, secara sistemik koperasi dikerdilkan dengan dijadikan sebagai tempat untuk menerima belas kasihan (charity) dalam program pemerintah maupun perusahaan swasta konvensional.  

Dalam undang-undang dan berbagai produk kebijakan, koperasi sengaja disub-ordinasi dengan selalu disebut sebagai bagian dari badan hukum yang selalu musti dibina dan dijadikan sebagai alat penyaluran program pemerintah. Diantara undang-undang yang secara terang-terangan lakukan diskriminasi dan mensub-ordinasi terhadap koperasi misalnya undang-undang (UU) penanaman modal yang hanya bolehkan investasi asing dalam bentuk perseroan, penggunaan badan hukum yang hanya boleh perseroan dalam UU Penanaman Modal untuk Investasi Asing, UU Rumah Sakit, Media, serta BUMN dan lain sebagainya.

Sampai hari ini kita juga masih diatur oleh undang-undang koperasi tersendiri yang kualitasnya jauh dari makna jatidiri koperasi. Sementara rancangan undang-undang perkoperasian baru paska dibatalkan undang-undang sebelumnya oleh Mahkamah Konstitusi banyak yang masih gambarkan pasal titipan kepentingan kelompok tertentu dan jauh dari kepentingan untuk membangun kehidupan perkoperasian yang lebih baik di masa mendatang.  Kita saat ini butuh langkah reformasi, dan langkah refomasi tersebut diperlukan sarana hukum baru untuk meningkatkan peranan koperasi kini dan di masa mendatang.  

Sebagaimana kita ketahui, Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2012 mengenai Perkoperasian tanggal 28 Mei 2014 telah dinyatakan Inkonstitusional oleh Mahakamah Konstitusi dan untuk sementara kembali ke UU Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian sebelum dibentuk UU yang baru.  Saat ini draft RUU yang baru sudah ada ditangan Bapak Presiden.

Bapak Presiden, UU yang baru nanti harus memenuhi 3 (tiga) syarat penting. Pertama, UU tersebut mau memberikan pengakuan/rekognisi terhadap praktik terbaik (best practices) dari apa yang telah dilakukan koperasi dan dasar aturan apa yang membuat mereka berkembang dan memberikan manfaat bagi anggotanya. Kedua, UU yang baru tersebut juga harus mampu memberikan perlindungan dan menghargai jati diri koperasi sebagai organisasi otonom dan mandiri dengan tidak banyak intervensi terhadap kepentingan anggota. Perlindungan ini juga mesti disertai dengan sifat UU yang sanksinya harus jelas sehingga UU yang baru nanti tidak hanya jadi macan kertas dan tidak imperatif (memerintah). Ketiga, UU yang baru harus mampu memberikan distingsi dan perlakuan yang berbeda dengan tidak memaksakan agar semua dikompabilitaskan dengan aturan permainan korporasi yang liberal kapitalistik. Koperasi diberikan distingsi karena di dalam koperasi itu terdapat dimensi luas, baik secara ideologis maupun mikro-organisasi. Koperasi perlu diberikan distingsi karena di dalamnya inheren sebagai urusan publik dan bukan urusan privat  yang mengejar keuntungan semata.

Sebagaimana jadi pertimbangan majelis hakim konstitusi, koperasi dianggap sebagai bangun demokrasi ekonomi yang berasaskan kekeluargaan, dan ini tidak bisa diabaikan. Maka, demokrasi ekonomi itu juga berarti harus bekerja dalam diktum pemerataan akses ekonomi, keadilan sosial, dan pembangunan berkelanjutan. Fungsinya menjadi luas menyangkut aspek keamanan ekonomi, keseimbangan ekologikal, keadilan sosial, dan stabilitas politik.

Bapak Presiden, Angin reformasi boleh bertiup kencang dan proses demokratisasi boleh terus berjalan, tapi Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) kelihatanya tetap saja tak bergeming dan mencari-cari pembenar untuk mendapatkan legitimasi sebagai wadah tunggal organisasi gerakan koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Koperasi yang saat ini sudah ditangan Bapak.

Padahal, salah satu substansi penting didorongnya pembaharuan terhadap UU Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasaian adalah karena mandegnya demokratisasi dan dinamisasi dalam wadah organisasi gerakan koperasi karena legitimasi formal terhadap Dekopin yang dicantumkan secara khusus dalam Bab XI UU  Nomor 25 Tahun 1992 maupun RUU sebagai wadah satu-satunya alias tunggalisasi. Padahal jelas, diluar Dekopin, ada gerakan koperasi memiliki hak yang sama sebagai satuan organisasi gerakan koperasi dan ini dijamin kebebasannya menurut konstitusi kita Undang-Undang Dasar 1945 terutama Pasal 28 D. Dengan pencantuman dan legitimasi terhadap organsiasi DEKOPIN dalam UU maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk diskriminasi yang tidak sejalan dengan visi demokrasi yang merupakan salah satu nilai yang diteggakkan oleh gerakan koperasi diseluruh belahan bumi.

Raison d”Etre (alasan adanya) koperasi itu adalah untuk menjadi countervailing dari dari sistem estatisme dan juga kapitalisme sekaligus.  Mensubordinasikan gerakan koperasi dalam pola wadah tunggal adalah bentuk pengebirian kekuatan koperasi sebagai gerakan masyarakat sipil dan sekaligus memandulkan gerakan secara keseluruhan dihadapan kepentingan kapitalisme global. Faktanya, alih-alih Dekopin akan menjadi kritis terhadap kebijakan yang merugikan kepentingan masyarakat, untuk membiayai dirinya saja harus menyandarkan sepenuhnya dari APBN yang jelas mengganggu otonomi dan kemandirian koperasi yang merupakan salah satu prinsip utama koperasi.

Kita juga tidak dapat menutup mata, keberadaan Dekopin sebagai wadah tunggal ternyata hanya menjadi batu loncatan para elit politik untuk mencari kekuasaan ketimbang memikirkan inovasi dan kreatifitas bagi terwujudnya kemandirian ekonomi anggotanya.  Bukti paling gamblang adalah bahwa dalam satu dekade terakhir, Pimpinan Dekopin hanya sibuk dengan upaya perebutan kursi pimpinan dan menjadikan Dekopin sebagai tempat empuk untuk menghabiskan dana APBN dan APBD yang jumlahnya hingga puluhan milyar pada tiap tahunnya  Peluang penggunaan keuangan negara baik di tingkat pusat maupun daerah telah dibuka kran nya melalui Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Dewan Koperasi Indonesia. Padahal secara imperatif, UU Nomor 25 Tahun 1992 tidak menyebutkan hal tersebut. Tentunya ini merupakan beban bagi keuangan negara, padahal saat ini sedang didorong efisiensi pada penggunaan keuangan negara.

Tunggalisasi wadah koperasi dengan demikian telah menjebak gerakan koperasi yang harusnya masif menjadi simbolik. Selain itu, tunggalisasi jelas menentang terhadap Undang-Undang Dasar yang menjamin kebebasan bagi tiap-tiap orang untuk berafiliasi atau tidak dengan sebuah organisasi. Ini jelas menentang prinsip demokrasi koperasi yang menganut asas sukarela. Tunggalisasi wadah koperasi dengan legitimasi UU dengan demikian menghadapkan Dekopin sendiri dengan masyarakat sipil.

Sebagaimana kita ketahui, pasal 113 dalam RUU Koperasi menyebutkan “Gerakan Koperasi Indonesia mendirikan satu Lembaga Gerakan Koperasi yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi, dalam rangka pemberdayaan Koperasi”.  Sedangkan dalam penjelasan pasal dan ayat ini, a.l. disebutkan ,bahwa “Yang dimaksud dengan Lembaga Gerakan Koperasi adalah Dewan Koperasi Indonesia disingkat DEKOPIN dst….” “Gerakan Koperasi Indonesia mendirikan satu Lembaga Gerakan Koperasi….”, kata satu hendaknya ditiadakan. Demikian juga kalimat, “Yang dimaksud dengan Lembaga Gerakan Koperasi adalah DEKOPIN…..” juga sebaiknya ditiadaan sepenuhnya dalam penjelasanya.

Usulan pembaharuanya adalah “organisasi-organisasi gerakan Koperasi Indonesia dapat mendirikan Organisasi Gerakan Koperasi secara bersama-sama dalam sistem yang demokratis dan otonom melalui Musyawarah Nasional”. Kemudian pasal selanjutnya adalah “Organisasi gerakan Koperasi dan Koperasi-koperasi tingkat daerah secara bersama-sama dapat mendirikan suatu organisasi Gerakan Koperasi Daerah”

Satu hal lagi, jatidiri koperasi itu adalah merupakan watak yang melekat pada perilaku para pegiat koperasi. Diatara watak orang koperasi itu adalah menjunjung tinggi demokrasi, dan sikap kemandirian.  Memaksakan kehendak untuk tetap menjadikan Dekopin sebagai wadah tunggal tidak hanya defisit demokrasi, tapi juga telah menggugurkan klaim terhadap siapapun yang mengaku sebagai pembela jatidiri koperasi.

Berangkat dari hal tersebut diatas maka, bersama ini kami mohon kepada Bapak Presiden agar:

1. Menghapus peranan DEKOPIN sebagai wadah tunggal dan berikut fasilitas yang diberikan berupa bantuan APBN dan APBD dalam draft Rancangan Undang-Undang Perkoperasian yang saat ini ada ditangan Bapak Presiden;

2. Mencabut Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Anggaran Dasar Dewan Koperasi Indonesia

Demikian surat ini kami mohonkan dan  atas perhatian dan kebijaksanaan Bapak kami ucapkan terimakasih.

Hormat Kami,

Koperasi Trisakti Bhakti Pertiwi

Suroto 

Ketua Umum 

Mokh Sobirin

Sekretaris Jenderal

Tembusan :

1. Yth. Menteri Koordinator Perkenomian Republik Indonesia;

2. Yth. Menteri Sekretaris Negara;

3. Yth. Menteri Sekretaris Kabinet;

4. Yth. Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah;

5. Yth. Menteri Keuangan Republik Indonesia;

6. Yth. Menteri Pendayaan Aparatus Negera dan Reformasi Birokrasi;

7. Yth. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

8. Yth. Kepala Kantor Staf Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun