Mohon tunggu...
Epetebang
Epetebang Mohon Tunggu... Wiraswasta - untaian literasi perjalanan indah & bahagiaku

credit union, musik, traveling & writing

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bubarkan Dekopin..

22 Juni 2016   07:31 Diperbarui: 12 Juli 2016   12:31 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ogo-city.org/koperasi-indonesia-logo-39256.html

Krisis telah mendorong kearah transisi perusahaan konvensional menjadi usaha demokratis di berbagai negara seperti Argentina, Yunani, Italia dan Amerika Serikat. Orang-orang juga mulai terbelalak dengan ketahanan koperasi yang dikembangkan di Basque,Spanyol dan Italia Emilia Romagna, serta contoh yang kurang  terkenal di Venezuela, Quebec serta utamanya daerah lain yang terkena dampak krisis ekonomi.

Dunia mulai berubah kearah perbuatan, bukan argumen. Mereka telah menunjukkan bahwa produksi dalam skala besar dan sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dapat dilakukan tanpa kelas ahli, tapi kelas tukang. Hasilnya, sarana kerja tidak perlu dimonopoli sebagai sarana kelas atas, orang tidak perlu bekerja seperti budak di tempat-tempat kerja. Orang-orang mulai percaya bahwa cara koperasi dapat menjadi solusi bagi sistem kapitalisme yang ekploitatif dan selalu mengancam kehidupan orang orang kecil dalam krisis.

Selama ini, secara paradigmatik cara berkoperasi kita dipahami secara salah.  Koperasi dianggap sebagai sebuah bisnis yang tidak ada bedanya dengan usaha lainya, yaitu sebagai asosiasi berbasis modal (capital-based association). Koperasi gagal dipahami sebagai organisasi berbasis orang(people-based association) yang tidak bebas nilai. Dalam praktek, karena begitu dominannya usaha koperasi di sektor simpan pinjam, maka koperasi itu juga dipahami hanya sebagai usaha yang pantas digerakkan di sektor ini. Koperasi yang secara natural berfungsi untuk penuhi kebutuhan domestik pangan dan enerji justru tidak tampak.  Jenis koperasi pekerja (worker co-operative) yang harusnya menjadi inti dari pergerakan koperasi di sektor riel tidak berkembang sama sekali. Apalagi jenis koperasi baru yang berparadigma multipihak (multistakeholder) yang sekarang mulai banyak berkembang pesat di belahan negara lain.  

Bisnis koperasi di negeri kita dianggap sebagai bisnis kecil-kecilan dan hidupnya tergantung dari program pembinaan pemerintah. Koperasi bahkan tidak lagi dianggap penting sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang perlu diajarkan. Faktanya koperasi sebagai mata pelajaran di sekolah dan perkuliahan di kampus telah banyak dihapus.  Koperasi citranya juga terus dibiarkan dirusak di lapangan oleh praktek rentenir berbaju koperasi. Hingga pada akhirnya, masyarakat sebagianya mengenal koperasi itu sebagai kegiatan yang tak ada bedanya dengan rentenir dan bahkan secara serampangan sering dibilang usaha yang berbau riba.

Dalam tata regulasi, koperasi terus disingkirkan dengan berbagai  cara.  Disubordinasi, didiskriminasi, dan bahkan dieliminasi dari perundang-undangan tentang ekonomi dan kemasyarakatan.  Dalam kebijakan, secara sistemik koperasi dikerdilkan dengan dijadikan sebagai tempat untuk menerima belas kasihan (charity) dalam program pemerintah maupun perusahaan swasta konvensional.  

Dalam undang-undang dan berbagai produk kebijakan, koperasi sengaja disub-ordinasi dengan selalu disebut sebagai bagian dari badan hukum yang selalu musti dibina dan dijadikan sebagai alat penyaluran program pemerintah. Diantara undang-undang yang secara terang-terangan lakukan diskriminasi dan mensub-ordinasi terhadap koperasi misalnya undang-undang (UU) penanaman modal yang hanya bolehkan investasi asing dalam bentuk perseroan, penggunaan badan hukum yang hanya boleh perseroan dalam UU Penanaman Modal untuk Investasi Asing, UU Rumah Sakit, Media, serta BUMN dan lain sebagainya.

Sampai hari ini kita juga masih diatur oleh undang-undang koperasi tersendiri yang kualitasnya jauh dari makna jatidiri koperasi. Sementara rancangan undang-undang perkoperasian baru paska dibatalkan undang-undang sebelumnya oleh Mahkamah Konstitusi banyak yang masih gambarkan pasal titipan kepentingan kelompok tertentu dan jauh dari kepentingan untuk membangun kehidupan perkoperasian yang lebih baik di masa mendatang.  Kita saat ini butuh langkah reformasi, dan langkah refomasi tersebut diperlukan sarana hukum baru untuk meningkatkan peranan koperasi kini dan di masa mendatang.  

Sebagaimana kita ketahui, Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2012 mengenai Perkoperasian tanggal 28 Mei 2014 telah dinyatakan Inkonstitusional oleh Mahakamah Konstitusi dan untuk sementara kembali ke UU Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian sebelum dibentuk UU yang baru.  Saat ini draft RUU yang baru sudah ada ditangan Bapak Presiden.

Bapak Presiden, UU yang baru nanti harus memenuhi 3 (tiga) syarat penting. Pertama, UU tersebut mau memberikan pengakuan/rekognisi terhadap praktik terbaik (best practices) dari apa yang telah dilakukan koperasi dan dasar aturan apa yang membuat mereka berkembang dan memberikan manfaat bagi anggotanya. Kedua, UU yang baru tersebut juga harus mampu memberikan perlindungan dan menghargai jati diri koperasi sebagai organisasi otonom dan mandiri dengan tidak banyak intervensi terhadap kepentingan anggota. Perlindungan ini juga mesti disertai dengan sifat UU yang sanksinya harus jelas sehingga UU yang baru nanti tidak hanya jadi macan kertas dan tidak imperatif (memerintah). Ketiga, UU yang baru harus mampu memberikan distingsi dan perlakuan yang berbeda dengan tidak memaksakan agar semua dikompabilitaskan dengan aturan permainan korporasi yang liberal kapitalistik. Koperasi diberikan distingsi karena di dalam koperasi itu terdapat dimensi luas, baik secara ideologis maupun mikro-organisasi. Koperasi perlu diberikan distingsi karena di dalamnya inheren sebagai urusan publik dan bukan urusan privat  yang mengejar keuntungan semata.

Sebagaimana jadi pertimbangan majelis hakim konstitusi, koperasi dianggap sebagai bangun demokrasi ekonomi yang berasaskan kekeluargaan, dan ini tidak bisa diabaikan. Maka, demokrasi ekonomi itu juga berarti harus bekerja dalam diktum pemerataan akses ekonomi, keadilan sosial, dan pembangunan berkelanjutan. Fungsinya menjadi luas menyangkut aspek keamanan ekonomi, keseimbangan ekologikal, keadilan sosial, dan stabilitas politik.

Bapak Presiden, Angin reformasi boleh bertiup kencang dan proses demokratisasi boleh terus berjalan, tapi Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) kelihatanya tetap saja tak bergeming dan mencari-cari pembenar untuk mendapatkan legitimasi sebagai wadah tunggal organisasi gerakan koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Koperasi yang saat ini sudah ditangan Bapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun