Universitas sejatinya bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat. Toh, semua orang juga tahu bahwa universitas itu salah satu lembaga pendidikan, perguruan tinggi, dan ranahnya para mahasiswa dengan dosen. Kalau kata KBBI, universitas adalah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan ilmiah dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu. Namun, KBBI juga ternyata bisa salah sebagaimana manusia. Itu karena KBBI luput mendefinisikan bahwa universitas pun menyelenggarakan tempat untuk beradu ketololan dan kekerasan.
Contohnya, salah satu universitas ternama di Kota Makassar yang baru saja menggemparkan media massa karena ketololan dan kekerasan yang dilakukan oleh oknum mahasiswanya. Sebut saja Universitas Negeri Makassar (UNM), telah terjadi bentrok antara mahasiswa Fakultas Bahasa & Sastra (FBS) dan mahasiswa Fakultas Teknik (FT). Bentrok yang melib3atkan dua kelompok mahasiswa tersebut terjadi pada Kamis, 26 September 2024. Meskipun kejadiannya sudah satu bulan berlalu, tapi masalah ini masih hangat untuk dibahas, apalagi bentrok yang melibatkan mahasiswa FBS dan mahasiswa FT sudah menjadi budaya yang berulang kali dilestarikan di UNM.
Kronologi Bentrok Antara Dua Kelompok Mahasiswa
Kamis (26/09), kampus II UNM Parangtambung—mencakup Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Seni & Desain (FSD), Fakultas Teknik (FT), dengan Fakultas Bahasa & Sastra (FBS)—melakukan aktivitas sebagaimana mestinya. Kemudian, sekitar pukul 13.00 hingga 14.00 WITA, sekelompok oknum dari arah Fakultas Teknik masuk ke dalam area Fakultas Bahasa dan Sastra. Sekelompok oknum tersebut membawa senjata tajam berupa parang dan katana lalu membuat kericuhan dan mengeroyok mahasiswa di area Fakultas Bahasa dan Sastra.
Sekitar pukul 14.00 hingga 15.00 WITA, bentrok semakin pecah dan memanas. Dengan dalih mengusir sekelompok oknum yang membuat kericuhan, sejumlah mahasiswa FBS pun memberikan perlawanan. Kemudian, terjadi aksi saling lempar batu antara mahasiswa FBS dan mahasiswa FT. Bentrok pun perlahan mereda setelah sejumlah aparat polisi setempat tiba di lokasi kejadian.
Akar Permasalahan dan Adanya Provokasi
Berdasarkan hasil informasi yang telah dikumpulkan, baik dari media massa maupun mulut ke mulut antarmahasiswa, bentrok tersebut dipicu oleh robeknya spanduk di area Fakultas Teknik. Spanduk tersebut—sebagai simbol yang sakral bagi Fakultas Teknik— dirobek oleh OTK (orang tidak kenal) yang masih belum diketahui pelaku aslinya sejauh esai ini ditulis.
Suatu hal yang sangat disayangkan adalah adanya provokasi yang membuat sekelompok oknum dari Fakultas Teknik menyerang area Fakultas Bahasa  & Sastra. Padahal belum ada bukti valid bahwa pelaku perobekan spanduk adalah mahasiswa FBS. Sekalipun pelakunya adalah mahasiswa FBS, tindakan menyerang dan membuat kericuhan bukanlah sesuatu yang dapat dibenarkan.
Birokrasi UNM Ikut Andil dalam Budaya Ini
Pasca bentrok terjadi, birokrasi UNM pun mengeluarkan pernyataan bahwa seluruh kegiatan akademik di lingkungan kampus UNM Parangtambung pada hari Jumat (27/09) dialihkan menjadi daring. Hal ini dilakukan untuk mensterilkan dan menjaga lingkungan kampus, serta untuk menghindari bentrok susulan. Di sisi lain, hal ini tentu menjadi sebuah kerugian bagi civitas akademika di UNM Parangtambung. Sebab, perkuliahan menjadi daring yang tentu saja mengurangi keefektifan belajar mengajar, tertundanya jadwal sidang dan ujian skripsi mahasiswa, serta terhambatnya berbagai urusan administrasi di lingkungan kampus. Hal ini juga menjadi tamparan bagi birokrasi UNM karena gagal menciptakan lingkungan kampus yang nyaman dan aman.
Bagaimana tidak, saat bentrok terjadi, sekelompok oknum yang membawa senjata tajam dan menyisir area kampus sudah cukup membuat bulu kuduk merinding. Perkuliahan pun terpaksa dihentikan karena mahasiswa dan dosen merasa tidak aman dan terancam. Bahkan, beberapa mahasiswa yang terjebak di kampus harus sembunyi di dalam kelas karena takut ikut terseret dalam bentrok dan berakhir dikeroyok oleh sekelompok oknum. Bayangkan saja, niat awal ke kampus hanya untuk mengikuti kelas mata kuliah, tapi berakhir sembunyi di bawah meja sambil mendengar kericuhan di luar kelas.
Lantas apa tindakan birokrasi UNM terhadap para pelaku yang melakukan kekerasan di lingkungan kampus? Sayangnya, sejauh esai ini ditulis dan ditunda sampai satu bulan lebih, birokrasi UNM masih juga belum menurunkan pernyataan tegas terkait hal tersebut. Bentrok yang terjadi seolah-olah hanya angin lalu yang tidak begitu urgensi bagi kepentingan universitas, padahal bentrok yang terjadi sudah masuk dalam tindakan kriminal yang merugikan di lingkungan kampus. Demikianlah, birokrasi UNM ikut andil dalam melestarikan budaya buruk tersebut.
Bentrok Antarfakultas telah Menjadi Budaya Turun Temurun
Sebenarnya, ini bukan pertama kali birokrasi UNM tidak menindak tegas terhadap kekerasan di lingkungan kampus, khususnya bentrok antara mahasiswa FBS dan mahasiswa FT. Pada tahun kemarin, tepatnya bulan Juni 2023, sekelompok oknum diduga dari Fakultas Teknik pernah menyerang area Fakultas Bahasa dan Sastra. Sekelompok oknum tersebut membawa senjata tajam lalu merusak kaca jendela gedung dan membakar salah satu sekretariat sekaligus panggung seni milik Bengkel Sastra.
Melihat historis kekerasan di kampus UNM Parangtambung, bentrok antarfakultas telah berulang kali terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Bahkan, sudah banyak memakan korban, baik hanya terluka maupun sampai meninggal. Pun, fasilitas kampus berulang kali dirusak karena bentrok tersebut. Karena saking seringnya terjadi, bentrok ini seakan telah dinormalisasikan dan sudah seperti budaya turun temurun yang harus dilestarikan di setiap tahunnya.